Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Hilangnya 43 Pelajar Secara Massal Temukan Bukti Baru, Pemerintah Meksiko Dituding Palsukan Penyelidikan

Kompas.com - 30/03/2022, 22:29 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

MEXICO CITY, KOMPAS.com - Sekelompok pakar internasional dalam Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika mengatakan pemerintah Meksiko memalsukan penyelidikannya atas kasus hilangnya 43 pelajar secara massal pada 2014.

Rekaman video yang dirilis kelompok tersebut, diklaim menunjukkan bukti keterlibatan militer di tempat kejadian, di mana pihak berwenang kemudian mengatakan para pelajar terbunuh.

Baca juga: Di Perbatasan Meksiko, Warga Ukraina Boleh Masuk AS, Warga Rusia Ditolak

Dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (30/3/2022), para ahli menilai pemerintah Meksiko sejak awal menahan atau memalsukan bukti saat menyelidiki apa yang terjadi pada para pelajar tersebut.

43 Pelajar Meksiko tersebut dilaporkan menghilang setelah ditahan polisi setempat di Iguala di negara bagian Guerrero di selatan.

Mereka dilaporkan mengambil bagian dalam tradisi tahunan untuk menandai peringatan pembantaian protes pelajar Tlatelolco 1968.

Pihak berwenang Meksiko kemudian mengatakan para pelajar tampaknya diserahkan ke kartel narkoba lokal dan kemungkinan besar dibunuh.

Sebagian besar mayat pelajar tersebut tidak pernah ditemukan, meskipun potongan tulang yang terbakar di tempat pembuangan dilaporkan cocok dengan tiga pelajar.

“Itu dipalsukan dari hari pertama hingga hari terakhir,” kata mantan jaksa Kolombia Angela Buitrago, yang merupakan bagian dari kelompok Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika yang mendukung penyelidikan tersebut.

Baca juga: Aparat Meksiko Tangkap Bos Kartel Narkoba Buronan AS, Diwarnai Baku Tembak Sengit

Para ahli memperoleh video drone pemerintah yang tampaknya menunjukkan marinir dan polisi Meksiko, tak lama setelah para pelajar menghilang, bergerak di sekitar daerah di mana pihak berwenang menyatakan bahwa para pelajar itu terbunuh.

Dalam satu adegan video, marinir terlihat berdiri di area tempat pembuangan sampah Cocula di mana penyelidik federal kemudian menemukan selongsong peluru.

Video itu juga menunjukkan personel militer yang tampaknya membakar plastik putih.

Buitrago mengatakan penyelidik, jaksa, dan personel militer mengubah TKP dan catatan saat mereka bergegas untuk menyelesaikan kejahatan.

Kasus tersebut memicu protes di seluruh negeri dan kecaman internasional yang mengganggu pemerintahan Presiden Enrique Pena Nieto saat itu.

Investigasi 2015 yang dilakukan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika sebelumnya mengatakan skenario yang diajukan oleh pemerintah – bahwa para pelajar dibunuh dan dibakar di tempat pembuangan sampah – “tidak mungkin secara ilmiah”, meskipun para ahli kemudian mempertanyakan temuan tersebut.

Baca juga: Di Balik Polemik Larangan Adu Banteng di Meksiko

Para tersangka yang ditangkap setelah penghilangan tersebut, dan kemudian dibebaskan, juga sebelumnya menuduh polisi dan militer melakukan penyiksaan.

Bukti terbaru datang saat Meksiko menunggu ekstradisi Tomas Zeron, yang merupakan kepala badan investigasi federal pada saat penculikan dan mengawasi penyelidikan kriminal dan pekerjaan forensik terkait kasus tersebut. Dia melarikan diri ke Israel pada 2019.

Zeron sedang dicari atas tuduhan penyiksaan dan menutupi kasus penghilangan massal ini.

Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mengumumkan penyelidikan baru atas hilangnya pelajar tersebut pada 2019, dengan para pejabat bersumpah untuk "memulai lagi" penyelidikan dan "menghapus semua penyimpangan ... yang dilakukan".

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com