Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Kompas.com - 08/05/2024, 13:07 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

MOSKWA, KOMPAS.com - Amerika Serikat menuduh Rusia menggunakan senjata kimia chloropicrin sebagai "metode berperang" di Ukraina, dan melanggar hukum-hukum internasional yang melarang tindakan ini.

Para pejabat di Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Rusia telah menggunakan zat chloropicrin yang dapat menyebabkan sesak napas demi "memenangkan pertarungan di medan perang".

AS menyebut tindakan itu bukanlah insiden yang tidak disengaja. Penggunaan senjata kimia yang dituduhkan kepada pasukan Rusia melanggar Konvesi Senjata Kimia (CWC) yang juga diratifikasi oleh Moskwa.

Baca juga: OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

Kremlin membantah tuduhan itu dan menyebutnya "tidak berdasar".

Juru bicara Pemerintah Rusia, Dmitry Peskov, mengatakan kepada sejumlah jurnalis di Moskwa bahwa Rusia mematuhi CWC, yang membatasi negara-negara untuk mengembangkan atau memperoleh senjata baru.

Apa itu chloropicrin?

Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) mengatakan bahwa senjata kimia adalah zat beracun yang digunakan secara sengaja untuk mencelakakan hingga menyebabkan kematian.

AS menuding Rusia menggunakan chloropicrin untuk "mengusir pasukan Ukraina dari posisi-posisi yang dibentengi".

Chloropicrin merupakan zat yang berminyak dan kerap digunakan selama Perang Dunia I.

Zat ini dapat menyebabkan iritasi pada paru-paru, mata, dan kulit. Menurut Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) AS, gejala fisik yang ditimbulkan berupa muntah, mual dan diare.

Penggunaan bahan kimia ini dilarang secara tegas oleh CWC karena diklasifikasikan sebagai zat yang dapat menyebabkan sesak napas oleh OPCW, selaku badan yang mengawasi penggunaan senjata kimia.

Rusia juga dituduh menggunakan gas air mata di medan perang di Ukraina.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Rusia juga dituduh menggunakan gas air mata di medan perang di Ukraina.
Presiden AS Joe Biden telah memperingatkan Rusia untuk tidak menggunakan senjata kimia di Ukraina.

Pada Maret 2022, beberapa pekan setelah Moskwa melancarkan invasi, Biden berjanji bahwa Vladimir Putin akan membayar "harga yang mahal" jika dia mengizinkan penggunaan senjata kimia ini.

"Kami akan merespons jika Anda menggunakannya. Seperti apa responsnya akan bergantung pada seperti apa penggunaannya," kata Biden.

Namun menurut sejumlah laporan, Moskwa mengabaikan peringatan itu.

Wakil Menteri Pengendalian Senjata AS, Mallory Stewart, sebelumnya juga mengatakan bahwa Rusia telah menggunakan bahan kimia pengendali kerusuhan di Ukraina.

Ukraina pun mengatakan pasukannya telah menghadapi serangan kimia yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

Pada awal tahun lalu, kantor berita Reuters melaporkan bahwa pasukan Rusia telah menggunakan granat berisi gas air mata yang mengandung chloroacetophenone (CN) dan chlorobenzylidenemalononitrile (CS).

Menurut laporan tersebut, setidaknya 500 tentara Ukraina dirawat karena terkena gas beracun. Salah satu dari mereka mati lemas akibat gas air mata.

Tiga organisasi Rusia yang terkait dengan program senjata biologi dan kimia telah mendapat sanksi dari Departemen Luar Negeri karena terkait dengan produksi bahan kimia.

Perusahaan lain yang berkontribusi pada entitas pemerintah juga terkena sanksi.

Baca juga: AS Hancurkan Senjata Kimia, Tak Ada Lagi Sisa Stok di Dunia

Rekam jejak serangan senjata kimia

Pada 2017, OPCW mengatakan Rusia telah menghancurkan stok senjata kimia terakhir dari era Perang Dingin, seperti yang diwajibkan oleh CWC.

Namun menurut House of Commons Library—layanan riset dan informasi yang berbasis di Parlemen Inggris, Moskwa sejak saat itu dituding mengeluarkan pernyataan yang tidak lengkap mengenai cadangannya.

Sejak 2017, Rusia diduga terlibat dalam setidaknya dua serangan kimia. Serangan pertama menyasar seorang mantan petugas intelijen Uni Soviet di Salisbury, Inggris pada 2018. Kemudian pada 2020, pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny diracuni.

AS kemudian menerapkan paket sanksi terhadap 30 orang, termasuk tiga orang yang diduga terlibat dalam kematian Navalny.

Rusia membantah tuduhan keterlibatannya dalam kematian pemimpin oposisi tersebut. Namun, istri Navalny menuduh Presiden Putin bertanggung jawab atas kematian suaminya.

Rusia diyakini ingin merebut Chasiv Yar sebelum peringatan Hari Kemenangan pada 9 MeiGETTY IMAGES via BBC INDONESIA Rusia diyakini ingin merebut Chasiv Yar sebelum peringatan Hari Kemenangan pada 9 Mei
Sementara itu, pasukan Rusia di timur Ukraina terus bergerak maju jelang peringatan Hari Kemenangan pada 9 Mei, yakni hari yang memperingati kemenangan Soviet pada Perang Dunia II.

Sebagian besar pertempuran kini terjadi di sekitar Chasiv Yar, sebuah wilayah yang dikuasai oleh Kyiv dan sedang berupaya dijangkau oleh Rusia setelah mengambil alih Kota Avdiivka.

