Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wajah Tersangka Disamarkan dalam Pemberitaan, Ini Dasar Hukumnya

Sering kali pemberitaan di media massa terkait tindak pidana, wajah tersangka disamarkan atau ditutupi dengan kain hitam.

Apa ada dasar hukum yang membolehkan hal tersebut? Apa hak tersangka lain yang dijamin hukum?

Menjawab pertanyaan di atas, kami mengasumsikan tersangkanya orang dewasa dan atas peristiwa tindak pidana yang dilakukan si tersangka diliput oleh media dengan menyamarkan wajah si tersangka.

Penayangan pemberitaan yang dilakukan oleh media/insan pers terhadap seseorang tersangka atau dipersangkakan melakukan suatu perbuatan pidana, pada dasarnya tidak ada kewajiban untuk menyamarkan wajahnya.

KUHAP sebagai Hukum Acara yang mengatur tentang hak-hak tersangka pada Bab VI, juga tidak ditemukan satu pasal pun secara eksplisit yang mengatur secara tegas tentang larangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas seorang tersangka.

Menyembunyikan identitas tersangka selain dalam bentuk menyamarkan wajah, dapat berupa menyamarkan suara.

Lalu menyamarkan nama lengkap, yaitu dengan menyebutkan inisial huruf depan dan belakang atau nama singkatan seseorang saja.

Namun demikian, sering kali insan pers dalam menyiarkan seorang tersangka menyamarkan wajah atau menampilkan nama inisial saja. Hal itu dipahami sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia yang didasarkan atas asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).

Asas praduga tak bersalah merupakan salah satu asas pemidanaan yang dianut dalam rangka penegakan hukum di Indonesia yang menekan bahwa seseorang patut dianggap tidak bersalah sebelum adanya suatu putusan hukum yang menyatakan ia (tersangka) ditetapkan bersalah.

Asas praduga tak bersalah dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada butir 3 huruf (c), yang intinya berbunyi:

Pasal 1 KUHP, “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”

Sedangkan Penjelasan Umum KUHAP butir 3 huruf (c), “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya suatu putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Asas praduga tak bersalah yang diatur di dalam KUHP maupun dalam Penjelasan Umum KUHAP di atas merupakan bentuk perlindungan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia yang hakiki.

Sebagai negara hukum, berkaitan Hak Asasi Manusia di Indonesia diatur secara tersendiri melalui Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Penerapan asas praduga tak bersalah terhadap tersangka dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan (2) yang masing-masing berbunyi, “Setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.

Sedangkan ayat (2) berbunyi, “Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana ini dilakukannya”.

Lebih lanjut, alasan lain yang dapat dijadikan landasan bagi media/insan pers menyamarkan wajah seorang tersangka didasarkan pada kode etik jurnalistik khususnya terhadap korban kejahatan susila dan pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Hal itu diatur dalam Pasal 5 Peraturan Dewan Pers No.6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik, yang menyebutkan, “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”.

Oleh karena itu, apabila ditemukan insan pers/media dalam memberitakan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka dengan mem-blur wajah tersangka atau wajah ditutupi dengan kain hitam, dapat disimpulkan bahwa tindakan tersebut sebagai bentuk pelaksanaan asas praduga tak bersalah dan kepatuhan terhadap kode etik profesi jurnalistik.

Wartawan menekankan seseorang dapat dianggap salah setelah adanya suatu putusan atau penetapan hukum yang menyatakan tersangka telah bersalah.

Dalam praktiknya, tidak sedikit seseorang tersangka dibebaskan karena tidak terbukti secara secara sah dan meyakinkan telah melakukan suatu perbuatan pidana.

Meskipun seseorang telah ditetapkan tersangka, hukum memberikan perlindungan dan jaminan terpenuhinya hak-hak bagi seorang tersangka.

Adapun hak-hak tersangka lainnya adalah berhak mendapatkan pemeriksaan secara segera untuk diajukan kepada penuntut umum, dan dimajukan perkaranya untuk diadili dan disidangkan ke pengadilan.

Selain itu berhak mendapatkan pemberitahuan tentang pasal dipersangkakan secara jelas kepadanya, hak melakukan pembelaan, memberikan keterangan secara bebas tanpa intimidasi, berhak mendapatkan bantuan hukum atau didampingi penasihat hukum/pengacara.

Kemudian hak untuk memperoleh jaminan kesehatan atau menerima kunjungan dokter, hak menghubungi dan menerima kunjungan dari keluarga atau penasihat hukumnya, rohaniawan serta hak-hak mendasar lainnya. (Jundri R. Berutu, S.H.,M.H.,CHRP)

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2022/06/11/060000680/wajah-tersangka-disamarkan-dalam-pemberitaan-ini-dasar-hukumnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke