Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/03/2020, 08:14 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Editor

KOMPAS.com - Rapid test atau uji cepat yang handal untuk melacak infeksi virus SARS-CoV-2, setidaknya untuk beberapa bulan ke depan, diyakini menjadi jurus paling ampuh untuk memperlambat penyebaran virus corona.

Lewat metode uji cepat, korban infeksi dan potensi munculnya "titik panas" COVID-19 bisa terdeteksi lebih dini. Dengan begitu pasien bisa dengan cepat memasuki masa karantina di fasilitas-fasilitas medis yang sudah disiapkan, atau kalau gejalanya ringan, bisa dikarantina di rumah.

Namun banyak hal dan prosedur yang harus dilewati untuk dapat melakukan uji cepat virus corona. Di negara maju seperti Jerman, ada regulasi yang mengatur prosedurnya.

Juga ketersediaan alat tes, kapasitas laboratorium, jumlah tenaga ahli serta bagaimana penanganan sampel, menjadi faktor penting dalam rapid test. Penanganan sampel yang keliru bisa menghasilkan diagnosa yang salah pula.

Baca juga: Rapid Test Massal Virus Corona, Pakar: Bagus, Tapi Belum Tentu Akurat

Juga terlihat, saat wabah pertama kali berkecamuk di Wuhan, kapasitas laboratorium, peralatan dan tenaga ahli dalam waktu singkat tidak lagi mampu menangani lonjakan jumlah pasien.

Siapa yang harus dites?

Uji cepat pada prinsipnya hanya dibatasi pada dugaan kasus. Pasalnya tes secara massal, selain tidak logis juga nyaris mustahil dilaksanakan. Gejala batuk-batuk atau demam ringan, juga tidak identik dengan infeksi COVID-19.

Mereka yang harus dites adalah yang menunjukkan gejala radang paru-paru dengan penyebab tidak jelas. Gejala yang mecolok adalah kesulitan bernafas, batuk kering dan demam.

Apalagi jika mereka pernah mengunjungi kawasan risiko atau kontak langsung dengan penderita COVID-19. Kelompok inilah yang punya argumen kuat untuk menjalani tes cepat alias rapid test.

Secara umum di Jerman berlaku kesepakatan, bahwa yang menentukan apakah Rapid Test perlu dilakukan atau tidak, adalah para dokter yang punya kewenangan.

Baca juga: Presentase Kematian Corona Indonesia Capai 8,4 Persen, Ini Kata Ahli

Robert-Koch-Institut yang merupakan jawatan independen Jerman untuk penyakit infeksi dan penyakit menular, saat ini juga melakukan tes acak pada pasien dengan gejala batuk dan demam. Biaya satu kali tes cepat virus corona di Jerman sekitar 200 Euro atau sekitar 3,5 juta Rupiah yang ditanggung asuransi kesehatan.

Bagaimana cara tes cepat?

Para pasien biasanya diambil sampel dari saluran pernafasan atas, berupa cairan hidung dan atau tenggorokan.

Robert-Koch-Institut menyarankan, pada dugaan kasus infeksi, sampel harus diambil dari saluran pernafasan bawah. Misalnya sekret yang berasal dari saluran bronkhium atau paru-paru.

Sampel kemudian akan diteliti di laboratorium diagnostik untuk memastikan infeksi oleh virus Corona. Prosedurnya berbasis pada apa yang disebut reaksi berantai polymerase (PCR). Pengujian semacam ini biasanya berlangsung selama 5 jam, dan kini menjadi prosedur standar di laboratorium.

Baca juga: Peran Masyarakat Sipil Hadapi Corona, Ini Saran WHO Indonesia

Potongan DNA yang dipilah secara terarah dan diperbanyak dalam perangkat blok Thermocycler, yang secara mandiri mengatur siklus temperatur saat PCR. Prosedur tersebut akan menunjukkan, apakah ada atau sebanyak apa unsur patogen, misalnya virus corona, dalam tubuh.

Hasil tes cepat biasanya diperoleh dalam waktu satu atau dua hari. Hasilnya, apakah negatif atau positif akan diinformasikan kepada dokter dan pasien bersangkutan. Jika hasil tes virus corona positif, juga lembaga kesehatan lokal mendapat informasinya.

Setelah itu pasien akan diperintahkan untuk melakukan karantina. Jika kasusnya berat pasien harus dikarantina dan dirawat di rumah sakit yang sudah menyiapkan ruang isolasi. Sementara jika kasusnya ringan, pasien bisa dikarantina di rumah dalam kurun waktu hingga dinyatakan sembuh dan tidak menularkan virus.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Mengapa Lidah Jerapah Berwarna Biru?

Mengapa Lidah Jerapah Berwarna Biru?

Oh Begitu
Fakta-fakta Stasiun Luar Angkasa Internasional, 'Rumah' Para Astronaut

Fakta-fakta Stasiun Luar Angkasa Internasional, "Rumah" Para Astronaut

Oh Begitu
10 Makanan Tinggi Vitamin A yang Baik untuk Mata

10 Makanan Tinggi Vitamin A yang Baik untuk Mata

Oh Begitu
Mengapa Buah dan Sayur Berwarna Ungu Sangat Sehat?

Mengapa Buah dan Sayur Berwarna Ungu Sangat Sehat?

Oh Begitu
Berapa Lama Bintang Hidup?

Berapa Lama Bintang Hidup?

Oh Begitu
Manfaat Bit untuk Kesehatan yang Sayang Dilewatkan

Manfaat Bit untuk Kesehatan yang Sayang Dilewatkan

Kita
Virus Baru Ditemukan di Tempat Terdalam di Dunia

Virus Baru Ditemukan di Tempat Terdalam di Dunia

Oh Begitu
Bagaimana Cara Membuat Margarin Bebas Lemak Trans?

Bagaimana Cara Membuat Margarin Bebas Lemak Trans?

Oh Begitu
Bagaimana Warna-warni Muncul di Sayap Kupu-Kupu?

Bagaimana Warna-warni Muncul di Sayap Kupu-Kupu?

Oh Begitu
Usia Berapa Seseorang Merasa Paling Bahagia ?

Usia Berapa Seseorang Merasa Paling Bahagia ?

Kita
Apa Manfaat Pandan untuk Kesehatan?

Apa Manfaat Pandan untuk Kesehatan?

Oh Begitu
Berapa Usia Bintang Tertua di Alam Semesta?

Berapa Usia Bintang Tertua di Alam Semesta?

Oh Begitu
7 Tips Meningkatkan Kekebalan Tubuh Agar Tidak Mudah Sakit

7 Tips Meningkatkan Kekebalan Tubuh Agar Tidak Mudah Sakit

Oh Begitu
Apa Perbedaan Sinar UVA, UVB, dan UVC?

Apa Perbedaan Sinar UVA, UVB, dan UVC?

Oh Begitu
Apa Penyebab Sakit Leher di Pagi Hari?

Apa Penyebab Sakit Leher di Pagi Hari?

Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com