BAGI para perencana kota di Indonesia, IKN memasuki babak baru. Sejak Juli 2017, saya mulai menulis dan aktif memantik berbagai diskusi di kalangan perencana kota tentang aspek-aspek perencanaan IKN.
Perencana kota sebagai teknokrat tidak berposisi pro dan kontra, melainkan berkewajiban memberikan pemikiran teknokratik terhadap proses perencanaan kota baru ini.
Siapa yang dimaksud kalangan perencana kota Indonesia?
Mereka adalah lulusan Perencanaan Wikayah & Kota (PWK) berbagai strata kesarjanaan, yang bekerja sebagai perencana di kementerian dan lembaga-lembaga negara.
Selain itu juga di birokrasi pemerintah baik provinsi dan kota atau kabupaten, maupun yang berprofesi jasa layanan profesi PWK atau tenaga ahli konsultan.
Perencana kota adalah sebuah profesi. Sekolahnya pun khusus yaitu Perencanaan Wilayah dan Kota yang kini ada lebih dari 40 prodi di seluruh Indonesia.
Sertifikasi profesinya pun jelas dari Lembaga Sertifikasi Profesi Perencanaan Wilayah Kota Ikatan Ahli Perencanaan (IAP).
Tentu ada juga perencana di bidang-bidang yang tidak langsung berhubungan dengan teknokratik penyusunan dokumen rencana, seperti di lembaga pembiayaan multilatetal, non-government organization (NGO), lembaga internasional, pembangunan infrastrukur dan lainnya
Sejak 2017, isu IKN mulai dibahas di ruang-ruang diskusi profesi IAP maupun lintas profesi bersama arsitek di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Mulai dari bincang di kedai kopi samping stasiun Dukuh Atas, sampai beberapa seminar dan audiensi dengan Presiden RI menyampaikan kegusaran bersama atas proses perencanaan yang sedang berjalan.
Bahkan, bersama asosiasi kita datangkan 700-an perencana dari seluruh dunia dan tetangga, dalam Kongres Dunia Internatiomal Society of City & Regional Planners (ISOCARP) di Jakarta 2019, dengan IKN menjadi salah satu agenda utama.
Di situ lahir Deklarasi Jakarta ISOCARP-IAP yang berisi antara lain semangat memanfaatkan teknologi sebagai solusi meningkatkan kelayakhunian, keadilan dan transparansi.
Deklarasi tersebut juga menuntut penggunaan berbagai teknik, metodologi dan platform imernasional dalam pencapain target-target New Urban Agenda dan SDGs.
Walapun maksud hati memicu banyak diskursus, namun tak kurang kurang, sebagian kalangan perencana seperti penonton sepak bola. Lebih seru di tribun daripada pemain di lapangan.
Begitulah mungkin dunia perencanaan kota kita saat ini.
Waktu terus berjalan, kini Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN sudah berupa Undang-Undang (UU). Babak politik di lapangan tengah sudah kulminasi.
Saatnya para perencana move on dan mulai memikirkan penyempurnaan dokumen rencana IKN dan implementasinya.
Bagaimana kita menurunkan rencana implementasi visi IKN 2045 dengan IKN Nusantara harus mencapai reputasi sebagai Kota Dunia untuk Semua.
Tercatat ada tiga poin, yaitu menjadi kota terdepan di dunia dalam hal daya saing, menjadi 10 besar livable city di dunia, dan mencapai net zero-carbon emission dan 100 persen energi terbarukan.
Sisi peliknya bagi para perencana Indonesia, membangun di Kalimantan berarti kita menjadi perhatian bersama dunia.
Kini saatnya perencana Indonesia masuk ke lapangan.
Apakah kita mau terus menjadi kalangan profesi bagian dari pergunjingan "kita tidak pernah berhasil membangun kota baru"?
Apakah kita selamanya akan memelihara budaya pembenaran “pemutihan” guna lahan saja?
Selamat datang babak baru profesi perencana kota Indonesia!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.