NEW YORK, KOMPAS.com - Para demonstran mahasiswa di Columbia University mulai diskors pada Senin (29/4/2024) setelah menentang ultimatum untuk membubarkan diri dalam protes pro-Palestina.
Pihak berwenang di universitas bergengsi di New York itu menuntut agar perkemahan protes dibubarkan pada pukul 14.00 (18.00 GMT) atau para mahasiswa akan menghadapi tindakan disipliner.
“Taktik menakut-nakuti yang menjijikkan ini tidak ada artinya dibandingkan dengan kematian lebih dari 34.000 orang Palestina,” kata seorang mahasiswa membacakan sebuah pernyataan sikap pada konferensi pers setelah tenggat waktu.
Baca juga: Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel
“Kami tidak akan bergerak sampai Columbia University memenuhi tuntutan kami,” kata mahasiswa yang tidak mau menyebutkan namanya itu, sebagaimana dikutip AFP.
Beberapa jam kemudian, Wakil Presiden Komunikasi Columbia University, Ben Chang, mengatakan, universitas telah mulai menskors mahasiswa yang enggan membubarkan diri dalam protes pro-Palestina.
"Ini sebagai bagian dari tahap selanjutnya dari upaya kami untuk memastikan keamanan di kampus kami," ungkap pejabat di kampus yang menjadi pusat protes pro-Palestina yang meletus di perguruan tinggi Amerika itu.
Ben Chang menyebutkan, para mahasiswa telah diperingatkan akan diskors, tidak memenuhi syarat untuk menyelesaikan semester atau lulus, dan akan dibatasi dari semua ruang akademik, tempat tinggal, dan ruang rekreasi.
Sementara itu, di University of Texas di Austin, polisi bentrok dengan para pengunjuk rasa dan melakukan penangkapan ketika membongkar sebuah perkemahan, menambah jumlah orang yang ditahan di seluruh Amerika Serikat pada akhir pekan.
“Tidak ada perkemahan yang diizinkan,” kata Gubernur Texas Greg Abbott di media sosial pada Senin sore.
“Sebaliknya, penangkapan akan dilakukan," tuturnya.
Baca juga: Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS
Protes terhadap perang Gaza, dengan jumlah korban jiwa warga sipil Palestina yang tinggi, telah menjadi tantangan bagi para administrator universitas di AS yang mencoba menyeimbangkan hak-hak kebebasan berbicara dengan keluhan bahwa unjuk rasa tersebut telah berbelok ke arah anti-Semitisme dan kebencian.
Selama hampir dua minggu, gelombang protes menentang perang Israel di Gaza telah melanda kampus-kampus di Amerika Serikat.
Rekaman polisi dengan pakaian anti huru-hara yang dipanggil ke berbagai kampus di AS untuk membubarkan aksi unjuk rasa pun telah ditonton penduduk di berbagai belahan dunia.
Situasi itu mengingatkan publik pada gerakan protes yang meletus selama Perang Vietnam.
Dalam sebuah pernyataan pada Senin, Presiden Columbia University Minouche Shafik, mengumumkan pembicaraan telah gagal dengan para pengunjuk rasa pro-Palestina.
Ia mengatakan, banyak mahasiswa Yahudi dan mahasiswa lainnya telah menemukan suasana yang tidak dapat ditoleransi dalam beberapa minggu terakhir.
“Banyak yang telah meninggalkan kampus, dan itu adalah sebuah tragedi. Bahasa dan tindakan anti-Semitisme tidak dapat diterima,” katanya.
Namun, penyelenggara protes pro-Palestina menyangkal tuduhan anti-Semitisme, dengan alasan bahwa tindakan mereka ditujukan kepada pemerintah Israel dan penuntutannya atas konflik di Gaza.
Baca juga: Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia
Mereka juga bersikeras bahwa beberapa insiden telah direkayasa oleh para penghasut yang bukan mahasiswa.
Dengan berakhirnya tahun ajaran baru, para administrator juga menekankan perlunya menjaga ketertiban di kampus untuk ujian.
“Hak satu kelompok untuk mengekspresikan pandangan mereka tidak boleh mengorbankan hak kelompok lain untuk berbicara, mengajar, dan belajar,” kata Shafik.
Meski begitu, seorang pengunjuk rasa mahasiswa pascasarjana di Colombia University yang hanya ingin diidentifikasi sebagai “Z”, mengaku bisa tetap mengerjakan tugas di tengah-tengah aksi.
“Ini adalah minggu terakhir, semua orang masih mengerjakan tugas akhir mereka, saya masih memiliki tugas akhir yang harus saya kerjakan. Tapi pada akhirnya, sekolah hanya sementara,” kata pengunjuk rasa itu kepada AFP.
Gedung Putih yang dipimpin oleh Presiden Joe Biden juga telah berusaha untuk berjalan di garis tipis dalam mempertahankan hak untuk berunjuk rasa sembari mengutuk tindakan anti-Semitisme yang dilaporkan.
“Kami memahami bahwa ini adalah momen yang menyakitkan yang sedang dihadapi warga Amerika, dan kebebasan berekspresi harus dilakukan sesuai dengan hukum,” ujar Sekretaris Pers Karine Jean-Pierre pada Senin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.