YANGON, KOMPAS.com - Lusinan kendaraan memblokir beberapa persimpangan di kota utama Myanmar, Yangon. Gerakan ini tampaknya merupakan taktik baru yang digunakan oleh pengunjuk rasa pada Rabu (17/2/2021).
BBC melaporkan protes kali ini hampir melumpuhkan lalu lintas di pusat kota Yangon. Puluhan ribu orang masih terus turun ke jalan-jalan di kota dalam apa yang diharapkan penyelenggara menjadi protes terbesar, setelah Suu Kyi dijatuhi tuntutan pidana kedua dalam sidang tersembunyi Selasa (16/2/2021).
Demonstran menuntut pembebasan pemimpin terpilih mereka segera dibebaskan setelah penahanan yang dilakukan militer menyusul kudeta militer pada 1 Februari.
Militer Myanmar pada Selasa (16/2/2021) juga mengulangi janjinya untuk mengadakan pemilihan baru dan melepaskan kekuasaan, meskipun banyak pengunjuk rasa tetap skeptis.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Dapat Dakwaan Tambahan dalam Sidang yang Digelar Secara Tersembunyi
This scene is so cute.Rickshaw Drivers are also helping to block the road. They are helping civil staffs who are intimidated and forced to go work@UN_HRC @RapporteurUn @freya_cole@YourAnonCentral @KenRoth @MayWongCNA
— Honey Aung (@HoneyAu87831395) February 17, 2021
MYANMAR NEEDS DEMOCRACY#WhatsHappeningInMyanmar#Feb17Coup pic.twitter.com/WNnhVqeFHy
Kampanye di media sosial menyerukan pengunjuk rasa untuk sengaja memblokir jalan. Gerakan ini mulai mendapatkan daya tarik pada Rabu pagi (17/2/2021).
Tujuannya rupanya untuk menghentikan pegawai negeri pergi bekerja dan menghambat pergerakan pasukan keamanan.
Aksi "Hari Pemblokiran Jalan" ini, telah terlihat banyak memposting gambar kendaraan secara online. Masyarakat memarkir mobil dengan kap mesin mobil sengaja dibuka, seolah kendaraannya benar-benar mogok di tengah jalan Yangon. Jalan-jalan akhirnya tidak dapat dilewati lalu lintas.
Protes tersebut adalah yang terbaru dari gerakan pembangkangan sipil yang meningkat di negara itu. Sebelumnya pemogokan dilakukan oleh para dokter dan guru, serta pemboikotan produk dan layanan yang dimiliki oleh militer.
Baca juga: Keempat Kalinya Akses Internet Myanmar Diblokir Junta Militer
Di tempat lain di Yangon, puluhan ribu orang mengambil bagian dalam protes besar di pusat kota di daerah Sule.
Demonstran telah berkumpul hampir setiap hari selama dua minggu terakhir. Tetapi penyelenggara berharap protes Rabu akan melihat jumlah pemilih terbesar.
"Mari kita mengumpulkan jutaan orang untuk menjatuhkan diktator," tulis Khin Sandar, anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi di Facebook.
"Mari kita berbaris secara massal (dan) menunjukkan kekuatan kita melawan pemerintah kudeta yang telah menghancurkan ... masa depan negara kita."
Tetapi seorang aktivis mengkritik gerakan “mogok kendaraan” itu, mengatakan bahwa mereka justru menahan pengunjuk rasa yang ingin menuju ke pusat kota untuk melakukan protes.
"Hentikan mobil yang rusak dan bantu pengunjuk rasa mencapai Sule (pusat unjuk rasa) secepat mungkin," kata aktivis Maung Saung Kha menurut laporan Reuters.
Ratusan ribu orang bergabung dalam protes dan kampanye pembangkangan sipil setelah kudeta.
Orang-orang terlihat di jalan-jalan di Yangon, Dawei dan Myitkyina memegang pesan "Gerakan Pembangkangan Sipil" dan spanduk "Bebaskan pemimpin kami" yang menampilkan gambar Suu Kyi.
Demonstrasi telah membengkak untuk melibatkan orang-orang dari semua lapisan masyarakat. Diantaranya termasuk pemogokan oleh pegawai pemerintah sebagai bagian dari gerakan pembangkangan sipil massal.
Militer pada gilirannya telah meningkatkan tindakan kerasnya. Pada Minggu, pasukan keamanan di negara bagian Kachin utara negara itu menembaki pengunjuk rasa di sebuah pembangkit listrik.
Kepada CNN, seorang pengunjuk rasa di Mandalay mengatakan melihat pasukan keamanan berseragam menembakkan peluru karet dan menggunakan ketapel ke arah kerumunan pengunjuk rasa damai, menyebabkan mereka melarikan diri.
CNN telah berusaha menghubungi militer untuk mendapatkan tanggapan.
Militer juga berupaya membatasi akses ke internet dan layanan berita, serta menerapkan undang-undang keamanan siber baru. Pengamat khawatir tindakan itu berpotensi membatasi arus informasi.
Layanan internet dan seluler terganggu untuk malam kedua berturut-turut pada Senin (15/2/2021), menurut pemantau internet NetBlocks.
Konektivitas internet nasional turun menjadi 15 persen dari level biasa pada pukul 1 pagi waktu setempat. Kondisinya serupa dengan level yang terlihat pada Minggu malam.
Hal ini telah mendorong beberapa orang untuk berspekulasi apakah larangan internet pada malam hari akan menjadi kejadian sehari-hari di negara tersebut.
Baca juga: Jika Nekat Demo, Militer Myanmar Ancam Demonstran Hukuman 20 Tahun Penjara
Namun ketakutan pihak berwenang menggunakan kekerasan tidak menghentikan demonstrasi.
Pengunjuk rasa anti-kudeta menduduki jalur kereta api di Mawlamyine dan kota terbesar Myanmar Yangon pada Selasa (16/2/2021). Sembari meneriakkan slogan-slogan, mereka berupaya mengganggu layanan kereta api, sebagai bagian dari gerakan pembangkangan sipil di seluruh negeri.
Diplomat Barat pada Minggu (14/2/2021) memperingatkan junta Myanmar bahwa "dunia sedang menonton" dan menyarankan militer untuk tidak menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
"Kami menyerukan kepada pasukan keamanan untuk menahan diri dari kekerasan terhadap demonstran dan warga sipil, yang memprotes penggulingan pemerintah sah mereka," bunyi pernyataan bersama yang ditandatangani oleh AS, Kanada, dan Uni Eropa yang dipublikasikan di halaman Facebook resmi kedutaan mereka.
Dalam pernyataan yang dirilis Selasa (16/2/2021), Utusan Khusus PBB untuk Myanmar meminta kepemimpinan militer negara itu untuk menahan diri dari kekerasan dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan supremasi hukum.
Baca juga: Myanmar Mencekam, Warga Ronda Malam untuk Cegah Penggerebekan Militer
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.