Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sopir Truk Tabrak Remaja yang Hadang Demi Konten Medsos, Apakah Bisa Dipidana?

Kejadian ini kerap berulang dengan pola remaja-remaja berusaha mendekatkan tubuh ke truk saat membuat konten medsos. Bahkan, tidak sedikit yang berakhir tewas.

Oleh: Putu Bravo Timothy

Mengenai pertanggungjawaban sopir yang menabrak orang yang sengaja mendekatkan tubuhnya ke truk yang sedang melaju, perlu dilihat dahulu apakah sopir mematuhi peraturan-peraturan mengemudi.

Hal itu untuk memastikan apakah ada kelalaian atau tidak pada sopir tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya.

Pengemudi yang karena kealpaannya menyebabkan luka-luka serta orang meninggal bisa dijerat pidana Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.

Seorang sopir karena kealpaannya bisa menanggung pertanggungjawaban pidana. Namun hal ini harus melihat situasi dan kondisi yang terjadi pada saat kejadian berlangsung.

Kecelakaan di jalan raya juga sering terjadi akibat kealpaan sopir.

Dalam hal pertanggugjawaban pidana, mengenai dapat atau tidaknya seorang dipidana pasti berhubungan dengan asas pidana tanpa kesalahan.

Pertanggungjawaban pidana berkaitan kepada unsur bentuk kesalahan yang terdiri dari kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa).

Menurut MvT, kata "dengan sengaja" (opzettlijk) yang dijumpai di pasal KUHP berarti sesuatu yang dikehendaki dan diketahui.

Ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), yaitu:

1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), yaitu bentuk kesengajaan yang menghendaki pelaku untuk mewujudkan suatu perbuatan, menghendaki untuk tidak berbuat/melalaikan suatu kewajiban hukum, dan juga menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan itu.

Yurisprudensi mengenai hal ini dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Nomor 593/Pid.B/2014/PN.TBT.

Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “di muka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang” dan menjatuhkan pidana penjara selama delapan bulan.

Unsur kesengajaan dalam perkara ini terbukti berdasarkan fakta bahwa terdakwa bersama teman-temannya mendatangi kafe tempat saksi korban berada.

Saksi korban kemudian menutup pintu, namun terdakwa dan teman-temannya menendang pintu hingga terbuka.

Terdakwa dan teman-temannya lalu melakukan penganiayaan terhadap saksi korban.

Diketahui bahwa maksud terdakwa dan teman-temannya adalah karena salah seorang temannya ingin menemui saksi korban. Motifnya cemburu.

Majelis Hakim menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut telah nyata terdakwa dan teman-temannya mempunyai tujuan untuk menyakiti saksi korban.

Hal ini terlihat dari tindakan terdakwa dan teman-temannya yang menendang pintu agar terbuka, karena saksi korban menutup pintu dan tidak ingin bertemu.

2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet als zekerheldsbewustzijn), yaitu bentuk kesengajaan yang berupa kesadaran seseorang terhadap suatu akibat yang menurut akal manusia pada umumnya pasti terjadi karena dilakukannya suatu perbuatan tertentu dan terjadinya akibat tersebut tidak dapat dihindarkan.

Yurisprudensi mengenai hal ini dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Garut Nomor 158/Pid.B/2014/PN.Grt.

Majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penganiayaan” dan menjatuhkan pidana penjara selama tiga bulan.

Dalam pertimbangannya, diterangkan bahwa terdakwa terbawa emosi karena merasa dibohongi oleh saksi korban.

Terdakwa tidak mampu mengendalikan emosinya dan mengakibatkan terjadinya peristiwa pemukulan.

Terdakwa menyadari bahwa pemukulan yang dilakukan terhadap saksi korban dapat menimbulkan rasa sakit pada orang lain, menimbulkan luka pada tubuh orang lain atau setidak-tidaknya dapat merugikan kesehatan orang lain.

Oleh karena itu, opzet perbuatan terdakwa termasuk dalam bentuk opzet bij zekerheids-bewustzijn, yaitu kesengajaan secara kepastian.

3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis), yaitu suatu kesadaran untuk melakukan perbuatan yang telah diketahuinya bahwa akibat lain yang mungkin akan timbul dari perbuatan itu yang tidak ia inginkan dari perbuatannya, namun si pembuat tidak membatalkan niat untuk melakukannya.

Menurut Wirjono dalam Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, kesengajaan ini dianggap terjadi apabila dalam gagasan si pelaku hanya ada bayangan kemungkinan belaka, bahwa akan terjadi akibat yang bersangkutan tanpa dituju.

Sedangkan kealpaan (culpa) disamakan dengan kelalaian. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, culpa didefinisikan sebagai kesalahan pada umumnya.

Namun dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan pelaku tindak pidana yang tidak seberat kesengajaan yang disebabkan dari kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.

Menurut Andi Hamzah, mengutip J. Remmelink dalam buku Hukum Pidana indonesia, menerangkan bahwa siapa karena salahnya melakukan kejahatan berarti tidak mempergunakan kemampuannya yang seharusnya dipergunakan.

Culpa dikelompokan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld) yang artinya si pelaku sudah menduga akibat timbulnya bahaya dan sudah berupaya menghindar, namun bahaya itu masih tetap saja terjadi; dan

2. Kealpaan tanpa kesadaran (culpose delict) dalam hal ini si pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang.

Untuk menjawab apakah sopir tersebut mematuhi peraturan-peraturan mengemudi untuk melihat apakah ada kelalaian atau tidak, maka pelu dilihat undang-undang.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur mengenai peraturan dalam mengemudi yang baik.

Di antaranya adalah mengenai kepatuhan dalam rambu-rambu lalu lintas, menjalankan kendaraan dengan kecepatan yang diatur, mengendarai kendaraan yang layak pakai.

Kemudian, memuat penumpang yang tidak lebih dari kapasitas dan mengemudi tidak dalam keadaan mengantuk / mabuk atau tidak menelepon / melakukan komunikasi pada saat sedang mengemudi.

Untuk membuktikan sopir tersebut bersalah atau tidak dapat dibuktikan dengan penguraian pasal-pasal yang mungkin akan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum, yaitu Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP sebagai berikut:

Pasal 359 KUHP

"Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun."

Pasal 360 KUHP

"Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan penjara selama-selamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun."

Unsur pasal dari Pasal 359 dan Pasal 360

1. Karena salahnya

R. Soesilo dalam buku KUHP dan Penjelasannya mendefinisikan karena salahnya bisa diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai lupa, atau amat kurang perhatian (disamakan dengan delik culpa).

Sehingga dalam hal ini apabila sopir tidak terbukti kesengajaan (dolus) dan/atau tidak terbukti juga kesengajaan (culpa), maka sopir tidak dapat dikenakan pasal ini.

2. Pasal 359: menyebabkan matinya orang

Matinya orang di sini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa. Namun kematian tersebut hanya merupakan akibat dari kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (culpa).

Sehingga apabila sopir tidak terbukti kesengajaan (dolus) dan/atau tidak terbukti juga kesengajaan (culpa) maka sopir tidak dapat dikenakan pasal ini.

3. Pasal 360: menyebabkan luka berat

Luka berat disamakan dengan Pasal 90 KUHP dan sama seperti di Pasal 359 bahwa luka berat disebabkan dari akibat dari kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (culpa).

Sehingga apabila sopir tidak terbukti kesengajaan (dolus) dan/atau tidak terbukti juga kesengajaan (culpa) maka sopir tidak dapat dikenakan pasal ini.

Apabila sopir telah melakukan apa yang disyaratkan terhadap undang-undang tersebut dan dapat dibuktikan bahwa sopir tidak lalai, maka sopir tidak terbukti melakukan suatu kesengajaan.

Apalagi apabila memang terbukti sopir menabrak konten kreator yang sengaja mendekatkan tubuhnya ke truk yang sedang melaju untuk kepentingan konten media sosial.

Sudah sangat jelas bahwa kesengajaan berada pada korban dan bukan pada sopir tersebut.

Perlu diperhatikan lagi bahwa mengenai pembuktian kesengajaan terhadap sopir dalam persidangan dihubungkan dengan syarat minimal pembuktian.

Syarat minimal pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP mensyaratkan harus terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

Selanjutnya, majelis hakim yang akan menentukan apakah sopir dapat dipidana atau tidak berdasarkan pembuktian dalam persidangan. (Putu Bravo Timothy, S.H., M.H., Partner dan Founder dari THEY Partnership)

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2021/11/10/060000080/sopir-truk-tabrak-remaja-yang-hadang-demi-konten-medsos-apakah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke