Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Kodir
Dosen

Mahasiswa Doktoral Universiy of York, UK. Peneliti di Equator Initiative for Policy Research. Pengurus PCINU UK dan IKA UNAIR UK.

Belajar dari Mogok Kerja di Britania Raya

Kompas.com - 09/01/2023, 06:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

THE Guardian, salah satu kanal media di Britania Raya, melansir berita pada 25 November 2022 lalu, bahwa akan ada aksi mogok (strike) yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan (NHS) pada tanggal 15 dan 20 Desember 2022.

Aksi ini dilakukan karena pemerintah menolak memberikan ruang dialog kepada mereka terkait kenaikan upah.

Tentu saja, ini bukan kali pertama strike yang dilakukan oleh para pekerja di Britania Raya. Beberapa profesi lainnya kerap kali melakukan aksi serupa seperti serikat pekerja akademik yang tergabung dalam UCU (University and College Union), Pekerja Kereta Api (National Railway), dan Pegawai Pos (Royal Mail).

Isu yang mereka serukan berkaitan dengan tuntutan kenaikan upah yang layak, kejelasan status pekerja, pensiun, dan lain-lain.

Strike atau mogok kerja jelas berdampak signifikan, yakni melambatnya berbagai layanan publik. Akibat strike besar-besaran yang dilakukan oleh pekerja kereta api, misalnya, saya tertahan hampir 5 jam di stasiun Birmingham pada saat bulan Juni saat itu.

Fenomena serupa, bisa dikatakan, hampir belum pernah saya jumpai di Indonesia. Hampir tak pernah ada pekerja profesional di sektor publik melakukan aksi mogok untuk menuntut upah layak atau sebaliknya. Kecuali, mereka yang bekerja sebagai buruh pada sektor manufaktur.

Strike bisa dikatakan sangat memberikan dampak yang cukup signifikan, terutama pada sektor ekonomi.

Menurut salah satu lembaga think thank di UK, Center for Economics and Bussiness, aksi mogok akan berdampak hilangnya pendapatan sebesar 700 miliar poundsterling.

Oleh karena itu, bagi para pekerja, langkah ini dianggap cukup efektif sebagai bargaining position terhadap pemangku kebijakan.

Sejarah panjang

Mungkin berlebihan jika budaya mogok kerja di UK harus dibandingkan dengan situasi di Indonesia. Sebab, bukan apple to apple atau tidak sebanding.

Aksi mogok di Inggris memiliki sejarah yang cukup panjang. Bahkan bisa dikatakan Inggris Raya adalah pemrakarsa aksi mogok.

Sebagai negara pencetus revolusi industri, aksi strike pertama kali di Inggris terjadi pada 1898.

Aksi strike tersebut dilakukan oleh pekerja tambang batu bara The Colliers of South Wales dengan tuntutan kenaikan upah. Tercatat, setidaknya aksi itu menyebabkan hilangnya jam kerja hingga 15.257.000 jam.

Sejak saat itu, gelombang aksi protes kerap terjadi di UK. Salah satu aksi mogok yang memakan korban paling besar dalam sejarah ialah terjadi pada 1926.

Aksi tersebut berhasil menghilangkan kurang lebih 160 ribu jam kerja dalam setahun. Sebanyak 1,5 juta pekerja bersolidaritas untuk mendukung pekerja pertambangan batu bara yang mana para pemilik perusahaan akan memotong paksa gaji mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com