Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER SAINS] Asal Air Bumi dari Meteorit | Gejala Covid-19 Bertahan 6 Bulan

Kompas.com - 13/01/2021, 07:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Penelitian terbaru mengungkap bahwa awal mula air yang ada di Bumi berasal dari meteorit. Temuan ini menjadi salah satu berita populer di Sains Kompas.com.

Selain itu, kabar terbaru tentang Covid-19 menyebut bahwa gejala Covid-19 jangka panjang (long Covid) masih dirasakan selama 6 bulan usai dinyatakan sembuh.

Masih soal Covid-19, belakangan kita tahu ada beberapa varian baru Covid-19 yang lebih menular dari Inggris, Afrika Selatan, dan terbaru di Jepang. Ahli menyebut, varian baru virus corona juga bisa muncul di Indonesia.

Perihal duka jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 128 juga tidak luput dari perhatian. Praktisi psikologi memberi saran untuk mengatasi kesedihan kehilangan orang terkasih.

Berikut rangkumannya.

Baca juga: [POPULER SAINS] BPOM Izinkan Vaksin Sinovac | Positivity Rate Covid-19 Indonesia Tinggi | Istilah dalam pesawat

1. Asal mula air di bumi dari meteorit

Banyak ilmuwan telah menduga bahwa air yang ada di Bumi saat ini, awal mulanya berasal dari meteorit.

Namun teori ini susah dibuktikan. Hingga temuan terbaru yang dilakukan tim peneliti Australia, AS, dan Perancis menemukan bukti pergerakan air di meteorit karbonit chondrite (CC) yang menabrak bumi seabad terakhir.

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa meteorit CC terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu sebagai bagian dari asteroid yang lebih besar.

Untuk mengetahui apakah sampel tersebut memiliki bukti sejarah air, peneliti melihat distribusi uranium dan thorium dalam sampel meteorit. Uranium larut dalam air, sedang thorium bereaksi secara lambat dengan air.

Dengan mempelajari sembilan meteorit, para peneliti menemukan distribusi yang mereka cari. Sebuah temuan yang menunjukkan pergerakan air, kemungkinan besar dalam satu juta tahun terakhir.

Baca selengkapnya di sini.

Ilustrasi demam dan batuk sebagai salah satu gejala awal Covid-19.SHUTTERSTOCK/DRAGANA GORDIC Ilustrasi demam dan batuk sebagai salah satu gejala awal Covid-19.

2. Gejala Covid-19 jangka panjang masih dirasakan selama 6 bulan

Studi mengungkapkan bahwa setelah enam bulan, sekitar 76 persen pasien yang dirawat di rumah sakit masih mengalami gejala Covid-19.

Para ilmuwan menunjukkan perlunya penyelidikan lebih lanjut terhadap efek virus corona yang masih ada.

Dilansir dari Science Alert, Senin (11/1/2021), penelitian itu diterbitkan di jurnal medis Lancet yang melibatkan ratusan pasien di Kota Wuhan, China.

Para ilmuwan melacak gejala jangka panjang akibat infeksi Covid-19 pada pasien-pasien tersebut.

"Karena Covid-19 adalah penyakit baru, kami baru mulai memahami beberapa efek jangka panjang (Covid-19) pada kesehatan pasien," kata penulis senior Bin Cao, dari National Center for Respiratory Medicine.

Baca selengkapnya di sini.

3. Varian baru virus corona bisa muncul di Indonesia

Ahli menyebut bahwa varian baru virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, juga bisa muncul di negara Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Dosen dan Peneliti Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati di Institut Teknologi Bandung (ITB), Husna Nugrahapraja PhD.

Dijelaskan Husna, kemungkinan atau potensi munculnya varian baru di Indonesia ini sangat bisa terjadi karena sifat mutasi yang alamiah terjadi pada makhluk hidup seperti virus tersebut.

"Kalau di suatu daerah, virus ini bertahan terus menerus, mutasi akan terus terjadi dan bisa semakin banyak," kata Husna kepada Kompas.com, Senin (11/1/2021).

Ditegaskan Husna, jika mutasi itu terjadi semakin banyak dan semakin lama, tetapi tidak kunjung bisa dikendalikan, maka varian virus SARS-CoV-2 bisa berubah menjadi barang lain (varian baru) yang lebih sulit dikendalikan, seperti HIV yang sampai saat ini belum terselesaikan masalahnya.

Sehingga, menurut Husna yang juga merupakan Ketua Forum Peneliti Muda Indonesia (ForMIND), mutasi dan varian baru dari virus SARS-CoV-2 tidak hanya bisa terjadi di luar negeri.

Baca Selengkapnya di sini.

Kotak hitam (black box) pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ182 Jakarta - Pontianak diperlihatkan di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Kotak hitam tersebut selanjutnya akan dibawa ke laboratorium KNKT untuk dilakukan investisigasi lebih lanjut. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Kotak hitam (black box) pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ182 Jakarta - Pontianak diperlihatkan di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Kotak hitam tersebut selanjutnya akan dibawa ke laboratorium KNKT untuk dilakukan investisigasi lebih lanjut. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

4. Bagaimana mengatasi kesedihan kehilangan orang terkasih?

Hingga kini operasi SAR masih berjalan dan Tim Disaster Victim Identification (DVI) masih terus berupaya mengidentifikasi korban pesawat Sriwijaya SJ182 yang jatuh pada Sabtu (9/1/2021).

Kejadian ini tentu meninggalkan luka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Apalagi, mereka kehilangan orang terkasih dengan mendadak.

Menurut Hening Widyastuti, Praktisi Psikologi, Solo, secara psikologis situasi ini sangat berat bagi keluarga yang ditinggalkan, karena kehilangan anggota keluarga tercinta secara mendadak tanpa ada tanda-tanda sebelumnya.

“Sangat manusiawi jika ini membuat shock dan menimbulkan kesedihan teramat dalam. Karena kejadiannya tidak terduga. Berbeda jika sebelumnya sudah sakit, tentu saat kehilangan sudah lebih siap mental,” kata Hening saat dihubungi Kompas.com.

“Tentu tak ada yang menyangka bahwa di hari itu, akan kehilangan suami, istri, anak, bahkan orangtua. Namun, satu yang eprlu dipahami bahwa musibah ini kehendak Sang Pencipta,” lanjutnya.

Di saat seperti ini sangat penting mencari sumber berita yang akurat dan tidak simpang siur.

Karena itu dibutuhkan dukungan dari anggota keluarga dan kerabat terdekat untuk mendampingi, serta memberikan kekuatan psikis dan non psikis, termasuk membantu mencarikan informasi yang tepat.

Baca selengkapnya di sini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com