BERLIN, KOMPAS.com - Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang dikecam keras atas kunjungannya ke Beijing pekan ini.
Dilansir dari Reuters, dia mengatakan pada Sabtu (5/11/2022) bahwa pernyataan bersamanya dan Presiden China Xi Jinping yang menentang penggunaan senjata nuklir di Ukraina jadi alasan kunjungannya.
Komentar Scholz muncul sehari setelah kunjungannya ke China bersama CEO perusahaan Jerman.
Baca juga: Cerita WNI Jual Makanan Indonesia di Warung Mobil Jerman, Sedia Mi Ayam hingga Batagor
Ini jadi kunjungan perdana pemimpin G7 itu sejak pandemi Covid-19.
"Karena pemerintah China, presiden, dan saya dapat menyatakan bahwa tidak ada senjata nuklir yang boleh digunakan dalam perang ini, itu yang membuat seluruh perjalanan ini berharga," kata Scholz dalam acara partai Sosial Demokratnya.
Xi, yang mendapatkan masa jabatan kepemimpinan ketiga dua minggu lalu, setuju bahwa kedua pemimpin bersama-sama menentang penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir atas Ukraina.
Tetapi dia menahan diri untuk tidak mengkritik Rusia atau menyerukan Moskwa untuk menarik pasukannya.
Baca juga: Cerita WNI jadi Atlet Anggar dan Kuliah di Jerman
Scholz, yang telah dikritik karena tampaknya melanjutkan strategi yang menautkan ekonomi Jerman secara berlebihan ke China, mitra dagang terpentingnya, mengatakan diversifikasi adalah kunci untuk membatasi kemungkinan dampak jika hubungan memburuk.
"Kami memiliki rencana yang jelas, dan kami mengikutinya. Dan itu berarti diversifikasi untuk semua negara tempat kami berdagang, terutama, tentu saja, negara yang sangat besar dan memiliki andil besar dalam ekonomi dunia," kata Scholz.
"Kami akan melanjutkan pertukaran ekonomi dengan China ... Tetapi juga jelas, kami akan memposisikan diri kami untuk dapat menghadapi situasi kapan pun di mana ada kesulitan, apakah itu 10 tahun dari sekarang atau 30 tahun," tambahnya.
Baca juga: Bertemu XI Jinping, Kanselir Jerman Minta China Tekan Rusia untuk Akhiri Perang
Pada pertemuan tertutup, dia mengatakan akan memakan waktu sekitar 10-15 tahun untuk sepenuhnya menghilangkan risiko.
Hubungan bisnis Jerman dengan China telah mendapat sorotan yang lebih ketat sejak Februari ketika Rusia menginvasi Ukraina.
Invasi itu sendiri menyebabkan berakhirnya hubungan energi Jerman selama satu dekade dengan Rusia dan menyebabkan banyak perusahaan meninggalkan bisnis lokal mereka.
Baca juga: Pengungsi Ukraina Banjiri Jerman, Pemerintah Kewalahan
Ini telah memicu kekhawatiran atas konsekuensi potensial bagi ekonomi Jerman jika China menyerang Taiwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.