Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Kanker Payudara Bisa Kambuh Kembali? Ini Kata Ahli

Melansir informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2 Februari 2022, kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia, dan menjadi penyumbang kematian terbanyak akibat kanker.

Data Globocan tahun 2020 menunjukkan, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6 persen) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Sedangkan, jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22.000 jiwa kasus.

Lantas, bagaimana kanker payudara bisa kambuh?

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban menjelaskan, sewaktu pengobatan kemungkinan masih ada sel-sel kanker yang tidak terdeteksi.

“Sel-sel itu berkembang dan menyebar, yang kemudian terdeteksi dokter,” jelas Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/7/2022).

Terdeteksinya kanker tersebut dapat melalui perabaan dokter karena ada benjolan atau sewaktu bone scan atau cek darah CA 15.3.

Terkait dengan kekambuhan, bila terjadi di tempat asal kanker muncul disebut residif lokal. Namun, kekambuhan juga dapat muncul di kelenjar getah bening atau jaringan dekat payudara (residif regional).

“Dapat pula terjadi kekambuhan di organ atau jaringan lain, misalnya hati, tulang, dan paru-paru,” papar Zubairi.

Ia menegaskan, perlu dipastikan apakah sama seperti jenis sel kanker terdahulu atau bukan.

“Jenis sel kanker ini kan tidak tergantung dari tempat ditemukan, bisa saja di luar payudara, di kelenjar, atau di tulang. Dokter akan memastikannya,” tuturnya.

Tak seperti kanker yang lain, pengobatan kanker payudara residif cukup sering memberikan hasil yang memuaskan walaupun mungkin akan kambuh lagi.

Bagaimana mengurangi kemungkinan penyebaran dan kekambuhannya?

Zubairi membenarkan jika kanker payudara cenderung tumbuh di area payudara, bahkan dahulu orang mengira kanker payudara adanya hanya di daerah payudara.

Namun, kemudian terbukti bahwa kanker payudara cenderung kambuh dan menyebar keluar, seperti kelenjar getah bening, tulang, liver, paru, bahkan bisa ke otak.

Selain tindakan pembedahan untuk membuang kanker, lanjut dia, dokter juga melanjutkan pengobatan dengan radioterapi dan kemoterapi.

“Beberapa pasien memerlukan pengobatan target dan juga hormonal,” jelas dia.

Untuk pengobatannya, pemilihan jenis obat tergantung beberapa faktor seperti status hormonal, lokasi kekambuhan, selang waktu sampai kambuh, respons pengobatan sebelumnya, dan status menopause.

Nyeri pada kanker

Zubairi menjabarkan, terdapat sekitar 30-50 persen terjadi nyeri pada pasien yang sedang mengalami pengobatan.

Selain itu, nyeri juga dialami sebagian besar pasien kanker tahap lanjut atau kanker yang kambuh, yakni sekitar 70-90 persen.

“Sebetulnya 90 persen nyeri bisa diatasi dengan efektif menggunakan cara yang relatif sederhana,” tuturnya.

Namun pada kenyataannya, seringkali pasien datang dengan keluhan nyeri dengan tidak benar, padahal pengelolaan nyeri yang tepat terbukti meningkatkan kualitas hidup pasien.

“Keluhan nyeri adalah poin penting yang harus ditanyakan dokter di tiap rumah sakit. Sama pentingnya dengan pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan nadi,” ujar Zubairi.

Lebih lanjut, terdapat beberapa prinsip penanggulangan nyeri kanker yang perlu dipahami sebagai berikut:

1. Prinsip pendekatan tim, artinya diperlukan kerja sama yang erat antara pasien, keluarga, dan petugas kesehatan.

2. Perlu sekali di dalam tim tersebut membahas secara terbuka tentang nyeri dan penanggulangannya.

3. Pasien perlu diberi semangat agar tetap aktif, yang amat perlu mendapat dukungan dari dokter dan perawat.

“Yang jelas, nyeri pada pasien kanker dapat disebabkan langsung oleh kankernya sendiri atau sebagai akibat tidak langsung. Nyeri kanker juga ditimbulkan oleh penyakit lain, yang bersamaan atau berkaitan dengan pengobatan,” pungkas dia.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/07/170000523/bagaimana-kanker-payudara-bisa-kambuh-kembali-ini-kata-ahli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke