Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Trias Kuncahyono
Wartawan dan Penulis Buku

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, nulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Putin, Testing The Water

Kompas.com - 02/03/2022, 11:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dan, pasal 5 menyatakan, serangan terhadap satu negara anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua. Ini pernah terjadi setelah serangan teroris pada 11 September 2001.

Sekali lagi: Ukraina bukan anggota.

Belajar sejarah

Ada kekhawatiran pula bahwa serangan NATO akan memicu perang Eropa. Kekhawatiran pecahnya PD III pun akan bisa menjadi kenyataan.

Karena itu, NATO hati-hati. Putin paham sekali akan hal itu. Maka pada tahun 2014, Putin berani memerintahkan pasukannya untuk menginvasi dan menganeksasi Krimea dari tangan Ukraina.

Lalu, sebelum pecah perang beberapa hari lalu, Rusia mengakui kemerdekaan dua wilayah separatis Ukraina: Donesk dan Luhansk.

Ketika tahun 2014, Rusia menganeksasi Krimea, dunia “hanya” teriak-teriak mengecam. Dan menyatakan tetap mendukung integritas dan kedaulatan Ukraina atas Krimea. Sampai di sini saja.

Padahal waktu itu, Rusia dianggap telah melanggar Piagam PBB soal ketetapan untuk tidak intervensi; Akta Terakhir Helsinki (Helsinki Final Act) tahun 1975; Piagam Paris 1990; 1997 Perjanjian Persahabatan, Kerja Sama dan Kemitraan antara Rusia dan Ukraina; 1994 Memorandum Budapest tentang Jaminan Keamanan.

Nyatanya, hingga kini wilayah itu tetap di bawah kekuasaan Rusia. NATO? Tetap berpegang pada pasal-pasal Perjanjian Washington.

Walaupun, aneksasi Krimea itu dianggap sebagai pelanggaran paling serius terhadap perbatasan Eropa sejak PD I.

Tetapi, Rusia selalu mengutip catatan sejarah untuk membenarkan aneksasinya.

Sejarah mencatat, pada tahun 1774, Kekaisaran Rusia menguasai Krimea. Lalu menjadikan Semenanjung Krimea sebagai benteng utama melawan koalisi Inggris Raya, Perancis, Sardinia, dan Turki selama Krimea Perang (1853–1856).

Pertahanan Sevastopol—kota di Semenanjung Krimea bagian selatan—melawan Nazi invasi selama PD II berfungsi sebagai simbol kekuatan Rusia, menjadikan kota itu kehormatan “Kota Pahlawan.”

Sejarah ini menegaskan persepsi Rusia bahwa Krimea adalah penyangga penting terhadap serangan kekuatan asing dan bahwa kehilangan semenanjung akan berarti menggerogoti status Rusia sebagai kekuatan besar (Jonathon Cosgrove, The Russian Invasion of The Crimean Peninsula, 2014-2015, A Post—Cold War Nuclear Crisis Case Study, 2020).

Pada tahun 1954, setelah kematian Stalin, Krimea oleh Moskwa diserahkan pada Ukraina (bagian dari republik Soviet).

Penyerahan ini untuk merayakan tiga abad Perjanjian Pereyaslav antara Rusia dan Ukraina (1654) yang menegaskan persatuan orang Ukraina dan Rusia.

Tetapi, Putin menganggap penyerahan itu sebagai sebuah kesalahan. Sebab, setelah sistem Uni Soviet ambruk, di Polandia, Hongaria, dan Czechoslovakia, Ukraina memerdekakan diri lepas dari Uni Soviet, 16 Juli 1990.

Setahun kemudian 21 Agustus 1991, mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka penuh, Krimea benar-benar lepas dari tangan Moskwa. Maka dilakukan segala upaya untuk merebutnya kembali.

Untuk Ukraina pun, Rusia (Putin) mendasarkan pada sejarah. Tentu sejarah sesuai kepentingan mereka.

Dan, Putin adalah seorang “mahasiswa” sejarah yang baik. Dia tahu nasib yang menanti para pemimpin Rusia yang kalah perang.

Misalnya, tsar Romanov terakhir, Nicholas II, yang tidak hanya kalah pada PD I, tetapi juga kalah pada Perang Rusia-Jepang (1905).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com