Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wayang, Seni Pertunjukan Homo Moralis

Oleh: Mikka Wildha Nurrochsyam

WAYANG adalah seni pertunjukan yang unik. Wayang tidak hanya menghibur tetapi sarat dengan pesan moral.

Seni pertunjukan wayang saat ini lebih mengutamakan kehadiran bintang tamu seperti pelawak, penyanyi, dan penari. Seringkali pergelaran wayang menampilkan hiburan vulgar dan obrolan yang seronok.

Pentas seperti itu dapat menurunkan kualitas seni pertunjukan wayang. Ekspresi manusia sebagai homo moralis (makhluk bermoral) menjadi persoalan tersendiri dalam pertunjukan wayang dewasa ini.

Akar Moralitas

Jika dicermati, wayang sebagai media untuk menyampaikan pesan moral sudah ada pada abad 1500 SM, pada masa budaya Neolitikum di Nusantara.

Cikal bakal wayang yaitu pertunjukan boneka berbayang untuk persembahan kepada hyang atau arwah leluhur. Saat bayangan boneka bergerak-gerak diyakini roh leluhur telah hadir. Ritual dipimpin oleh saman atau dalang, dengan menyampaikan pesan moral tentang kebaikan dan kepahlawanan leluhur semasa hidupnya.

Peran wayang sebagai ekspresi manusia untuk menyampaikan pesan-pesan moral berlanjut pada masa Hindu (400 M-1500 M). Saat itu, terjadi akulturasi antara budaya Hindu dan budaya lokal. Penduduk lokal dapat mengadopsi pengaruh budaya Hindu secara kreatif.

Perpaduan budaya Hindu dan budaya animisme menjadi rencana intelektual yang tinggi. Pada puncaknya melahirkan karya-karya hebat.

Dalam proses akulturasi, lahirlah wayang. Syair-syair yang indah dari epos Mahabharata dan Ramayana di India memikat penduduk setempat. Kemudian, mereka mencoba mengadopsinya ke dalam pertunjukan wayang.
Kisah tentang kepahlawanan leluhur semasa hidupnya lalu digantikan dengan epos Mahabharata dan Ramayana yang penuh dengan pesan moral.

Demikian pula pesan moral tetap berlanjut pada masa kedatangan Islam di Nusantara pada abad 7-8 M. Pertemuan Islam dengan masyarakat lokal yang beragama Hindu Buddha berlangsung secara harmonis.

Pergelaran wayang pada masa itu berfungsi sebagai media dakwah untuk menyebarkan syiar Islam. Peran Wali Songo menjadi penting. Para Wali menggunakan wayang sebagai sarana dakwah yang efektif untuk penyampai pesan-pesan moral keislaman.

Dalam masyarakat Indonesia kontemporer wayang tetap mempunyai peran untuk menyampaikan pesan-pesan moral.

Namun, pergelaran wayang tidak lagi sebagai upacara agama, atau media dakwah, tetapi mempunyai fungsi sebagai kesenian klasik yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral tentang berbagai isu sosial dan budaya dalam masyarakat.

Kreativitas dan Inovasi Dalang

Berhadapan dengan situasi masyarakat kontemporer Indonesia, dalang terdorong untuk melakukan kreasi dan inovasi dalam garap pagelarannya.

Wayang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral dalam masyarakat kontemporer antara lain tentang demokrasi, keadilan dan keterbukaan.

Kreativitas dan inovasi dalang dapat dilihat dari garap lakon, garap adegan, garap tokoh, garap catur (ungkapan bahasa dalang), garap sabet (gerakan wayang) maupun garap iringan (musik).

Ki Seno Nugroho misalnya terkenal karena menggarap tokoh Bagong. Meskipun sebagai seorang abdi raja Bagong di tangan Ki Seno menjadi cerdas dan argumentatif.

Tokoh Bagong menyampaikan pesan-pesan moral tentang kebebasan berpendapat dan keterbukaan. Sering kali Bagong tampil dengan sikap berani mengkritik tuannya dan tokoh kelas atas yang dianggapnya keliru.

Bagong menjadi sosok wayang yang mewakili rakyat bawah yang kritis.

Di Bali I Wayan Nardayana melakukan garap tokoh dengan menampilkan rakyat jelata bernama Nang Klenceng dan Nang Eblong, selanjutnya Wayangnya dikenal dengan nama Wayang Cenk Blonk.

Wayang ini menarik perhatian masyarakat karena penampilan kedua tokoh rakyat tersebut sangat kritis terhadap persoalan-persoalan sosial.

Nardayana mampu membawakan dialog-dialog yang menarik dalam adegan-adegan yang dipentaskan. Kedua tokoh ini muncul dalam setiap kesempatan, memberikan nasihat-nasihat, namun dapat juga melakukan kritikan-kritikan yang tajam terhadap persoalan-persoalan yang tidak adil dalam masyarakat.

Dalam pergelaran wayang klasik biasanya tokoh raja-raja dan kesatria menjadi peran utama. Sebaliknya dalam wayang Ceng Blonk, tokoh rakyat yang menguasai panggung.

Nardayana telah menggeser pertunjukkan wayang yang terkesan feudal menjadi pertunjukan wayang yang terbuka dan demokratis. Dalam era demokratis rakyat ingin melihat dirinya berperan dalam pentas di panggung.

Wayang Cenk Blonk dan tokoh Bagong garapan Ki Seno Nugraha merefleksikan peran dominan rakyat ditampilkan dalam sebuah pentas seni yang menghibur.

Menurunnya Kualitas Pergelaran Wayang

Problem moral hadirnya bintang tamu dan peran sinden dalam pentas bukan persoalan yang baru dalam dunia pewayangan. Pada awal Era Reformasi di Indonesia isu mengenai kualitas seni pertunjukan yang dikuasai hiburan-hiburan yang vulgar ini sempat muncul.

Organisasi pewayangan seperti SENAWANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) dan PEPADI Pusat (Persatuan Pedalangan Indonesia) saat itu sangat gencar menyuarakan suara moral dari seni pertunjukkan wayang.

Hasilnya, pertunjukan wayang yang terkesan hura-hura itu untuk beberapa tahun lamanya dapat diredam. SENAWANGI dan PEPADI Pusat pada saat itu secara aktif juga menyuarakan upaya mengembalikan peran dan fungsi dalang sesuai dengan Etika Pedalangan.

Pada saat ini suara moral untuk menyerukan peran dan fungsi dalang dalam masyarakat tidak terdengar. Akibatnya, garap pergelaran wayang berkembang tidak terkontrol.

Karena itu penting untuk mengingatkan kembali kepada para dalang mengenai peran dan fungsinya sebagai guru dan pendidik masyarakat yang berpedoman pada etika pedalangan.

Jika pergelaran wayang masih carut marut seperti sekarang dikhawatirkan generasi muda akan mengenal wayang sebagai warisan budaya yang penuh hura-hura dan lawakan-lawakan yang seronok, bukan sebagai karya masterpiece warisan lisan dan tak benda manusia yang luar biasa.

Mikka Wildha Nurrochsyam
Peneliti Madya Pusat Riset Budaya dan Masyarakat - BRIN

https://www.kompas.com/sains/read/2023/05/04/160000723/wayang-seni-pertunjukan-homo-moralis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke