Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi Awal Remdesivir, Hasilnya Menjanjikan untuk Pasien Corona

KOMPAS.com - Laporan yang terbit di jurnal Lancet, Rabu (29/4/2020) memberikan harapan terkait remdesivir untuk pengobatan Covid-19.

Hasil awal dari uji klinis yang melibatkan lebih dari 1.000 orang menunjukkan bahwa obat antivirus remdesivir dapat mempercepat pemulihan dan akan dijadikan standar perawatan di AS.

Menurut studi awal yang melibatkan responden dalam jumlah besar itu menunjukkan, obat ini efektif mempersingkat waktu pemulihan pasien Covid-19.

Dalam studi itu, obat remdesivir diketahui mengganggu replikasi beberapa virus, termasuk virus SARS-CoV-2 yang bertanggung jawab atas pandemi global saat ini.

Anthony Fauci selaku direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular AS (NIAID) mengumumkan pada Rabu (29/4/2020) bahwa hasil uji klinis awal menunjukkan, orang yang mengonsumsi obat remdesivir rata-rata pulih dalam 11 hari. Sementara pasien Covid-19 yang mengonsumsi plasebo, rata-rata pulih dalam 15 hari.

Plasebo adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang bertujuan sebagai variabel kontrol dalam sebuah uji klinis.

"Obat ini memang hanya membantu kesembuhan sebanyak 31 persen, belum 100 persen. Kendati demikian, bukti tetap menunjukkan bahwa obat ini (remdesivir) dapat memblokir virus SARS-CoV-2," ungkap Fauci seperti diberitakan Nature, Rabu (29/4/2020).

Selain mempercepat pemulihan pasien, Fauci juga mengatakan bahwa kematian akibat Covid-19 lebih rendah saat pasien mengonsumsi remdesivir. Namun perlu digarisbawahi, hal ini tidak memperlihatkan hasil signifikan secara statistik.

Dikatakan Fauci, waktu pemulihan yang lebih cepat sangat terlihat.

Setelah membuktikan obat remdesivir dapat memulihkan pasien lebih cepat, peneliti memutuskan untuk menghentikan uji coba lebih awal.

Hal ini lantaran peneliti ingin memberikan remdesivir ke pasien yang sebelumnya diberi plasebo.

Fauci menambahkan, remdesivir akan dijadikan pengobatan standar untuk Covid-19 di AS.

"Ada banyak fokus pada remdesivir yang berpotensi menjadi kandidat suntikan obat terbaik dalam melawan Covid-19," kata ahli virus Stephen Griffin di Universitas Leeds, Inggris.

Uji klinis untuk obat remdesivir tidak hanya dilakukan NIAID.

Pekan lalu (23/4/2020), hasil uji klinis obat antivirus remdesivir bocor.

Dalam uji coba yang dijalankan produsen remdesivir, Gilead Science dari Foster City, California, lebih dari setengah 453 pasien Covid-19 dengan gejala akut pulih dari penyakit mereka dalam waktu dua minggu setelah perawatan.

Namun, penelitian ini tidak menggunakan variabel kontrol plasebo, sehingga hasilnya sulit untuk ditafsirkan.

Sementara itu, percobaan lain dengan sampel lebih kecil tidak menemukan manfaat dari remdesivir bila dibandingkan dengan plasebo.

Studi ini dihentikan lebih awal karena kesulitan dalam mendaftarkan peserta karena merebaknya wabah di China.

Juru bicara Gilead Science, Amy Flood, tidak mau terlalu banyak berkomentar terkait hasil studi yang bocor itu.

Pihak produsen sendiri yakin bahwa remdesivir dapat memberi harapan untuk kesembuhan pasien Covid-19.

Mereka pun enggan menarik kesimpulan apapun dan meminta kita menunggu hasil penelitian terkait remdesivir yang dilakukan ilmuwan lain.

Uji coba berskala kecil

Informasi tentang remdesivir yang saling bertentangan membuat orang bingung selama beberapa minggu terakhir.

Di saat kita kebutuhan untuk terapi Covid-19 semakin mendesak, uji klinis dengan jumlah kecil dan tanpa melibatkan kelompok kontrol menjadi umum digunakan.

Dengan hal ini banyak ketidakpastian yang terjadi. Para pengamat remdesivir pun menunggu dengan cemas untuk hasil akhir dari uji klinis NIAID, yang diprediksi ada akhir Mei nanti.

Di saat para ilmuwan memperkirakan bahwa ketersediaan vaksin membutuhkan waktu lebih dari setahun, pencarian obat yang efektif melawan Covid-19 akan sangat penting untuk mengurangi kematian.

Hasil NIAID terkait remdesivir memberikan harapan baru untuk pasien Covid-19.

"Ini mungkin bukan obat ajaib yang dicari semua orang, tetapi jika Anda dapat mencegah beberapa pasien berada di masa kritis dengan obat ini, itu cukup baik," kata Griffin.

Fauci mengatakan temuan itu mengingatkannya pada penemuan pada 1980-an bahwa obat AZT membantu memerangi infeksi HIV.

Klinis acak dan terkontrol pertama hanya menunjukkan peningkatan sederhana, katanya, tetapi para peneliti terus membangun keberhasilan itu, akhirnya mengembangkan terapi yang sangat efektif.

Untuk saat ini, katanya, remdesivir akan menjadi pengobatan standar untuk COVID-19.

Pada Februari, para peneliti menunjukkan bahwa obat itu mengurangi infeksi virus dalam sel manusia yang tumbuh di laboratorium.

Gilead mulai meningkatkan produksi remdesivir jauh sebelum hasil NIAID keluar.

Pada akhir Maret, perusahaan telah memproduksi obat yang cukup untuk merawat 30.000 pasien.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/30/190000223/studi-awal-remdesivir-hasilnya-menjanjikan-untuk-pasien-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke