Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertama Kali, Ilmuwan Ungkap Kasus Kusta pada Simpanse Liar

Kompas.com - 16/11/2020, 16:34 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Jauh di pedalaman hutan Afrika Barat, para ilmuwan untuk pertama kalinya mendokumentasikan simpanse liar yang menderita kusta.

Peneliti cukup yakin jika simpanse tidak tertular dari manusia, yang menunjukkan bahwa penyakit tersebut muncul dari sumber yang tak diketahui.

Seperti dikutip dari IFL Science, Senin (16/11/2020) wabah kusta telah melanda setidaknya dua populasi liar simpanse barat (Pan troglodytes verus) di Taman Nasional Cantanhez Guinea-Bissau dan Taman Nasional Taï di Pantai Gading.

Dalam laporan yang dipublikasikan dalam makalah pra-cetak di bioRxiv, peneliti memaparkan jika simpanse tampanya menderita penyakit yang sama seperti manusia.

Dengan menggunakan kamera perangkap yang di sekitar hutan lindung, tim pun akhirnya berhasil mengungkap.

Baca juga: Ada Tulang di Jantung Simpanse, Kasus Pertama pada Primata

 

 

Tim menangkap gambar setidaknya empat simpanse dengan lesi dan cacat pada wajah, telinga, tangan, dan kaki.

Untuk memastikan apa yang terjadi pada simpanse, maka tim mengumpulkan sampel kotoran dan mendeteksi keberadaan bakteri penyebab kusta, Mycobacterium leprae.

Analisis genetik dari bakteri yang diperoleh dari sampel kotoran mengangkat beberapa poin menarik.

Pertama, dua lokasi berbeda memiliki dua strain berbeda, yang mengindikasikan wabah muncul secara terpisah.

Baca juga: Penyakit Tertua di Dunia dengan Gejala seperti Panu, Itulah Kusta

 

Kedua, genotipe strain bakteri yang bertanggung jawab atas kedua wabah tersebut sangat jarang terjadi pada manusia, menunjukkan bahwa kemungkinan wabah tidak berasal dari kontak dengan manusia.

Sebelumnya, peneliti memperkirakan jika lepra hanya menginfeksi manusia. Meskipun kusta pernah terlihat pada simpanse di penangkaran tetapi ini adalah pertama kalinya kusta didokumentasikan di populasi liar.

"Mengingat angka kasus yang rendah, kami tak bisa mengatakan bahwa penyakit ini merupakan ancaman dari sudut pandang konservasi. Tapi kami harus memantau situasinya," ungkap Dr. Fabian Leendertz, peneliti di Robert Koch Institute di Berlin.

Meski tak menyebut jika kusta merupakan masalah konservasi, kenyataannya simpanse memiliki banyak masalah lain yang mengancam keberadaanya seperti habitat, perburuan dan penyakit lainnya.

Ilustrasi simpanse Ilustrasi simpanse

Lebih lanjut, penyakit kusta umumnya menyebar melalui kontak jarak dekat yang lama dengan orang yang terinfeksi. Simpanse liar ini jarang sekali melakukan kontak dengan manusia selain para peneliti yang mempelajarinya.

Selain itu juga tidak ada peneliti yang terlibat dengan simpanse yang pernah didiagnosis menderita kusta.

Mereka juga mengikuti langkah-langkah kebersihan yang ketat, seperti menjaga jarak 7 meter dan memakai masker wajah, untuk mengurangi risiko penyakit menular dari manusia ke primata.

Ini menyisakan pertanyaan, bagaimana simpanse bisa terinfeksi penyakit tersebut?

Baca juga: 4 Mitos Kusta yang Salah Kaprah, Jangan Lagi Dipercaya

 

 

Para peneliti tidak yakin, tetapi mereka menduga itu berasal dari hewan atau sumber lingkungan yang tidak diketahui. Sayangnya, saat ini mereka masih belum bisa menyimpulkan dari mana sumber itu.

“Sayangnya, kami tidak tahu, tapi kami sedang menyelidiki hal ini sekarang. Pengambilan sampel sampel lingkungan, menangkap hewan pengerat, dan lain-lain," jelas Dr Leendertz.

Mencari tahu sumber kusta pada simpanse ini dapat mengungkapkan beberapa wawasan penting tentang penyakit tersebut.

Seperti misalnya menantang asumsi lama bahwa manusia adalah reservoir utama M. leprae. Hal ini juga menunjukkan bahwa faktor yang tidak diketahui berperan penting dalam kehidupan penderita kusta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com