Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Siklus Covid-19 Berlangsung 2 Bulan, Bagaimana dengan Varian Omicron?

KOMPAS.com - Penelitian yang dilakukan melalui data kasus Covid-19 di Amerika Serikat tahun 2021 lalu menunjukkan, bahwa penyakit ini memiliki siklus yang berlangsung selama dua bulan. Terutama pada varian Delta.

Seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (6/10/2021), kasus Covid-19 dari awal pandemi tampaknya mengikuti satu pola di mana jumlahnya akan naik sekitar dua bulan, dan menurun selama dua bulan juga.

Pola ini terlihat pada varian Delta yang sebelumnya mendominasi di berbagai negara seperti Inggris, Thailand, Perancis, Spanyol dan Indonesia.

Lantas, apakah varian Omicron memiliki siklus Covid-19?

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman menjelaskan, bahwa sebenarnya siklus Covid-19 yang berlangsung sekitar dua bulan ini bukan hanya terkait dengan varian virus.

Namun, erat kaitannya dengan penyakit Covid-19 itu sendiri.

"Siklus ini menunjukkan bahwa Covid-19 akan menjadi penyakit epidemi, artinya kita akan melihat bahwa penyakit ini akan menyebar, bersirkulasi di kelompok baik yang belum divaksinasi atau pada kelompok yang sudah divaksinasi," papar Dicky kepada Kompas.com, Senin (17/1/2022).

Di sisi lain, banyak penyakit serupa, tak hanya Covid-19 yang telah menjadi wabah termasuk pandemi dan memiliki siklus penyakit yang sama. Misalnya, penyakit campak yang masih menjadi epidemi di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

"Ini yang akan terjadi, kecenderungan sejauh ini dari Covid-19. Sehingga kita melihat bahwa Covid selain menjadi penyakit epidemi, (kasusnya) naik-turun, punya siklus dua atau tiga bulan pada level global. Juga adanya pola atau tren penurunan atau kenaikan kasus, itulah pola sifat dari epidemi," sambungnya.

Dicky menjelaskan bahwa setiap penyakit epidemi akan mengikuti pola atau siklus ini sampai nantinya ada vaksin yang bisa mencegah agar seseorang tidak terinfeksi.

Selain itu, siklus Covid-19 akan terjadi hingga vaksin dapat mencegah mereka yang sudah terinfeksi untuk tidak menularkan virus.

Akan tetapi, menurutnya vaksin Covid-19 yang ada saat ini belum mampu untuk mencegah penularan dan infeksi virus corona secara signifkan pada orang yang sudah divaksinasi maupun yang belum divaksin.

"Ini artinya, untuk konteks Covid kita akan melihat pola yang terus sama. Namun, jedanya, jaraknya, dampaknya akan dipengaruhi oleh kekuatan dari vaksinasi, dan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjauhi kerumunan, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas)," katanya.

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa untuk mengurangi potensi ledakan kasus, penemuan vaksin yang efektif dan vaksin yang bisa memproteksi dengan durasi panjang sangat dibutuhkan di tengah ancaman gelombang kasus Omicron.

Dia menambahkan, saat ini selain vaksinasi Covid-19 pemerintah dapat mengombinasikannya dengan 3T (tracing, tracking, testing) serta memberlakukan pengetatan dari sisi kesehatan publik, untuk mencegah lonjakan kasus yang disebabkan varian Omicron.

"Misalnya ada upaya yang kuat seperti lockdown, tapi enggak mungkin terus-terusan. Kita belum ada obat yang sifatnya efektif banget dalam memberikan pencegahan penularan," terang Dicky.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/17/190200123/siklus-covid-19-berlangsung-2-bulan-bagaimana-dengan-varian-omicron

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke