Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPOM Tak Akan Keluarkan Izin Edar Vaksin Corona Sebelum Terbukti Aman

Kompas.com - 28/10/2020, 20:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah sebelumnya telah menargetkan pemberian vaksin Covid-19 di Indonesia, akan mulai dilakukan bulan November 2020 mendatang.

Namun, rupanya di penghujung Oktober 2020 ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberitahukan, bahwa dari 44 kandidat vaksin yang sudah menjalani uji klinis, bahkan uji klinis fase 3 belum ada yang diberikan izin edar atau Emergency Use Authorization (EUA).

Pelaksana tugas Deputi  Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Badan POM, Dra Togi J Hutadjujlu Apt MHA menyampaikan, belum dikeluarkannya izin edar (EUA) tersebut bukan tanpa alasan.

Itu karena, Badan POM memiliki standar dalam perizinan untuk obat-obatan dan vaksin, yaitu harus melalui proses uji klinis sebagai pembuktian khasiat dan keamanannya.

"Sesuai dengan tugas dan fungsinya, sebagai pengawas obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah strategis perihal vaksin Covid-19, dengan mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat," kata Togi  dalam diskusi daring bertajuk Pengawalan BPOM dalam Proses Penyediaan Vaksin Covid-19, Rabu (28/10/2020).

Baca juga: Vaksin Corona Segera Tersedia, Epidemiolog Sebut Emergency Use Authorization Berbahaya

Tidak hanya itu, pemenuhan mutu produk melalui hasil evaluasi persyaratan mutu dan memastikan proses produksi vaksin sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (good maintenance practicise) juga harus terpenuhi.

"Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat, dan mutu, maka barulah Badan POM akan memberikan perizinan penggunaan," ujarnya.

Pengawalan dan monitoring BPOM dalam penyediaan vaksin di Indonesia

Dipaparkan Togi, pengawalan mutu vaksin oleh Badan POM, tidak sesederhana mengawal dan mengawasi pemberian vaksin tersebut kepada pasien.

Tetapi, pengawalan dilakukan dengan inspeksi cara pembuatan obat yang baik ke fasilitas produksi vaksin.

Selain itu juga melakukan pengujian di laboratorium pusat pengembangan pengujian obat dan makanan, untuk proses pelulusan bets/lot (batch/lot realease certificate) untuk setiap batch produksi vaksin, sebelum didistribusikan dan digunakan oleh masyarakat luas.

Sebagai informasi, sertifikat pelulusan bets/lot atau batch/lot release certificate ini adalah dokumen resmi yang mengizinkan produsen untuk mengeluarkan bets/lot tertentu, sebagai konfirmasi bahwa bets atau lot tersebut telah memenuhi spesifikasi dan persyaratan yang berlaku.

Togi melanjutkan, industri farmasi pemegang EUA wajib untuk melakukan studi atau uji klinik lanjutan terhadap vaksin yang sedang dalam penelitian uji klinik, untuk memastikan efektivitas dan keamanannya.

Selain itu, industri farmasi harus melakukan pemantauan farmako, pelaporan efek samping, dan melaporkan realisasi, infortasi, produksi serta distribusi vaksin selama persetujuan penggunaan darurat.

Laporan tersebut harus disampaikan kepada Badan POM sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: BPOM: Belum Ada Kandidat Vaksin Covid-19 yang Dapat Izin Edar di Indonesia

 

Ilustrasi vaksin Covid-19. (DOK. KOMINFO) Ilustrasi vaksin Covid-19. (DOK. KOMINFO)

Badan POM juga akan mengawasi rantai distribusi untuk memastikan mutu vaksin, di mana vaksin membutuhkan penyimpanan khusus pada suhu antara 2-8 derajat celcius.

Sehingga, manajemen rantai dingin merupakan hal yang krusial dilakukan untuk penjagaan mutu vaksin sampai ke penggunaan pada pasien.

Distribusi vaksin yang tidak sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan akan menyebabkan kerusakan pada vaksin tersebut.

"Setelah proses pemberian vaksin dilaksanakan, Badan POM juga akan melakukan pengawasan dari aspek keamanan melalui program kegiatan pemantauan efek samping," jelasnya.

Baca juga: Vaksin Tersedia November, Berapa Kebutuhan Vaksin Corona di Indonesia?

Dalam hal ini dibutuhkan bantuan dari tenaga kesehatan dan industri farmasi, untuk memantau dan melaporkan kejadian ikutan pasca pemberian imunisasi yang dialami oleh masyarakat setelah menerima vaksin.

Apabila terjadi peningkatan frekuensi efek samping, Badan POM akan meninjau kembali khasiat dan keamanan vaksin dengan bukti-bukti baru yang ada.

Hasil pemantauan akan dikaji oleh para ahli dibidangnya dan  juga para klinisi.

Jika nanti risikonya lebih tinggi daripada manfaat vaksin berdasarkan hasil pemantauan tersebut, maka akan ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi risiko, bahkan juga ada kemungkinan pencabutan EUA.

"Nah, ini dilakukan tentu dalam rangka meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan dan perlindungan masyarakat," jelasnya.

Baca juga: Bio Farma: 340 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Sinovac untuk Indonesia pada 2021

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com