NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Suhu politik di Myanmar kembali memanas dengan kudeta militer yang terjadi pada Senin dini hari waktu setempat (1/2/2021).
Para pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi maupun Presiden Win Myint diserbu di kediamannya dan ditangkap.
Pihak militer kemudian mengumumkan bahwa mereka mengangkat Wakil Presiden Myint Swe sebagai penjabat presiden.
Baca juga: Kudeta Militer Myanmar dan 10 Tahun Demokrasi yang Penuh Gejolak
Selain itu, mereka juga mengumumkan status darurat selama setahun, dengan segala urusan sementara akan diserahkan ke Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Kudeta militer itu jelas mengagetkan seluruh dunia, dengan banyak pemimpin negara yang melontarkan kecaman, berikut di antaranya seperti dikutip AFP.
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki menyatakan, Washington akan bertindak jika sampai kudeta itu tetap dilaksanakan.
Psaki menjelaskan AS menentang segala bentuk upaya untuk membatalkan kemenangan partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Dalam pemilihan November 2020, NLD meraih kemenangan telak, yang kemudian mendapatkan oposisi dari partai yang disokong militer.
Baca juga: Kudeta Militer Terjadi di Myanmar, Ini Fakta yang Berhasil Terhimpun
Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyerukan agar junta melepaskan seluruh pemimpin sipil yang mereka tangkap.
"Mereka juga harus menghormati kehendak rakyat Burma (nama lama Myanmar), seperti yang ditunjukkan dalam pemilu 8 November," papar Blinken.
Sebelum kudeta terjadi, Washington bersama sejumlah negara lain menyerukan agar angkatan bersenjata menghormati norma demokrasi.
Pernyataan pada 29 Januari itu dirilis setelah Jenderal Min mengancam bakal mencabut konstitusi Myanmar.
Menteri Luar Negeri "Negeri Kanguru" Marise Payne senada dengan Psaki, meminta junta militer untuk melepaskan seluruh pemimpin sipil.
"Kami menyerukan agar segala sengketa diselesaikan sesuai jalur resmi, dan menghormati aturan yang berlaku," kata dia.
Baca juga: Mengenal Min Aung Hlaing, Jenderal Senior yang Jadi Pemimpin Sementara Myanmar
Melalui kementerian luar negeri, India menyatakan bahwa mereka sangat intens mengikuti perkembangan situasi di negara Asia Tenggara tersebut.
"India selalu berpegang teguh pada proses transisi demokratis. Kami percaya penegakan hukum dan demokrasi harus ditegakkan," ujar New Delhi.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan, dia sangat keras mengecam penangkapan terhadap para pemimpin sipil.
"Perkembangan terbaru ini jelas mencerminkan tamparan keras dari reformasi demokrasi di Myanmar," kata dia melalui juru bicara Stephane Dujarric.
Baca juga: Militer Myanmar Ambil Alih Kekuasaan dan Kepung Yangon, Umumkan Keadaan Darurat
Dari sesama negara di kawasan Asia Tenggara, Kementerian Luar Negeri Singapura sangat prihatin dengan situasi di sana.
Pemerintah "Negeri Singa" mengimbau warganya yang tengah di sana untuk tetap siaga dengan segala babak terbaru kudeta militer ini.
Bob Rae, Duta Besar Kanada untuk PBB menuturkan di Twitter, militer Myanmar sejak awal sudah berencana melakukan ini lewat konstitusi yang dirumuskan.
"Konstitusi 2008 dengan jelas didesain agar kekuasaan militer bisa dilindungi dan makin diperkuat," kecam Rae.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer, Internet dan Sambungan Telepon di Myanmar Terganggu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.