Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi Ungkap Sampah Luar Angkasa Mencemari Bumi

KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkap sampah luar angkasa ternyata menimbulkan polusi di sekitar Bumi.

Sebab, sampah luar angkasa seperti bongkahan roket, serta satelit mati yang terbakar saat masuk kembali ke atmosfer meninggalkan jejak logam yang sangat kecil di atmosfer planet, termasuk uap logam yang dihasilkan oleh wahana tersebut.

Saat ini, belum diketahui apa dampak dari jejak dari sampah-sampah luar angkasa ini. Namun dengan meningkatnya laju peluncuran benda ke luar angkasa, jumlah uap logam di stratosfer diperkirakan akan meningkat.

Studi mengenai dampak sampah luar angkasa ini dilakukan sekelompok tim peneliti yang dipimpin oleh fisikawan Daniel Murphy dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Mereka mengungkapkan perlunya penyelidikan terhadap uap logam di atmosfer dan proyeksi tentang bagaimana hal itu akan berubah seiring waktu.

“Saat ini, bahan tahan api dalam partikel stratosfer sebagian besar adalah besi, silikon, dan magnesium dari sumber meteorik alami,” tulis para peneliti dalam makalah baru mereka.

Namun, jumlah material dari masuknya kembali roket dan satelit tingkat atas diperkirakan akan meningkat secara dramatis dalam 10 hingga 30 tahun ke depan.

Akibatnya, jumlah aluminium dalam partikel asam sulfat stratosfer diperkirakan akan sebanding dengan atau bahkan melebihi jumlah besi meteorik, dengan konsekuensi yang tidak diketahui.

Dampak sampah luar angkasa pada Bumi

Dikutip dari Science Alert, Selasa (17/11/2023) benda luar angkasa buatan manusia pada akhirnya akan mengalami deorbit dan jatuh kembali ke Bumi.

Saat ini pun objek mulai dirancang menggunakan bahan-bahan yang akan terbakar di bagian atas atmosfer, bukannya jatuh di permukaan.

Namun tidak jelas apa yang terjadi pada produk sampingan yang menguap saat benda luar angkasa masuk kembali.

Murphy dan rekan-rekannya ingin mengetahui apakah uap dari deorbit ini masih tertinggal di stratosfer.

Mereka mengambil sampel aerosol stratosfer dan menganalisisnya menggunakan instrumen Analisis Partikel dengan Spektrometer Massa Laser (PALMS).

Tim tersebut menganalisis sekitar 500.000 tetesan aerosol untuk mencari jejak logam yang digunakan dalam pembuatan pesawat ruang angkasa. Mereka mendeteksi sekitar 20 logam.

Beberapa dari logam tersebut memiliki rasio yang konsisten dengan meteor yang menguap.

Akan tetapi logam lainnya, seperti litium, aluminium, tembaga, dan timbal, melebihi jumlah yang diharapkan dari yang dihasilkan oleh meteor.

Dari jumlah logam yang ditemukan di lapisan stratosfer, peneliti mengindentifikasi 10 persen aerosol yang berasal dari wahana luar angkasa.

Ada beberapa dampak yang dapat ditimbulkan terhadap Bumi dan atmosfer.

Kehadiran partikel-partikel ini dapat mempengaruhi bagaimana air membeku menjadi es di stratosfer, dan mempengaruhi ukuran partikel aerosol stratosfer.

Partikel juga dapat menyebabkan pengendapan garam pada partikel aerosol dan mengubah pembiasan cahaya stratosfer.

Perubahan ini mungkin tampak sepele, namun bisa menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan sehingga perlu studi lebih lanjut.

“Industri luar angkasa telah memasuki era pertumbuhan yang pesat. Dengan puluhan ribu satelit kecil yang direncanakan untuk ditempatkan di orbit rendah bumi, peningkatan massa tersebut akan menyebabkan lebih banyak peristiwa masuknya benda luar angkasa ke Bumi," tulis peneliti menyimpulkan.

Penelitian tentang dampak sampah luar angkasa terhadap Bumi ini telah dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.

https://www.kompas.com/sains/read/2023/10/21/100200023/studi-ungkap-sampah-luar-angkasa-mencemari-bumi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke