Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketika Jepang Makin Terpikat, Pengembang Pun Untung Cepat

Investor-investor asal Jepang, tercatat paling banyak yang terpikat. Mengapa? 

Tentu saja pasar properti Indonesia demikian menggiurkan. Angka backlog hunian 11 juta, memunculkan tingginya kebutuhan sekaligus kesempatan bagi pengembang untuk meraup cuan.

Sakura Garden City yang kelahirannya dibidani Daiwa House dan Trivo Group, terjual 90 persen dari total 690 unit Tower Cattleya.

Padahal pasar apartemen di tengah Pandemi Covid-19, secara umum masih lesu.

Demikian halnya dengan The Zora yang dibesut Mitsubishi Corporation bersama Sinarmas Land, adalah kontributor utama pra-penjualan bagi PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).

Tak tanggung-tanggung, hunian ini menyumbang 7 persen dari total marketing sales Rp 2,5 triliun BSDE selama kuartal I-2021.

Berapa harga jualnya? Jangan kaget, untuk klaster terbaru The Zora yakni Kiyomi, termurahnya dibanderol Rp 4,8 miliar.

Tak mengherankan, jika wajah-wajah baru investor dari Negeri Sakura terus berdatangan.

Terbaru adalah Kasumigaseki Capital yang digandeng Greenwood Groups untuk mengembangkan Citaville Pilar, di Cikarang, Jawa Barat.

Sebelumnya, sejumlah investor raksasa Negeri Sakura dengan beragam latar belakang, telah meramaikan pasar properti Indonesia sejak kurun 1960-an.

Berturut-turut JAL Hotels Corporation, Tokyu Land, Sumitomo, Kyoei Corporation, dan Shimizu Corporation, termasuk generasi pertama yang jeli menangkap peluang menjanjikan yang ditawarkan industri properti Nasional.

Menyusul kemudian Marubeni, Kajima, Sojitz, Itochu sebagai generasi berikutnya. Menariknya, perusahaan-perusahaan ini tak hanya berbisnis inti sebagai developer juga kontraktor.

Proyek-proyek yang mereka bangun merupakan properti-properti berpengaruh. Bahkan, beberapa di antaranya berkontribusi positif dan mendorong pertumbuhan perekonomian Nasional, seperti kawasan industri.

Jenis properti ini ditempati oleh perusahaan-perusahaan Jepang lainnya yang membangun pabrik sekaligus berproduksi di sini.

Sebagian besar bergerak di bidang industri otomotif, makanan, kimia, material bangunan dan lain sebagainya yang menyerap ribuan tenaga kerja.

Kembali ke pendatang baru Kasumigaseki Capital, perusahaan ini bergerak di bidang konsultasi properti dan energi alam.

Investasi mereka merupakan bagian dari realisasi investasi Jepang pada Kuartal I-2021 dengan  total 322,7 juta dollar AS atau menggenapi total investasi asing di sektor real estat, kawasan industri, dan perkantoran senilai 535,8 juta dollar AS.

CEO Kasumigaseki Capital Koshiro Komoto mengaku masuk Indonesia karena proyek-proyek Greenwoods Group menunjukkan penjualan yang cukup baik.

"Terlebih jika perbankan mau melonggarkan kreditnya dan menurunkan suku bunganya,  masyarakat bisa mewujudkan mimpi punya rumah," tutur Koshiro dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (21/05/2021).

Kehadiran Kasumigaseki Capital mengikuti investor "generasi milenial" Jepang yang mewarnai sektor properti Tanah Air.

Selanjutnya, Keikyu Group, Taisei Corporation, Nishitetsu Group, Hankyu Hanshin, dan Toda Corporation.

Hanya, berbeda dengan angkatan lawas yang berani membangun proyek mega hectares dan mega structures, investor generasi milenial ini cenderung "bermain aman".

Skema yang dipilih umumnya berbentuk kerja sama operasi (KSO) dan joint venture (JV).

Pilihan ini, menurut CEO Leads Properti Indonesia Hendra Hartono, logis dan strategis, mengingat segmen sasaran yang dibidik pun milenial, profesional, dan keluarga muda.

"Investor-investor ini emoh untuk bermain megaproyek atau huge yang butuh capital intensive gede," tutur Hendra menjawab Kompas.com, Sabtu (30/05/2021).

Kalau pun mereka membangun apartemen, lebih memilih service apartment yang dekat dengan stasiun Light Rail Transit (LRT), atau Mass Rapid Transit (MRT).

Mereka juga tidak harus menggandeng beberapa konsorsium lagi agar bisa lebih mengontrol kelangsungan proyek.

"Mereka memilih proyek yang sudah jelas calon pembeli atau prospek penyewanya," imbuh Hendra.

Dilihat dari fakta ini, Hendra berkesimpulan bahwa investor generasi baru ini kendati aktif namun lebih konservatif.

