Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita dari Jam Tangan Kayu Indonesia: Mendunia dengan Warna, Merambah Semesta lewat Dunia Maya

Kompas.com - 19/10/2022, 20:30 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

KOMPAS.com - "Keren banget nih kalau PALA bisa dipakai, bakal heboh banget," ujar Ilham Pinastiko berangan-angan produknya dikenakan oleh para peserta KTT G20, ketika dihubungi KOMPAS.com pada Kamis (13/10/2022).

Ilham merupakan COO dan Founder PALA Nusantara, merek jam tangan kayu asal Bandung, Jawa Barat, yang ditunjuk oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai suvenir KTT G20 di Bali sekaligus side event-nya.

Menparekraf Sandiaga Uno menerangkan, PALA dipilih lantaran setiap sudut desainnya terinspirasi dari kisah Nusantara.

Baca juga: G20: Daftar Negara, Sejarah Singkat, dan Presidensi Tiap Tahun

“Jam tangan ini kita pesan khusus untuk suvenir para delegasi G20 yang hadir di peluncuran side events. Jam tangan ini menggambarkan semangat kita. Kita meminta mereka memberikan yang terbaik kontribusinya agar G20 ini bisa secara sukses," kata Sandiaga dikutip dari situs web resmi G20 Indonesia (20/4/2022).

Di Indonesia, merek-merek jam tangan kayu sudah bertebaran sejak beberapa tahun ke belakang dengan menyasar pasar konsumen usia muda.

Selain PALA yang menjadi suvenir G20, contoh lainnya adalah Eboni Watch satu-satunya jenama jam tangan kayu dari Klaten, Jawa Tengah.

Cerita PALA berkarya dan Eboni berdiri

Ilham Pinastiko, COO dan founder PALA Nusantara.DOK ILHAM PINASTIKO Ilham Pinastiko, COO dan founder PALA Nusantara.
Ilham Pinastiko (35) mengeklaim dirinya termasuk orang yang memproduksi jam tangan kayu pertama di Indonesia pada 2010.

Kemudian di PALA Nusantara yang ia dirikan pada 3 Desember 2017, lulusan magister desain produk ITB tersebut mengeklaim sebagai orang pertama di Indonesia yang mendesain jam tangan tebal setebal 1 cm yang tidak umum saat itu.

Nama PALA diambil dari tanaman rempah di Kepulauan Maluku, yang dulu kala dianggap sebagai buah emas sehingga harga satu kilonya lebih mahal dari sekilo emas.

Adapun nama Nusantara berarti bentang alam yang luas atau kepulauan dan lautan yang berasal dari belahan timur dunia.

Nama PALA dan Nusantara lalu disatukan karena memainkan peran penting dalam sejarah kebesaran Indonesia di mata dunia, dikutip dari situs web PALA Nusantara.

Menurut Ilham, material kayu tidak bisa dibikin seolah-olah dengan ketebalan besi. "Istilahnya elu memanipulasi kayu, buat apa pakai kayu, mendingan pakai besi aja sebenarnya," merujuk pada jam tangan kayu masa 2015-an yang menggunakan platform tipis.

"Dari dulu saya merasa kayu itu dijadikan produk secara tidak bijaksana, karena kayu itu besar-besar ratusan tahun, puluhan tahun jadinya kusen, jadinya pintu. Menurut saya itu terlalu masif dan si kayu ini makin ke sini makin susah, jadi memang seorang desainer harus bisa mengolah kayu secara bijaksana, itu kuncinya kalau kata dosen saya," urai Ilham.

Ia pun merasa terpanggil bagaimana mengolah kayu yang harganya mahal seperti sonokeling, eboni, juga kayu-kayu lokal lainnya di Aceh atau Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tidak bisa keluar dari daerahnya, dapat lebih bernilai ketika dipakai.

Berbeda dengan Ilham, Afidha Fajar Adhitya (32) mendirikan Eboni Watch pada 10 Oktober 2014 tanpa latar belakang selaras dengan bidang studinya dulu. Dia lulusan jurusan bahasa Inggris, tanpa background di bidang kriya (kerajinan) kayu.

Kesamaan mereka adalah sama-sama tertarik dengan kayu. Bagi Afid, kayu merupakan bahan yang paling dekat dengan manusia, tidak artifisial.

Founder Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya, saat ditemui di kantor jam tangan kayu Eboni di Klaten, Jawa Tengah, Senin (17/10/2022).KOMPAS.com/ADITYA JAYA ISWARA Founder Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya, saat ditemui di kantor jam tangan kayu Eboni di Klaten, Jawa Tengah, Senin (17/10/2022).
"Dari dulu kita bangunan dari kayu, apa-apa dari kayu. Makanya kalau kita bisa membuat barang itu value-nya dinaikkan, lebih fungsional, bahkan untuk kegiatan manusia, itu pasti akan lebih baik karena selain dekat secara batin dengan manusia dia juga sustainable (berkelanjutan)," imbuhnya.

Nama Eboni merujuk pada salah satu kayu asli Indonesia yang banyak tumbuh di Sulawesi.

"Eboni adalah kayu yang kuat dan eksotik, sehingga kami berharap brand kami juga kuat dan banyak dicari orang karena kualitasnya," ujar Afidha kepada KOMPAS.com dalam kesempatan terpisah pada 7 Maret 2022.

Eboni mulanya adalah jenis kayu yang dipakai Afid sebagai bahan jam tangan, tetapi setelah semakin susah dicari dia menggantinya dengan kayu sonokeling atau rosewood dan maple.

Pria asal Klaten, Jawa Tengah, itu mengaku awalnya hanya bertujuan membuat jam tangan kayu untuk masyarakat Indonesia, tetapi tanpa disangka saat peluncuran (launching) pertama langsung ada pembeli dari luar negeri.

"Produksi awal Desember 2014, launching Januari 2015. First launching di Instagram sudah ada yang beli kolektor jam kayu di Afrika Selatan," kata Afid ketika ditemui KOMPAS.com di kantor Eboni, Senin (17/10/2022).

Afid melanjutkan, dari 12 buah jam tangan yang pertama dia buat, dua di antaranya laku ke Afsel. Pembeli menghubunginya lewat e-mail. Saat itu harga jamnya Rp 750.000 dengan ongkos kirim atau ongkir Rp 650.000.

"Karena waktu itu WhatsApp belum secanggih sekarang. Kalau sekarang WhatsApp bisa lintas budaya (negara), kalau dulu kan belum. Jadi kita e-mail-an, e-mail-nya Outlook gitu," kenang Afid.

Ia juga membeberkan strategi pemasaran digitalnya dulu. Ketika dipasarkan pada 2014-2015, penggunaan hashtag di Instagram sangat efektif.

"2014-2015 kan masih sepi ya Instagram, enggak sepenuh sekarang. Jadi orang search pakai hashtag gampang banget," imbuhnya.

Menurut Afid, konsumen asal Afrika Selatan yang berprofesi fotografer itu sangat puas dengan jam Eboni. "Sampai difotoin dan segala macam, ya itu mungkin momen paling berkesan aku pertama kali launching Eboni."

Baca juga: Mencari Rezeki Tanpa Polusi dengan Sunyi Bunyi Motor Listrik

Jam tangan PALA Nusantara Edisi G20Dok. PALA Nusantara Jam tangan PALA Nusantara Edisi G20
Baik Ilham dan Afid sama-sama meniti jalan yang tidak mudah untuk sampai di tingkat sekarang. Berbagai lika-liku dan rintangan harus mereka lalui.

Ilham contohnya, yang sempat mengalami keterbatasan teknologi, pengetahuan, hingga sulitnya mencari pengrajin.

"Susah cari pengrajin yang sudah spesifik jam tangan. Kalau di sepatu banyak, di dompet banyak, jaket, baju, banyak banget. Mana ada pengrajin yang mau ngamplas sekecil-kecil kelingking. Jadi semua itu di-training dari nol," terangnya.

Afid pun belajar otodidak dengan memproduksi secara mandiri, mencari supplier mesin dan baterai sendiri, sampai mengembangkan sistem produksi khasnya, karena waktu itu YouTube belum sepopuler sekarang.

Semua pegawai juga dia ajari dari nol, mulai dari administrator media sosial hingga HR (Human Resources). "Tidak ada yang background-nya sama, semua belajar bareng."

Pengalaman yang cukup membantunya adalah bisnis sebelumnya di bidang kulit (tas dan dompet) yang membuatnya mengerti cara pengiriman ke luar negeri.

"Kalau (mengirim) produk natural (hasil alam) itu memang agak tricky, jadi kita harus punya izin khusus, karena kayunya kayu Indonesia, kulit dari sini, jadi (barangnya) harus masuk balai karantina pertanian, harus ada suratnya bahwa ini bebas dari jamur, virus," terang Afid.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com