Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H
Advokat

Managing Partner pada Akhmad Zaenuddin & Partners (AZLAW). Sarjana Hukum dari Universitas Bung Karno dan Magister Hukum dari Universitas Gadjah Mada.

Pernah bekerja di LBH Jakarta dan ADAMS & Co, Counsellors at Law. Advokat terdaftar di PERADI dan berpraktik sejak 2014, khususnya Litigasi Komersial.

Pernah membela perusahaan-perusahaan besar, baik nasional maupun multinasional di berbagai bidang hukum di antaranya Perdata, Perbankan, Perlindungan Konsumen, Pertambangan, Ketenagakerjaan, Kepailitan, dan PKPU

HP: 0821-2292-0601
Email: ahmadzae18@gmail.com

Kejahatan Skimming ATM, Begini Hukumnya

Kompas.com - 27/07/2021, 06:00 WIB
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Kita mungkin sudah sering dengar kejahatan skimming dalam aktifitas usaha jasa perbankan.

Ya, skimming didefinisikan sebagai metode membaca data magnetik yang terdapat pada kartu debit atau kredit dengan cara memodifikasi hardware atau software alat pembayaran atau menggunakan alat pencuri data bank (skimmer).

Metode tersebut kerap disalahgunakan oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi dalam transaksi perbankan secara melawan hukum.

Pelaku kejahatan skimming mencuri data, menduplikasi peralatan transaksi dan memanipulasi sistem perbankan. Kejahatan tersebut umumnya dilakukan lebih dari satu orang.

Di Indonesia terdapat beberapa regulasi yang digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan skimming.

Pelaku dapat dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Wetboek van Strafrecht (KUH Pidana) dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beberapa hakim yang mengadili perkara kejahatan skimming menghukum pelaku berdasarkan Pasal 363 ayat (1) angka 4 KUH Pidana yang mengancam pidana penjara pelaku skimming paling lama 7 tahun.

Ada pula hakim yang menggunakan Pasal 46 jo. Pasal 30 atau Pasal 47 jo. Pasal 31 UU ITE dengan ancaman pidana penjara antara 6 tahun sampai 12 tahun ditambah denda.

Penggunaan Pasal 363 ayat (1) angka 4 KUH Pidana di antaranya dapat dilihat pada Putusan MA No. 33 PK/Pid/2019 tanggal 30 Juli 2019, sehubungan terjadinya kejahatan skimming di Bank Mandiri.

Pada putusan tersebut, MA menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan skimming telah melanggar Pasal 363 ayat (1) angka 4 KUH Pidana.

Putusan dijatuhkan oleh hakim karena pelaku kejahatan skimming terbukti melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan.

Bahkan, MA memperkuat putusan PT Jakarta yang memperberat lamanya hukuman penjara bagi pelaku kejahatan skimming, yakni dari yang semula 4 tahun menjadi 6 tahun.

Salah satu pertimbangan hakim memperberat lamanya hukuman tersebut adalah untuk mendidik para pelaku dan juga sebagai contoh bagi masyarakat lainnya supaya tidak berbuat serupa dengan para pelaku kejahatan.

Sementara itu, penggunaan Pasal 46 jo. Pasal 30 UU ITE pernah digunakan oleh PN Jakarta Barat dalam Putusan No. 1034/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Brt tanggal 26 Oktober 2020, untuk menghukum pelaku kejahatan skimming di beberapa bank, di antaranya Bank Mandiri dan BCA.

Dari fakta persidangan, Majelis Hakim PN Jakarta Barat berkeyakinan bahwa pelaku kejahatan skimming terbukti dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara melanggar, menerobos, melampaui atau menjebol sistem pengaman bank.

Hakim menghukum pelaku pidana penjara selama 3 tahun 3 bulan dan denda sebesar Rp 100 juta.

Kemudian, penggunaan Pasal 47 jo. Pasal 31 UU ITE pernah digunakan oleh PN Jakarta Utara dalam Putusan No. 765/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Utr tanggal 4 Desember 2018.

Hakim menyatakan bahwa pelaku skimming terbukti dengan sengaja dan tanpa hak melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan dokumen elektronik dalam suatu komputer dan sistem elektronik tertentu milik orang lain.

Hakim menghukum pelaku dengan penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp 800 juta.

Berdasarkan uraian di atas, kejahatan skimming dikualifikasikan sebagai tindak pidana.

Dalam proses pemidanaan, hakim dapat menggunakan instrument hukum dalam KUH Pidana dan UU ITE untuk menjerat pelaku agar mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Selain proses pemidanaan tersebut di atas, isu lain yang layak menjadi perhatian adalah akibat yang ditimbulkan dari kejahatan skimming, yakni kerugian bagi bank dan nasabah.

Bentuk kerugian bagi pihak nasabah adalah kehilangan saldo di rekeningnya, sementara bank di antaranya dirugikan akibat pembobolan sistem mesin ATM.

Pertanyaan kemudian adalah, untuk memulihkan kerugian yang timbul, apa langkah hukum yang dapat dilakukan oleh pihak nasabah maupun bank?

Baca artikel lanjutan: Jadi Korban Kejahatan Skimming ATM, Apa yang Dapat Dilakukan Nasabah dan Bank?

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com