Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pakar UGM: Perempuan Paling Rentan Terjerat Pinjol, Kenapa?

KOMPAS.com - Banyak masyarakat Indonesia yang terjerat bunga tinggi dari industri pinjaman online (pinjol). Namun, ternyata kebanyakan perempuan paling rentan terjerat pinjol.

Kasus-kasus pinjaman online berbunga tinggi yang banyak dialami masyarakat, terus bermunculan. Selain menimbulkan dampak sosial hingga psikologis.

Bahkan, tak sedikit akibat dari fenomena ini menyebabkan banyaknya tindak kejahatan, berupa penipuan yang merugikan masyarakat.

Dosen Sosiologi FISIPOL UGM, Wahyu Kustiningsih, S.Sos., M.A. mengatakan bahwa perempuan adalah kelompok yang rentan terjerat pinjaman online, terlebih di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini.

Kenapa perempuan rentan terjerat pinjol?

"Karena keterdesakan kebutuhan ekonomi, di sisi lain secara administratif, pinjol yang mudah diakses untuk membantu mereka," kata Wahyu saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/10/2021).

Wahyu mengatakan bahwa ada banyak faktor yang melatarbelakangi perempuan begitu rentan terhadap hal ini.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pandemi ini telah meningkatkan beban perempuan, yang membuat mereka kemudian menjadi kelompok rentan terhadap jeratan pinjol.

Selama pandemi Covid-19, kata Wahyu, tidak sedikit perempuan, terutama ibu rumah tangga yang harus menerima kenyataan suaminya yang bekerja di sektor informal, pendapatannya mengalami penurunan.

"Karena misal pemasukan keluarga dari pasangan yang menurun, lalu kebutuhan pendidikan anak, seperti pulsa dan lain-lain," jelas Wahyu.

Wahyu menambahkan, selain mengurus pekerjaan domestik, perempuan juga harus mendampingi anak sekolah dari rumah. Belum lagi jika perempuan juga bekerja.

"Di sisi lain pendapatan suami menurun akibat pandemi, dan ada juga yang terkena PHK, sementara kebutuhan terus meningkat," imbuhnya.

Kondisi inilah, kata Wahyu, yang kemudian menjawab mengapa mayoritas perempuan, terutama di pedesaan menjadi korban pinjol.

Mereka pun mau tidak mau mengambil jalan pintas melalui pinjol yang memberikan pinjaman dengan syarat dan ketentuan yang mudah, serta proses pencairan dana yang cepat.

Stigma melekat pada perempuan korban pinjol

Seperti disampaikan Wahyu dalam rilis UGM, dalam kondisi desakan ekonomi yang dipilih masyarakat, pinjol menjadi jalan pintas untuk menyambung hidup.

Lebih lanjut Wahyu mengatakan bahwa saat sudah terjerat pinjol, biasanya perempuan korban pinjol tidak lepas dari adanya pelabelan atau stigma dari masyarakat.

Beberapa stigma yang kerap muncul antara lain, dianggap tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, dianggap konsumtif, tukang utang dan lain sebagainya.

Tak jarang, stigmatisasi yang muncul tersebut menjadikan perempuan korban pinjol tertekan hingga bunuh diri karena tidak kuat menahan malu.

Maraknya kasus masyarakat yang terjerat pinjol ini, imbuh Wahyu menunjukan sistem sosial (supporting system) di masyarakat tidak bekerja.

Korban merasa sendiri dan buntu di tengah desakan ekonomi, namun masyarakat tidak memberikan dukungan.

Oleh sebab itu, Wahyu menekankan perlunya memperkuat supporting system di lingkungan masyarakat.

Saat ada salah satu warga yang terjerat pinjol diharapkan tetangga dapat memberikan dukungan atau bantuan dalam mencari solusi.

“Masyarakat bisa menginisiasi gerakan bersama menghadapi krisis saat pandemi termasuk persoalan ekonomi seperti pinjol semisal dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil. Kalau ini tidak dilakukan akan banyak yang tertekan sehingga solidaritas sosial penting,” jelas Wahyu.

Teknologi yang berkembang pesat saat ini, juga membuat perempuan rentan menjadi korban tindak kriminalitas. Sebab, hingga saat ini masih ada gap penguasaan teknologi di antara laki-laki dan perempuan.

Seperti diketahui pandemi Covid-19 mengubah seluruh aspek kehidupan dari aktivitas luring menjadi daring.

Rendahnya literasi digital terkait industri pinjol

Paparan terhadap pinjol di masyarakat pun menjadi semakin besar. Namun, kondisi ini belum diikuti dengan literasi dan edukasi yang baik bagaimana menggunakan teknologi secara bijak.

Wahyu menambahkan bahwa gap literasi digital antara laki-laki dan perempuan yang juga berkaitan dengan risiko.

"Social support yang minim di masyarakat, sehingga seolah mereka menghadapi isu krisis sendiri," papar Wahyu.

Oleh sebab itu, penting literasi digital dilakukan untuk menekan risiko pinjol.

Edukasi terkait dampak pinjaman online perlu diperkuat untuk menekan risiko munculnya korban-korban pinjol lainnya.

“Fenomena ini akan terus terjadi sehingga menjadi PR (pekerjaan rumah) untuk bisa mendampingi masyarakat,” ungkap Wahyu.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/12/180300523/pakar-ugm-perempuan-paling-rentan-terjerat-pinjol-kenapa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke