Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Via Ferrata, dan Perlunya PMO Kelas Dunia di Ibu Kota Nusantara

Setiap petualang dan pendaki gunung pasti mengenal via ferrata.

Jalan besi, atau via ferrata dalam bahasa asli Italia adalah satu kata yang sangat akrab dengan para pendaki gunung.

Pada zaman perang dunia pertama, jalur perjalanan logistik melewati pegunungan dinding batu terjal dan berbahaya dilakukan dengan memasang patok besi, pijakan buatan, tempat pegangan tangan, tangga fan jembatan.

Jalur via ferrata hanya bisa dibuat oleh ahlinya. Untuk menjamin keselamatan, struktur ini menjadi pijakan dan pegangan guna mencapai puncak.

Bahkan, sekarang dengan maraknya hobi trekking, para pendaki pemula pun akrab dengan via ferrata sebagai obyek wisata

Seperti obyek panjat Gunung Parang. Di sana turis awam menikmati sensasi panjat tebing dan memacu adrenalin menantang bahaya.

Sama seperti isu negara merencana Ibu Kota Nusantara (IKN), yang bagaikan jurang curam dan terjal.

Namun banyak obrolan rencana IKN kelihatannya hanya di kalangan yang justru awam dalam bidang perencanaan kota.

Kemajuan teknologi perangkat lunak, media sosial, dan aliran informasi yang meluap-luap membuat siapapun warga, pengamat sampai politisi bisa mendadak jadi ahli.

Obrolan IKN pasca penetapan Undang-undang (UU) Nomor 3 tahun 2022 kebanyakan hanya common sense tentang cara memecahkan masalah kota, paling jauh seputar legitimasi UU IKN.

Orang-orang yang sering jalan-jalan di banyak kota dunia, pemerhati solusi masalah sosial kota, atau sekadar yang terusik oleh ketidakadilan hidup di kota, akan mudah nimbrung ke ranah diskusi isu perkotaan (urban issues).

Wajar kini makin banyak pengamat dan pemerhati perkotaan dadakan mengalami adrenalin rush soal IKN.

Padahal perlu diketahui, teknis merencana kota adalah ilmu dan profesi yang diatur negara.

Ahli perencana kota harus mampu menavigasi optimisme politik, dan kerap harus menghadapi fakta sebaliknya, misalnya antitesis dari tujuan rencana membangun kota baru itu sendiri.

Contoh antitesis ini seperti isu konflik lahan di IKN yang saat ini sedang marak dibicarakan. Tiba-tiba saja masyarakat setempat berseru mengenai lahan mereka yang merasa diserobot pemerintah.

Contoh lain, debat soal dengan kata-kata indah seperti sustainable, smart, green, ten minutes city, innovative, dan lain-lain, kini harus berhadapan dengan realita ketidaktersediaan anggaran.

Yang cukup mengkhawatirkan, justru kalangan perencana kota di Indonesia masih banyak yang sunyi senyap. Atau paling-paling hanya ikut diskusi-diskusi common sense saja.

Padahal, untuk menyusun produk hukum statutory plan tata ruang termasuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pulau Kalimantan, RTRW Kalimantan Timur, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan IKN, RRencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dipersyaratkan keahlian khusus perencanaan wilayah dan kota.

Prasyarat pendidikan perencanaan wilayah dan kota, dan tata cara merencana ini dituangkan dalam pedoman penyusunan rencana tata ruang yang diatur ketat melalui Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Persyaratan minimal pengalaman teknis dan lisensi untuk berpraktek, dikeluarkan oleh asosiasi profesi melalui Lembaga Sertifikasi Profesi Perencana Kota dan Wilayah berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketegakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Kini target pemerintah pemindahan ibukota sekarang dan segera menjadi tantangan bagi perencana kota Indonesia.

Para perencana kota harus mau basah tangan, terutama mereka yang ada di tiga kementerian utama yaitu Bappenas, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Ada beberapa risiko yang harus menjadi perhatian para perencana Indonesia.

Harus dipastikan pembangunan IKN tidak berakhir dengan ketimpangan ekonomi yang mengakibatkan jurang lebar seperti Brasilia.

Perjalanan mengimplementasi rencana dalam pembangunan IKN akan terjal dan sulit.

Via Ferrata membuat jalur curam berbahaya menjadi lebih dapat dilalui. Nampaknya perlu via ferrata dalam pembangunan IKN.

Selain ituu, perlu ada yang bekerja menyiapkan jalur aman minimal untuk dua hal, yaitu integrasi dokumen produk perencanaan IKN yang telah disusun oleh satgas-satgas IKN di kementerian.

Dan mengaktifkan project management office (PMO) kelas dunia untuk membantu kerja Otorita IKN.

Dibuatkan fondasi proses kerja sekokoh besi di dinding batu terjal, agar pelaksanaan pembangunannya ke depan bisa lebih dipastikan keberlanjutannya.

Jangan lupa, walau ada via ferrata summit ke puncak nampak mudah, namun belum tentu cepat.

Bisa berhari-hari menguras tenaga, bahkan pendaki berpengalaman pun bisa tidak sampai di puncak!

https://www.kompas.com/properti/read/2022/03/20/060000721/via-ferrata-dan-perlunya-pmo-kelas-dunia-di-ibu-kota-nusantara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke