Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anas Syahrul Alimi
CEO Prambanan Jazz Festival

CEO Prambanan Jazz Festival dan Ketua Bidang Jaringan dan Pendidikan APMI (Asosiasi Promotor Musik Indonesia)

Tidak Mudah Kau Aku Menjadi "Kita"

Kompas.com - 30/03/2022, 16:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kalau dalam “Kita” terdapat partisipasi, dalam kami sebaliknya, absorsi. Aku sebagai identitas bawaan yang merdeka berdaya dan berkembang dalam “Kita” lantaran di sana ada komunikasi, sementara aku dalam “Kami” direduksi, dinegasi, terjerat dalam anonimitas untuk kepentingan “obyektif”.

Pendeknya, “Kita” itu hangat, merangkul; “Kami” membatasi, mengingkari. Dalam “Kita”, individu, si aku tidak teralienasi. Sebaliknya, justru berkembang.

Lalu, sampailah si kau dan si aku bertemu dan mengikrarkan mencari (makna hidup) bersama dalam hubungan yang dinarasikan Tulus: Kita mau ke mana, hendak mencari apa, menumpuk untuk apa.

Sampai di situ, hidup menguji karakter manusia. “Kita” dan “Kami” terbentuk dari ujian kehidupan, bukan atribut psikologi yang terberi. Ia lahir dari “Ingkar” dan “Interaksi”.

“Kita” itulah yang disebut Martin Heidegger sebagai alles dasein ist mitsein. Bahwa, manusia mengada karena ada sesamanya.

Being person berarti being-with-other-person. Meng-ada di suatu dunia bersama manusia lain.

Hakikat manusia itu ada-nya dalam suatu kebersamaan (being-in-communion). Mitsein, bersama.

Tapi, “hidup bersama sampai menua” itu bukan sesuatu yang mudah, Sob! Dalam narasi Tulus sembari menukil pepatah tua bahwa asam dan garam bertemu di belanga itu sebagai kisah tak seindah itu.

Bersama adalah tujuan ideal. Tapi, bagaimana jika tujuan ideal itu tidak tercapai? Bagaimana kalau terbentur, terbentur, terbentur, dan kebersamaan tak bisa diraih?

Di sinilah bekerja dua modus eksistensi yang terbentuk dalam pengasuhan masa kecil maupun karakter yang dibentuk oleh pembelajaran dan lingkungan sosial.

Dua modus itu disebut psikoanalis asal Jerman, Erich Fromm, dengan modus memiliki (to have) dan modus menjadi (to be).

Ciri to have adalah memandang manusia melulu obyek dan harta benda yang dimiliki dan dikuantifikasi, sementara to be lebih kepada sesuatu yang nonbendawi, sifat, kualitatif.

Seseorang tetap menjadi dirinya, menjadi manusia merdeka, pribadi unik dalam suatu kendaraan dengan tujuan bersama yang ditentukan adalah ciri manusia dengan modus eksistensi to be.

Tatkala semua yang indah dalam hubungan itu tidak tercapai, si manusia “Kita” dengan modus eksistensi “to be” punya jaring pribadi: berusaha berdamai dengan diri sembari melakukan penghormatan kepada diri yang lain.

Martin Burber menggambarkannya dengan indah: “Through the Thou a man becomes I, the I is real in virtue of its sharing in reality".

Burber ingin bilang untuk menemui dirimu, terlebih dahulu kau menemui orang lain. Dalam bahasa Tulus, jika si dia tak lagi bisa ditemui, ingat-ingatlah kebaikannya, rindukanlah kasih sayang yang pernah diberikan, dan jangan lupa, doakan selalu: “Hati-Hati di Jalan”.

Demikianlah, tatkala beranda media sosial kita dihantam oleh peristiwa perceraian para pesohor yang diikuti saling membuka aib di berbagai podcast, dengarkanlah kembali Tulus.

Kesanggupan memaafkan dan berdamai dengan diri adalah puncak “manusia dialogis”, manusia yang menumbuhkan dalam dirinya modus eksistensi “to be”. Dalam bahasa agama adalah ikhlas, tulus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com