SYDNEY, KOMPAS.com - Istri dan anak-anak dari seorang pengantar makanan yang tewas ditabrak bus di Sydney, Australia, akan menerima pembayaran 830.000 dollar Australia atau hampir Rp 9 miliar.
Ini tertuang dalam keputusan pengadilan yang menetapkan bahwa Xiaojun Chen saat kecelakaan itu sedang bekerja sebagai pegawai dari perusahaan layanan antar makanan Hungry Panda.
Xiaojun yang berusia 43 tahun saat kejadian pada September 2020 itu, tewas saat mengendarai sepeda motornya mengantarkan pesanan makanan pelanggan untuk aplikasi Hungry Panda.
Baca juga: Dituding Ngojek karena Tidak Sekolah, Driver Ojol Ini Tunjukkan Ijazah S1 Teknik Perawatan Pesawat
Ia meninggalkan istri, Lihong Wei, dua orang anak, dan seorang ayah berusia 75 tahun yang semuanya tinggal di salah satu kota pedalaman di China.
Serikat Pekerja Transportasi (TWU) Australia menyebutkan bahwa Komisi Kecelakaan Kerja telah menetapkan Xiaojun berhak atas kompensasi pekerja, menyusul pengakuan dari Hungry Panda untuk bertanggung jawab atas kematiannya.
Lihong Wei, yang menyaksikan kepergian suaminya melalui panggilan video dari pedalaman China ke rumah sakit di Sydney, mengatakan suaminya bekerja di Australia demi menghidupi keluarganya di China.
"Anak-anak saya merindukan ayah mereka setiap harinya sampai sekarang," katanya kepada ABC News.
"Putri saya mulai kesulitan dengan sekolahnya dan putra saya telah kehilangan ayahnya pada usia delapan tahun. Tidak ada yang bisa memperbaiki keadaan kami ini," ujarnya.
Ketua TWU, Michael Kaine, menyambut baik keputusan pengadilan dan memuji langkah Lihong Wei menuntut kompensasi.
"Setelah usaha selama dua tahun yang melelahkan, keadilan akhirnya diberikan untuk keluarga Xiaojun," katanya.
Jasmina Mackovic dari firma hukum Slater and Gordon mengatakan keputusan ini merupakan yang pertama dalam hal kompensasi pekerja pengantar makanan.
Baca juga:
“Pekerja GIG economy dan keluarganya biasanya tidak diberikan hak karena mereka dianggap kontraktor independen, bukan karyawan. Artinya mereka tidak dapat mengakses kompensasi pekerja dan tunjangan lain seperti cuti sakit,” jelasnya.
"Mudah-mudahan keputusan ini menjadi awal perubahan bagi pekerja yang biasanya tidak memiliki suara karena terpaksa mengambil pekerjaan apa pun demi menopang keluarganya," kata Jasmina.
Pakar hubungan industrial dari University of Sydney, Chris Wright, menilai keputusan ini sangat penting bagi pekerja jasa pengantar barang dan makanan.