Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Problematika Nikah Siri Ditinjau dari Hukum Indonesia

Dalam kajian hukum Islam (Fiqh Islam), terdapat perbedaan dalam memahami arti nikah. Imam Syafi”i (pendiri Madzhab Syafi”i) berpendapat, nikah berarti Ijab Qobul dengan mahar tertentu yang dilaksanakan dalam akad nikah yang sah dengan dihadiri wali dan dua orang saksi.

Imam Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi) berpendapat, nikah adalah al wath’u (bersenggama/hubungan sexual) antara seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan akad nikah dengan syarat dan rukunnya dipahami sebagai akibat dari al wath’u tersebut (Kitab Nihayatuz, Zein bab Nikah).

Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah (kompilasi Hukum Islam pasal 2).

Siri berarti rahasia, sembunyi-sembunyi, diam-diam dan tidak diketahui khalayak ramai sehingga benar-benar tertutup rapat (Kamus Arab Indonesia, Prof. DR. Mahmud Yunus, halaman 167)

Berdasarkan hal tersebut, nikah siri berarti pelaksanaan akad pernikahan dilakukan secara rahasia, sembunyi-sembunyi tanpa diketahui khalayak ramai sehingga hanya kelompok kecil aja yang mengetahuinya.

Syarat dan rukun pernikahan

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Berdasarkan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam, syarat-syarat sahnya pernikahan:

Untuk melaksanakan perkawinan harus ada:

  1. Calon Suami;
  2. Calon Isteri;
  3. Wali nikah;
  4. Dua orang saksi dan;
  5. Ijab dan Kabul.

Permasalahan hukum

Sahkah pernikahan siri? Selama memenuhi syarat dan rukun perkawinan, nikah siri sah secara fiqh (ajaran Islam) sebagaimana dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14, yaitu ada calon suami, ada calon isteri, akad nikah (ijab qobul), hadirnya wali nikah dan disaksikan oleh dua orang saksi pernikahan.

Dalam praktiknya di masyarakat, ada lembaga pernikahan siri komersial yang menawarkan paket pernikahan siri dengan menyediakan tempat dan menerbitkan surat nikah siri.

Konsekuensinya, perceraian juga dilakukan secara siri dengan bukti terbitnya surat cerai talak dari suami ke istri sirinya.

Apakah pernikahan siri bisa dicatatkan (disahkan) oleh Negara?

Pernikahan dianggap sah/berkuatan hukum dan diakui oleh Negara bila dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi orang yang beragama Islam dan Kantor Pencatatan Sipil bagi non Islam (pasal 5, 6 dan 7 dalam Kompilasi Hukum Islam).

Di antara kewenangan Pengadilan Agama adalah menerima permohonan itsbat nikah untuk masyarakat yang memerlukan buku/Akta nikah dengan alasan buku/Akta nikah hilang karena sudah puluhan tahun dan tidak ditemukan bukti di KUA setempat, Pernikahan jaman dahulu, pernikahan siri dan seterusnya sebagaimana terurai pada pasal 7 ayat (3) dalam Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di Pengadilan Agama seluruh Indonesia.

Itsbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut Syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat oleh KUA atau PPN yang berwenang (Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan).

Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:

  1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
  2. Hilangnya Akta Nikah;
  3. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;
  4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;
  5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Thaun 1974;

Apakah pernikahan kedua dan seterusnya secara siri masuk pelanggaran Poligami?

Berdasarkan pasal 279 KUH Pidana, dinyatakan:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
1. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
2. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Mengingat pernikahan siri dianggap sah secara syariat agama Islam, pelakunya bisa dijerat dengan pasal 279 KUHPidana tersebut bila pelaku nikah siri sudah terikat perkawinan dengan pasangan sebelumnya. (Muhammad Muslih, S.H., M.H.)

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2022/09/14/060000380/problematika-nikah-siri-ditinjau-dari-hukum-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke