Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebiasaan Memanjangkan Leher Suku Karen di Thailand Bukan Murni karena Tradisi

Kompas.com - 28/05/2021, 17:11 WIB
Tito Hilmawan Reditya,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

 KOMPAS.com - Semakin panjang leher perempuan, semakin cantik pula mereka di mata laki-laki. Inilah yang menjadi keyakinan perempuan di suku Karen yang tinggal di bagian utara Thailand, yang dikenal lewat tradisi memanjangkan leher.

Suku yang mendiami kawasan Baan Tong Luang yang berada di Chiang Rai ini sebenarnya bukan asli Thailand, melainkan dari Dataran Tinggi Tibet. Mereka selanjutnya pindah ke Karen Stater, Myanmar, dan akhirnya menetap di Thailand.

Tumpukan cincin besar di leher perempuan jadi pemandangan yang tak asing di sini. Bahkan, sejak kecil, para perempuan sudah diberi cincin kuningan agar lehernya bisa panjang sempurna.

Baca juga: 5 Tradisi Unik Perayaan Waisak di Berbagai Negara

Ekstremnya, semakin usia perempuan suku Karen bertambah, cincin di lehernya pun juga akan ditambah. Mereka juga pantang melepas tumpukan cincin ini saat sedang beraktivitas sekalipun.

Cincin leher hanya akan dilepas saat mereka menikah, melahirkan, atau meninggal. Saat dibersihkan, cincin boleh dilepas, tetapi tidak boleh terlalu sering dan harus segera dipakai kembali.

Sebenarnya, perempuan secara alami tidak memiliki leher yang ekstra panjang. Cincin kuningan berat yang dipakai perempuan suku Karen jadi semacam "tandu" leher.

Cincin ini menghancurkan tulang rusuk dan bahu mereka selama bertahun-tahun. Inilah yang memberi ilusi bahwa leher mereka terlihat sangat panjang.

Tradisi yang oleh dunia dikenal dengan nama "neck rig" ini awalnya ditujukan untuk melindungi diri dari harimau. Di masa lampau, beberapa perempuan suku Karen pernah dibunuh oleh harimau.

Jadi, pemimpin suku memutuskan meminta mereka memakai cincin leher kuningan demi melindunginya dari kepunahan.

Baca juga: Gelar Tradisi Seba Baduy Secara Sederhana Saat Pandemi, Bupati Lebak Minta Maaf

Tradisi ini kemudian berkembang sedemikian rupa, hingga dipakai sebagai tolok ukur kecantikan perempuan suku Karen.

Namun, saat ini tak semua perempuan Karen diwajibkan memakai cincin leher. Hanya anak perempuan yang lahir pada waktu tertentu yang ditakdirkan meneruskan tradisi ini.

Biasanya, mereka mulai memakai cincin leher panjang dari usia 5 atau 6 tahun. Awalnya dimulai dengan 5 buah cincin di leher, yang lantas ditambahkan 2 buah cincin peregangan dari tahun ke tahun.

Tidak ada standar jumlah cincin leher maksimum yang bisa mereka pakai, tetapi umumnya hanya bisa mencapai 25 buah cincin.

Di usia 15 tahun, para perempuan suku Kayan dapat memilih apakah mereka akan melanjutkan perpanjangan leher seumur hidup atau berhenti total.

Ini karena setelah usia 15 tahun, tulang rusuk berpotensi rusak dan leher bisa jadi akan terlalu longgar menahan bebannya sendiri.

Baca juga: Tradisi Seba Baduy Akan Dilaksanakan secara Terbatas

Saat ini, bagi perempuan suku Karen Thailand, pilihan memakai cincin ditujukan tak hanya untuk meneruskan tradisi semata, tetapi berdasarkan kebutuhan untuk bisa menghasilkan uang dari para turis yang terhibur.

Warga suku Kayan sebenarnya adalah pengungsi di Thailand. Mereka tidak bisa hidup dengan damai di Myanmar, dan memilih tinggal di "Negeri Gajah Putih" ini. Akan tetapi, warga suku Karen justru dijadikan semacam obyek wisata yang legal oleh pemerintah.

Sebagai pengungsi, mereka dibatasi untuk bekerja atau meninggalkan desa. Bahkan, pekerjaan seperti bertani juga dibatasi. Pendidikan pun juga belum merata.

Thailand menggambarkan mereka sebagai suku primitif. Namun, sebenarnya mereka tidak pernah diberi kesempatan. Cara satu-satunya agar suku Karen bisa hidup di Thailand adalah dengan mematuhi aturan Thailand.

Rumah suku Karen pun masih terbuat dari kayu dan dedaunan. Tanpa listrik atau sanitasi yang layak. Tanpa cara untuk memperbaiki diri. Jadi, suku ini bisa dibilang masih amat miskin.

Pemasukan terbesar mereka datang dari para turis yang berkunjung dan membeli kerajinan mereka. Uang itu nantinya dipakai memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk air bersih untuk keluarga mereka.

Baca juga: Tradisi Kupatan di Tuban, Ratusan Orang Mandi Bersama di Laut untuk Tolak Bala

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Global
Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Global
Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Global
Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Global
Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Global
30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

Internasional
Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Global
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com