Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, Anak 5-14 Tahun Paling Banyak Terinfeksi DBD dan Meninggal Dunia

Kompas.com - 01/05/2020, 19:04 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anak usai 5 hingga 14 tahun menjadi rentang usia yang paling banyak terinfeksi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan meninggal dunia.

Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan, dari Januari hingga tanggal 30 April 2020, terdapat 49.931 jumlah kasus pasien DBD di seluruh willayah Indonesia.

Sementara itu, disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, rata-rata laporan distribusi kasus usia anak-anak memiliki porsi yang tinggi, termasuk tingkat kematian.

Angka kasus infeksi dan kematian yang tinggi pada anak-anak ini utamanya didasarkan pada kondisi anak-anak yang memang rentan terinfeksi virus dengue.

Baca juga: Pasien DBD Capai 49.941, Ini 5 Wilayah Indonesia dengan Kasus Terbanyak

"Mungkin karena sekarang banyak di rumah, dan memang DBD rentan pada usia anak-anak," kata Nadia kepada Kompas.com, Kamis (29/4/2020).

Berikut distribusi kasus infeksi dan kematian DBD per kelompok umur di Indonesia.

1. Usia di bawah satu tahun, jumlah kasusnya mencapai 5 persen dengan angka kematian mencapai 13 persen.

2. Usia 1-4 tahun, jumlah kasusnya mencapai 20 persen dengan angka kematian mencapai 27 persen.

3. Usia 5-14 tahun, jumlah kasus mencapai 29 persen dengan angka kematian mencapai 35 persen.

4. Usia 15-44 tahun, jumlah kasusnya mencapai 35 persen dengan angka kematian mencapai 14 persen.

5. Usia di atas 44 tahun, jumlah kasusnya mencapai 11 persen dengan angka kematian mencapai 11 persen.

Baca juga: Sama-sama Mewabah di Indonesia, Ini Beda Gejala DBD dan Covid-19

Selain kondisi yang mengharuskan anak-anak berlajar di rumah dan daya tubuh yang rentan terinfeksi, ketidakdisiplinan dalam mengelola kebersihan lingkungan menjadi faktor lainnya kasus DBD pada anak ini meningkat.

Menurut Nadia, saat ini warga banyak berada di rumah, tetapi pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan masyarakat kurang optimal.

"Sehingga kasus DBD kadang-kadang banyak, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa," ujar dia.

Oleh sebab itu, di tengah pandemi Covid-19 yang masih masif terjadi ini, Nadia mengingatkan perlunya meningkatkan kewaspadaan.

Kewaspadaan tidak hanya terhadap Covid-19 saja, melainkan penyakit lainnya yang juga masih sangat berpotensi terjadi di tengah pandemi dan perubahan cuaca saat ini.

Contohnya adalah genangan air ataupun tumpukan sampah yang sangat besar sehingga bisa menjadi sarang atau tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com