Bukan tanpa sebab, usai mendapatkan UGK sebesar Rp 4 miliar, Jumirah mengaku didatangi oknum kepala dusun (kadus) beserta perangkatnya.
UGK yang diberikan tersebut meliputi uang ganti lahan Rp 3 miliar, dan Rp 1 miliar uang ganti pohon jati.
Kemudian, Jumirah mengaku diminta untuk mengembalikan uang ganti rugi sebesar Rp 1 miliar oleh Kepala Dusun Balekambang Hartomo karena dianggap ada kelebihan bayar.
Kelebihan bayar itu disebut bermuara pada kesalahan perhitungan terhadap nilai ganti kerugian atas pohon jati saat diverifikasi oleh tim appraisal pengadaan tanah Tol Yogyakarta-Bawen.
Pohon jati milik Jumirah disebut berukuran kecil, akan tetapi saat penghitungan dimasukkan kategori sedang. Sehingga diklaim terjadi kesalahan dan kelebihan uang ganti rugi.
Karena merasa ada kejanggalan, wanita berusia 63 tahun enggan memberikan uang yang diminta. Apalagi, uang yang diterimanya telah dibagikan kepada saudara-saudara.
Menanggapi polemik ini, Direktur Pengadaan dan Pendanaan Lahan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Qoswara menjelaskan, prinsip proses pengadaan tanah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh berbagai stakeholders.
"Posisi LMAN berada di hilir dalam melakukan pembayaran uang ganti kerugian," ujar Qoswara kepada Kompas.com, Jumat (14/04/2023).
Soal kelebihan pembayaran pada proyek Jalan Tol Jogja-Bawen, Qoswara menyarankan, sebaiknya dikomunikasikan dengan Panitia Pengadaan Tanah (P2T).
Lantas, bagaimana proses pembayaran dana pembebasan lahan yang dilaksanakan oleh LMAN?
Mengutip laman Instagram resmi LMAN @blu.lman, ada delapan tahapan yang harus dilalui sebagai berikut:
https://www.kompas.com/properti/read/2023/04/18/134353521/menyoal-kelebihan-bayar-rp-1-miliar-dari-pembebasan-lahan-tol