Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Pasien Covid-19 Bisa Alami Gejala Tersembunyi Happy Hipoxia?

KOMPAS.com - Happy hypoxia yang disebut bisa menyebabkan pasien Covid-19 meninggal dunia tanpa gejala, membuat masyarakat khawatir.

Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan bahwa sebenarnya, secara umum ketika ada suatu infeksi di paru dan jaringan paru, sangat mungkin mengalami hipoksemia.

Hipoksemia adalah kondisi rendahnya kadar oksigen di dalam darah. Sementara, hipoxia merupakan akibat yang terjadi, ketika rendahnya kadar oksigen sudah mencapai jaringan darah.

Umumnya, seseorang yang mengalami hipoksemia sebenarnya memiliki gangguan atau keluhan, diantaranya seperti berikut.

- Sesak napas

- Lelah

- Pusing, sakit kepala bahkan disertai dengan pingsan

- Napas lebih pendek (dispnea)

- Percepatan detak atau denyut jantung

- Perubahawan warna kulit bisa menjadi biru pada ujung jemari dan bibir

- Tubuh kehilangan keseimbangan

Sedangkan, pada silent hipoksemia atau banyak dikenal dengan happy hypoxia adalah kondisi rendahnya saturasi oksigen dalam darah dan jaringan, tetapi tidak memiliki keluhan atau gejala secara fisik.

Ironisnya, happy hypoxia ini justru dikabarkan menyebabkan kematian tanpa gejala pada pasien yang positif terinfeksi virus SARS-CoV-2.

Lantas, kenapa happy hypoxia atau silent hipoksemia bisa terjadi pada pasien Covid-19?

Agus menegaskan, hingga saat ini, belum ada penjelasan ilmiah secara pasti dan jelas terkait happy hypoxia yang dialami oleh pasien terinfeksi positif Covid-19.

"Namun suatu hipotesis atau suatu teori dari berbagai jurnal, menyatakan adanya kemungkinan terjadi gangguan sistem reseptor dan jarak pada jaringan saraf yang memberi peringatan pada sistem saraf pusat," jelas Agus kepada Kompas.com, Kamis (3/9/2020).


Pada kondisi normal, ketika seseorang kadar oksigen di dalam darahnya rendah, maka akan berpengaruh pada reseptor di dalam pembuluh darahnya.

Reseptor ini akan menimbulakn suatu peringatan di area saraf ke sistem saraf pusat, sehingga akan menimbulkan suatu respons atau perasaan sesak napas.

Kemudian, sistem saraf pusat juga akan merespons bagaimana meningkatkan oksigen dalam darah kita, yaitu dengan meningkatkan frekuensi napas dan menimbulkan sensasi rasa sesak napas.

Agus berkata, secara alami tubuh kita akan memberikan respons fisiologi yang sudah diciptakan, ketika hipoksemia terjadi di dalam tubuh.

Sehingga ketika darah di dalam tubuh kekurangan oksigen dengan saturasi di bawah 94, maka akan ada suatu mekanisme respons dari tubuh melalui sistem saraf pusat yang ada di otak.

Sistem saraf pusat yang ada di otak inilah yang akan memerintahkan, agar kadar oksigen dinaikkan dengan meningkatkan frekuensi napas.

"Makanya kalau kita sesak itu biasanya napas kita ngos-ngosan, jumlah napasnya meningkat," ujarnya.

Frekuensi napas pada kondisi normal bisa terjadi 15-20 per menit. Sementara, pada kondisi gangguan sesak napas, frekuensi bernapas bisa meningkat yaitu sekitar 30-50 per menit.

"Itu adalah bentuk respons tubuh, bagaimana tubuh meningkatkan jumlah asupan oksigen, tapi itu tidak terjadi pada kasus Covid-19," kata dia.

Oleh sebab itu, Agus menuturkan dugaan sementara penyebab terjadinya silent hipoksemia atau happy hypoxia pada pasien Covid-19 adalah pengaruh dari virus SARS-CoV-2 itu sendiri.

"Jadi sementara ini, disinyalir virus SARS-CoV-2 ini mengganggu reseptor yang ada di dalam mekanisme saraf tersebut," kata Agus.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/05/110500823/mengapa-pasien-covid-19-bisa-alami-gejala-tersembunyi-happy-hipoxia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke