"Ini adalah pemilihan apartheid," kata kelompok hak asasi Kampanye Burma di Inggris, menambahkan bahwa pemilihan itu kurang bebas dan adil dibandingkan sebelumnya.
Pembatasan di banyak wilayah etnis minoritas lainnya, yang seolah-olah untuk masalah keamanan, membuat hampir dua juta pemilih dicabut haknya.
Di negara bagian Rakhine, beberapa orang mengajukan protes online di Facebook karena tidak dapat memilih, dengan menunjukkan jari-jari mereka yang tidak terdapat tinta berwarna ungu, tidak seperti mereka yang telah memberikan suara.
Baca juga: Jelang Pemilu Myanmar, Aung San Suu Kyi Beri Hak Suara Lebih Awal
Komisi pemilu juga dikecam karena kurang transparan dengan logistik yang ceroboh, dari daftar pemilih hingga dugaan diskriminasi terhadap kandidat Muslim.
Myanmar telah dilanda banyak konflik berkepanjangan selain krisis Rohingya di daerah etnis minoritas.
Banyak etnis minoritas ini dirugikan oleh sistem pemilu dan kehilangan hak pilihnya. Menurut analis yang berbasis di Yangon, Richard Horsey, hal itu menimbulkan risiko besar dari pemilu atau kekerasan pasca pemilu.
"Ada banyak senjata, ada banyak kelompok bersenjata, ada banyak perpecahan," ujar Horsey.
Baca juga: Jelang Pemilu Myanmar, Aung San Suu Kyi Klaim Covid-19 Terkendali di Yangon
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.