KABUL, KOMPAS.com - Kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan dianggap sebagai tantangan keamanan yang monumental bagi masyarakat internasional. Krisis kemanusiaan terjadi, jutaan orang Afghanistan jatuh ke dalam kemiskinan dan ekonomi negara itu mulai runtuh.
Kekuatan besar dunia bergegas untuk mengatasi situasi tersebut dan segala upaya dilakukan untuk memastikan stabilitas Afghanistan, serta memberikan tekanan pada penguasa fundamentalis Islam yang baru di negara itu.
Tujuh bulan berlalu, Afghanistan tidak lagi menjadi perhatian utama Barat, karena mereka mengalihkan fokus terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Pengamat mengatakan, Taliban melihatnya sebagai peluang untuk menerapkan kebijakan garis keras mereka di Afghanistan, ketika mengetahui bahwa komunitas internasional sibuk di tempat lain.
Baca juga: Menolak Bekerja Sama dengan Taliban, Diplomat Afghanistan Terus Dapat Tekanan
Tamim Asey, Ketua Eksekutif Institut Studi Perang dan Perdamaian Kabul sekaligus peneliti tamu di King's College London, mengatakan kepada DW, dia yakin kurangnya minat internasional dalam krisis Afghanistan dapat membuka jalan bagi kelompok teror dan jaringan kriminal untuk menyerang, mengumpulkan dan memulihkan kekuatan.
"Situasi ini akan mendorong Afghanistan jatuh lebih jauh ke dalam kekacauan dan akan memberikan kesempatan bagi jaringan kriminal transnasional untuk pulih," katanya kepada DW.
Beberapa negara Barat melihat ancaman keamanan langsung yang berasal dari Afghanistan. Sejauh ini, Taliban berusaha untuk mendapatkan pengakuan internasional, bantuan keuangan, dan lebih cenderung ke arah pendekatan "diplomatis" daripada menggunakan taktik kekerasan. Namun, para ahli mengatakan kondisi ini mungkin tidak bertahan lama.
"Sejarah memberitahu kita, krisis kemanusiaan dapat menyebabkan konflik kekerasan. Lebih mudah bagi kelompok teroris untuk beroperasi di negara yang menghadapi gejolak ekonomi. Afghanistan tidak terkecuali," Shamroz Khan Masjidi, seorang analis politik Afghanistan, mengatakan kepada DW.
Baca juga: Taliban Perintahkan Penyisiran Keamanan Besar-besaran di Ibu Kota Afghanistan
Jika krisis kemanusiaan di Afghanistan bertambah parah, Taliban tidak akan mampu lagi mengendalikan situasi, sebagaimana dibuktikan oleh serangan kekerasan baru-baru ini oleh kelompok Islamic State ISIS.
Salahuddin Ludin, seorang pakar politik di Afghanistan, mengatakan kepada DW bahwa hidup telah menjadi sangat sulit bagi sebagian besar warga Afghanistan.
"Organisasi bantuan internasional telah meninggalkan negara itu. Taliban tidak mampu membayar upah kepada pegawai pemerintah. Sektor perawatan kesehatan masyarakat dalam kekacauan," katanya.
Terlepas dari penderitaan penduduk pedesaan, bahkan warga Afghanistan yang tinggal di kota merasa tidak mungkin untuk memenuhi kebutuhan.
Ludin mengatakan banyak orang Afghanistan menyimpan tabungan mereka di rekening bank.
"Sekarang, mereka tidak dapat mengaksesnya. Pengusaha Afghanistan, misalnya, tidak dapat melakukan transfer internasional, yang mengakibatkan harga komoditas naik drastis di negara itu," ujar Ludin.
Baca juga: Universitas di Afghanistan Kembali Dibuka, Hanya Sedikit Wanita yang Kembali Kuliah
Sardar Mohammad Rahman Ughelli, mantan Duta Besar Afghanistan untuk Ukraina, mengatakan, dunia sudah melupakan krisis Afghanistan.
"Bahkan media internasional tidak lagi meliput krisis di Afghanistan," katanya, seraya menambahkan Taliban sekarang bebas menerapkan kebijakan regresif mereka di negara itu.