Moskwa diyakini ingin mengambil alih Chasiv Yar sebelum hari peringatan tersebut.

Di tengah situasi itu, Presiden Volodymyr Zelensky memecat Kepala Departemen Keamanan Siber Dinas Keamanan Ukraina Illya Vityuk karena diduga menyalahgunakan kewenangan untuk menekan jurnalis yang melaporkan kasus dugaan korupsinya.

Jurnalis itu dipanggil ke pusat perekrutan militer sehingga komandan militer Oleksandr Syrskyi membuka investigasi atas kasus itu.

Secara terpisah, organisasi nirlaba Human Rights Watch telah menyerukan agar dilakukan investigasi atas kejahatan perang, setelah membuka bukti-bukti bahwa pasukan Rusia mengeksekusi puluhan tentara Ukraina yang menyerah.

Eksekusi itu diduga terjadi antara Desember 2023 hingga Februari 2024.

Baca juga: Rusia Sebut AS Sebarkan Kebohongan Soal Senjata Kimia di Ukraina

OPCW: Tuduhan Rusia pakai senjata kimia tak cukup bukti

OPCW pada Selasa (7/5/2024) mengatakan, informasi yang mereka terima tentang dugaan penggunaan senjata kimia oleh Rusia di Ukraina tidak cukup bukti.

OPCW juga menyatakan, belum menerima permintaan resmi untuk menyelidiki klaim tersebut setelah AS menuduh Rusia menggunakan bahan beracun chloropicrin terhadap pasukan Ukraina.

“Baik Federasi Rusia dan Ukraina saling menuduh dan melaporkan tuduhan penggunaan senjata kimia kepada Organisasi,” kata OPCW, dikutip dari kantor berita AFP.

“Informasi yang diberikan kepada Organisasi sejauh ini oleh kedua belah pihak, bersama dengan informasi yang tersedia bagi Sekretariat, tidak cukup bukti,” tambahnya.

Namun, OPCW menggambarkan situasi ini tidak menentu dan sangat memprihatinkan sehubungan kemungkinan munculnya kembali penggunaan bahan kimia beracun sebagai senjata.

Baca juga: Biden Buka Suara soal Peluang Perang Dunia 3 dan Senjata Kimia Rusia di Ukraina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Beruang Liar di California Terobos Rumah demi Curi Sebungkus Oreo

Beruang Liar di California Terobos Rumah demi Curi Sebungkus Oreo

Global
Militer China Siap Hentikan Kemerdekaan Taiwan Secara Paksa

Militer China Siap Hentikan Kemerdekaan Taiwan Secara Paksa

Global
Keluarga Tawanan Israel Minta Netanyahu Terima Rencana Biden

Keluarga Tawanan Israel Minta Netanyahu Terima Rencana Biden

Global
Stormy Daniels Komentari Vonis Trump: Dia Harus Dipenjara

Stormy Daniels Komentari Vonis Trump: Dia Harus Dipenjara

Global
Jago Mengetik Cepat Pakai Hidung, Pria Ini Pecahkan Rekor Dunia

Jago Mengetik Cepat Pakai Hidung, Pria Ini Pecahkan Rekor Dunia

Global
Para Penyintas Serangan 7 Oktober Menuntut Kelompok Pro-Palestina di AS

Para Penyintas Serangan 7 Oktober Menuntut Kelompok Pro-Palestina di AS

Global
Korea Utara Kirim 600 Balon Sampah Lagi ke Korea Selatan, Apa Saja Isinya?

Korea Utara Kirim 600 Balon Sampah Lagi ke Korea Selatan, Apa Saja Isinya?

Global
Rangkuman Hari Ke-829 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Temui Prabowo | Italia Beda Sikap dengan AS-Jerman

Rangkuman Hari Ke-829 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Temui Prabowo | Italia Beda Sikap dengan AS-Jerman

Global
Mayoritas 'Exit Poll' Isyaratkan Partai Modi Menangi Pemilu India 2024

Mayoritas "Exit Poll" Isyaratkan Partai Modi Menangi Pemilu India 2024

Global
Bertemu Prabowo di Singapura, Zelensky Minta Dukungan dan Bilang Siap Perbanyak Pasok Produk Pertanian

Bertemu Prabowo di Singapura, Zelensky Minta Dukungan dan Bilang Siap Perbanyak Pasok Produk Pertanian

Global
Pentingnya Israel-Hamas Sepakati Usulan Gencatan Senjata Gaza yang Diumumkan Biden...

Pentingnya Israel-Hamas Sepakati Usulan Gencatan Senjata Gaza yang Diumumkan Biden...

Global
Menteri-menteri Israel Ancam Mundur Usai Biden Umumkan Usulan Gencatan Senjata Baru

Menteri-menteri Israel Ancam Mundur Usai Biden Umumkan Usulan Gencatan Senjata Baru

Global
Saat China Berhasil Daratkan Chang'e-6 di Sisi Jauh Bulan...

Saat China Berhasil Daratkan Chang'e-6 di Sisi Jauh Bulan...

Global
[UNIK GLOBAL] Penjual Sotong Mirip Keanu Reeves | Sosok 'Influencer Tuhan'

[UNIK GLOBAL] Penjual Sotong Mirip Keanu Reeves | Sosok "Influencer Tuhan"

Global
Korea Utara Kembali Terbangkan Balon Berisi Sampah ke Korea Selatan

Korea Utara Kembali Terbangkan Balon Berisi Sampah ke Korea Selatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com