Peluang tersebut tidak harus dalam arti "pinjam uang" atau borrowing money from the bank untuk membiayai proyek, melainkan juga risk sharing.

Dengan kerja sama, entah itu KSO atau JV, biaya dana bisa lebih ditekan. Bahkan bisa lebih murah, mengingat gaya membangun Jepang adalah efektif dan efisien.

Contohnya, rumah-rumah atau apartemen yang berukuran kecil, namun fungsional alias mengutamakan fungsi.

"Jika harus membangun dari nol, lebih ribet. Baik perizinan, maupun cost of fund lebih tinggi dan jangan lupa inflasi konstruksi juga harus dihitung," cetus Hendra.

Langkah inilah yang juga ditempuh raksasa properti Indonesia, Ciputra Group melalui PT Ciputra Adibuana.

Mereka meminang Toda Corporation bersama membangun The Newton 2, di Ciputra World 2 Jakarta.

Menurut Direktur Senior Ciputra Group Artadinata Djangkar, Toda tidak hanya bertindak sebagai investor yang membeli dalam jumlah sebagian atau bulk buyer dari total 642 unit, juga menjadi co-developer yang memberikan masukan-masukan dalam hal pembangunan dan pemasaran proyek.

"Sementara porsi Ciputra Group tetap mayoritas," ujar Arta menjawab Kompas.com, Jumat (07/05/2021).

Aksi kerja sama ini merupakan bagian dari strategi Ciputra Group untuk risk sharing mempertimbangkan kondisi pasar apartemen yang secara umum masih belum pulih.

Berikut daftar investor Jepang tahun 2013-2021:

  1. Toyota Tsusho, Tokyu Land dan Lippo Cikarang untuk Axia South, 2013
  2. Mitsui Fudosan dan Ciputra Group untuk Citra Lake Suites, 2014
  3. Mitsui Fudosan dan Ciputra Group untuk CitraRaya Ecopolis, 2014
  4. Mitsubishi Corporation dan Lippo Cikarang untuk Orange County, 2015
  5. Tokyu Land, BRANZ Simatupang, 2015
  6. Tokyu Land dan Mitsubishi untuk BRANZ BSD, 2015
  7. Toyota Housing dan Tokyu Land untuk Sakura Regency 3, 2015
  8. Keikyu Corporation, Itochu, dan Sinarmas Land untuk Soutgate Superblock, 2016
  9. Itochu, Simizu, dan Sinarmas Land untuk Aerium, 2017
  10. Mitsubishi Corporation dan Sinarmas Land untuk The Zora, 2017
  11. Creed Group dan Jababeka Residence untuk Kawana Golf Residence, 2017
  12. Taisei Corporation dan Pudjiadi Prestige untuk The Green Palace Residence, 2017
  13. Nishitetsu Group dan Damai Putra untuk Sayana Apartment, 2017
  14. Creed Group dan Hutama Anugerah Propertindo untuk Serpong Garden Apartment, 2018
  15. Panasonic Homes dan Sinarmas Land untuk Savasa Residence, 2018
  16. Toyota Housing dan Summarecon Agung untuk dua klaster Summarecon Emerald Karawang, 2018
  17. Tokyo Tatemono dan Farpoint Realty untuk The Loggia, 2018
  18. Tokyo Tatemono dan Dharma Mitra Utama untuk Sun & Moon at Dharmawangsa, 2018
  19. Daiwa House Industry dan Trivo Group untuk Sakura Garden City, 2018
  20. Hankyu Hanshin, Sumitomos, dan Sentul City untuk Opus Park, 2018
  21. Tokyu Land dan JOIN, BRANZ Mega Kuningan, 2018
  22. Tokyu Land, BRANZ Puri Botanical, 2018
  23. Hankyu Hanshin dan Springhill Group untuk Springhill Yume Lagoon, 2019
  24. Mitsubishi Corporation dan Sirius Surya Sentosa untuk Vasanta Innopark 2019
  25. Toyota Housing dan Ciputra Group untuk Bali Dwipa CitraRaya, 2019
  26. Hankyu Hanshin akuisisi sebagian Plaza Indonesia dan fX Sudirman, 2019
  27. Daiwa House Industry dan Sojitz untuk Daiwa NextLife Serviced Apartment, 2019
  28. Mitsubishi Estate dan Swancity untuk Daisan, 2020
  29. Mitsubishi Corporation, Surbana Jurong, dan Sinarmas Land, untuk TOD BSD, 2020
  30. Mitsubishi Corporation dan Pakuan untuk Shila at Sawangan, 2021
  31. Toda Corporation dan Ciputra Group untuk The Newton 2, 2021
  32. Kasumigaseki Capital dan Greenwoods Group untuk Citaville Pilar, 2021

https://www.kompas.com/properti/read/2021/05/31/070000621/ketika-jepang-makin-terpikat-pengembang-pun-untung-cepat

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke