Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sengkarut Mandalika, Tumpang Tindih Hak Tanah dan Ganti Rugi Tak Dibayar

Amaq adalah warga pemilik lahan seluas 1,05 hektar di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Mandalika atau The Mandalika yang belum mendapatkan ganti rugi lahan.

Lahan tersebut sudah dikuasainya sejak tahun 1973 dengan bukti kepemilikan lahan yaitu berupa surat segel yang diterbitkan tahun 1980.

Namun lahan milik Amaq rupanya tumpang tindih, dan diklaim sebagai Hak Pengelolaan (HPL) oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).

ITDC menilai lahan HPL tersebut diberikan pemerintah untuk pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Mandalika.

Dalam surat peringatan (pertama) pengosongan lahan pada Jumat, 9 Juli 2021 tersebut, ITDC mengeklaim, HPL yang diberikan pemerintah kepada ITDC adalah seluas 1.175 hektar.

Di dalamnya termasuk klaim HPL lahan seluas 1,05 hektar milik Amaq Saepuddin.

"Lahan-lahan dimaksud diberikan oleh negara kepada ITDC dalam bentuk HPL untuk dibangun infrastruktur dan dikelola sendiri atau dikerjasamakan dengan mitra kerja sama atau investor sesuai dengan syarat dan ketentuan hukum yang berlaku," seperti tertulis dalam surat peringatan (pertama) pengosongan lahan dari ITDC bernomor 125/MD-MA/ITDC.MA/VII/2021 yang didapatkan Kompas.com, Senin (16/8/2021).

Untuk mengonfirmasi hal ini, Kompas.com telah menghubungi Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer pada Senin (16/8/2021) pukul 11.16 WIB melalui pesan singkat whatsapp dan sambungan telepon.

Namun, hingga artikel ini tayang, pesan singkat tersebut tidak kunjung dijawab. Sebaliknya, nomor kontak Kompas.com diblokir yang bersangkutan.

Tolak penggusuran 

Jelang peringatan HUT Ke-76 Tahun Republik Indonesia, tepatnya 16 Agustus 2021, sebuah eskavator sudah berada di atas lahan milik Amaq Saepuddin.

Alat berat tersebut didatangkan untuk meratakan lahan perbukitan milik Amaq.

Kepada Kompas.com, Amaq menceritakan proses dilakukannya penggarapan lahan menggunakan eskavator itu.

Amaq mengaku tidak mengetahui sama sekali kapan tepatnya eskavator itu datang. Dia menduga, alat berat itu didatangkan pada malam hari.

Amaq merasa kecolongan, karena eskavator tersebut datang secara diam-diam atau tanpa sepengatahuannya.

Di hadapan para petugas yang ingin menggarap lahannya itu, Amaq protes dan meminta agar proses perataan tanah itu dihentikan.

"Saya tidak terima lahan saya digarap. Lahan ini milik saya, dan hingga saat ini pemerintah belum bayar ganti rugi, jadi saya minta dihentikan penggarapanya," kata Amaq kepada petugas eskavator yang tengah menggarap lahan Amaq seperti yang diceritakannya kepada Kompas.com, Rabu (18/8/2021).

Lahan pertanian

Mata pencarian Amaq adalah bertani. Dia menjadikan lahan seluas 1,05 hektar itu untuk bercocok tanam.

Di lahan itu, Amaq dapat menghasilkan 16 ton jagung dalam waktu panen dua kali setahun.

Dari hasil pertaniannya itu, Amaq bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarganya yang terdiri dari 10 anak. Tiga di antara mereka masih duduk di bangku sekolah dasar.

Dia menegaskan sikapnya, tetap mendukung program pemerintah terkait KSPN Mandalika.

"Saya bukan tidak ingin melepas lahan. Saya hanya meminta hak ganti rugi dibayar. Itu saja," cetus Amaq.

Menurut Amaq, selama ini ganti rugi itu hanya sebatas klaim saja oleh ITDC, tetapi faktanya uang ganti rugi itu tidak pernah ada.

Rencana ganti rugi tahun 1992

Kuasa Hukum Amaq Saepuddin Setia Dharma dari LBH Madani mengatakan pada tahun 1992, pernah ada ganti rugi lahan yang dilakukan oleh pihak desa dan kecamatan.

Amaq merupakan salah satu warga yang diundang dalam pertemuan mengenai ganti rugi lahan tersebut.

Kata Setia, Amaq juga sempat mendapatkan cek atau kuitansi ganti kerugian tanah itu.

Namun, setelah petugas desa dan kecamatan mengecek ke lapangan ternyata lahan milik Amaq Saepuddin bukan merupakan tanah datar melainkan perbukitan sehingga tidak bisa dibayarkan uang ganti ruginya.

"Nah saat itu cek atau kuitansi ganti rugi lahan itu diambil lagi oleh kecamatan. Karena bukit tidak bisa dibebaskan waktu itu, alhasil sampai saat ini belum dapat ganti rugi untuk lahan Amaq," ungkap dia.

Warisan masa lalu

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika kasus Amaq merupakan akibat dari tumpang tindihnya bukti kepemilikan tanah.

"Ini adalah warisan masalah masa lalu," cetus Dewi.

Menurutnya sistem legalisasi hak atas tanah belum dilakukan pasca kemerdekaan. Oleh karena itu, Undag-undang Pokok Agraria (UUPA)  memandatkan kepada pemerintah untuk segera melakukan pendaftaran tanah secara sistematis mulai dari tinggak desa.

"Sayangnya itu tidak kunjung dijalankan karena keburu orde baru, UUPA tidak diacu lagi, maka timbullah Undang-undang (UU) sektoral, akhirnya UUPA tidak jadi acuan," ucapnya.

Dewi menuturkan konflik agraria yang dialami Amaq Saepuddin di Mandalika ini hanya salah satu contoh, dari banyak masyarakat yang juga mengalami hal serupa.

Dewi menegaskan bahwa pemerintah harus berani menyelesaikan konflik agraria yang bersifat struktural seperti ini.

Hal itu penting untuk menjamin agar masyarakat terutama yang ada di pelosok pedesaan mendapatkan kepastian hak atas tanah dan sebaliknya tidak menjadi korban dari konflik tersebut.

"Nah konflik seperti ini nih banyak dialami di berbagaio daerah tapi nggak pernah selesai," ujanrya.

Amaq tak sendiri

Setia menuturkan selain Amaq, terdapat tujuh warga lainnya yang belum mendapatkan ganti rugi lahan yang menjadi klien LBH Madani.

Mereka adalah:

  1. Fathur Rahman dengan lahan yang belum diganti rugi seluas 4,1 hektar
  2. Iwan dengan kepemilikan lahannya seluas 2,8 hektar
  3. Iwan Dahlan dengan luas 1,9 hektar
  4. Senim seluas 3.725 meter persegi
  5. Samiun seluas 6.750 meter persegi
  6. Baiq Maryam seluas 5.000 meter persegi
  7. Karte seluas 5.000 meter persegi

"Ada yang sudah tanda tangan kuasa itu ada sekitar 17 warga, tapi ada dua warga yang abis masuk pengadilan, kemudian juga ada dua warga yang meninggal. Dan saat ini juga ada beberapa lagi yang masih aku pelajari dan telusuri kelengkapan datanya," ujar dia. 

 

https://www.kompas.com/properti/read/2021/08/20/110000121/sengkarut-mandalika-tumpang-tindih-hak-tanah-dan-ganti-rugi-tak-dibayar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke