Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/03/2020, 19:13 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis


KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar rapid test corona segera dilakukan secara massal di Indonesia.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menjelaskan bahwa rapid test merupakan mekanisme pemeriksaan spesimen pasien terduga Covid-19 menggunakan sampel darah, bukan swab tenggorokan.

Baca juga: Jokowi Perintahkan Gelar Rapid Test Covid-19 Massal

Metode ini disebutkan memiliki keunggulan, salah satunya yaitu tidak membutuhkan laboratorium dengan biosecurity level II.

Dengan harapan, rapid test bisa dilaksanakan pada hampir seluruh RS di Indonesia.

Rapid test massal

Wakil Kepala Lembaga Eijkman Bidang Penelitian dan Fundamental, Prof Herawati Supolo Sudoyo, mengatakan bahwa rapid test yang dilakukan secara massal sebenarnya hal yang bagus untuk dilakukan.

“Kita ingin seperti Singapura, bisa melacak semua kontak, mencari sumber infeksi, dan membuat klaster. Rapid test itu mendeteksi antibodi, karena zat antibodi yang menentukan apakah seseorang itu terpapar (corona),” tutur Hera dalam Ruang Temu Online bertajuk “Peran Masyarakat Sipil Hadapi Covid-19” yang digelar CISDI, Kamis (19/3/2020).

Hera menyebutkan bahwa rapid test mudah sekali dilakukan. Namun, perlu interpretasi yang hati-hati karena hasilnya tidak selalu akurat.

Baca juga: Benarkah Virus Corona Bisa Menyebar Lewat Udara atau Airborne?

“Hasil negatif tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang itu terinfeksi. Ada kemungkinan false positive dan false negative. Sehingga kalau tidak meyakinkan, akan berpotensi menularkan kepada orang lain,” paparnya.

Hasil dari rapid test juga menurut Hera tidak akan akurat jika dilakukan pada seseorang yang immunocompromised.

Ilustrasi virus coronaShutterstock Ilustrasi virus corona

Pasien immunocompromised adalah mereka yang mekanisme kekebalan tubuhnya memiliki gangguan imunologi, seperti HIV atau penyakit kronis lainnya.

Tes massal ini boleh dilakukan untuk penapis, tetapi harus diinterpretasikan dengan sangat hati-hati. Tapi deteksi molekul adalah tes yang gold standard,” tambahnya.

Tes molekul sebagai gold standard

Sejak virus corona mewabah mulai akhir 2019, beberapa negara telah mengembangkan tes untuk mendeteksi penyakit yang diakibatkan karenanya.

“Sebenarnya sudah ada lima sampai tujuh tes yang dikembangkan oleh masing-masing negara waktu mereka menghadapi Covid-19 di negara masing-masing. Ada Jerman, Hongkong, china, Jepang, dan sebagainya,” tutur Hera.

Baca juga: Tes PCR untuk Virus Corona, Benarkah Lebih Efektif Deteksi Covid-19?

Untuk saat ini, lanjutnya, Indonesia mengikuti standar World Health Organization (WHO) dalam tes deteksi corona.

“Tapi bisa saya bilang, gold standard adalah tes molekul,” tuturnya.

Mengapa tes molekul? Hera menjelaskan bahwa hanya tes molekul yang bisa mendeteksi virus penyebab Covid-19. Namun, permasalahan di Indonesia adalah fasilitas laboratorium dengan biosafety level 3 yang terbatas.

Baca juga: Virus Corona Bencana Nasional, Sudah Saatnya Tes Massal di Indonesia

“Masalahnya di Indonesia hanya ada 10 sampai 12 laboratorium seperti itu,” lanjutnya.

Hera menyebutkan bahwa tes massal penting dan memang seharusnya dilakukan.

“Tapi jangan lupakan bahwa mengenai sensitivitas, deteksi lewat tes molekul adalah gold standard. Kalau ragu, lakukan tes molekul,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com