SEJAK berakhirnya Perang Dunia (PD) II peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi lebih mengemuka dalam pendekatan kerjasama antarnegara.
Demikian pula peran dari organisasi-organisasi Internasional lainnya yang berada di bawah naungan PBB, seperti UNESCO, WTO, ICAO, ILO, IMO, WHO dan lain sebagainya.
Kerja sama antarnegara bertujuan satu yaitu untuk mencegah terjadinya lagi perang dan berupaya mencapai perdamaian dan kesejahteraan dunia.
Negara-negara pasca-PD II menyadari benar tentang perlunya dunia bersatu padu menuju peradaban baru yang dapat dipercaya menciptakan perdamaian dunia.
Pada 1960 pemikir berkebangsaan Kanada, Herbert Marshall McLuhan, bahkan telah menciptakan terminologi baru yang lebih kurang merefleksikan hal tersebut dengan menyebutnya sebagai “Global Village”. Desa global, dunia yang menyatu.
Dalam perkembangannya kemudian ternyata yang terjadi, dunia untuk sementara terbagi 2 kutub atau dua blok yaitu blok barat dan timur.
Kedua blok terdiri dari aliansi NATO dan Pakta Warsawa yang selama puluhan tahun pertentangannya ditandai dengan perang dingin.
Setelah Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 muncullah gerakan negara-negara non-blok yang secara resmi dideklarasikan pada 1961.
Gerakan kelompok ini menjadi kutub tersendiri yang tidak memihak kepada Blok Barat dibawah kepemimpinan Amerika Serikat maupun Blok Timur dibawah Uni Soviet.
Pasca-perang dingin
Pada 1991 Uni Soviet bubar dan terpecah menjadi beberapa negara, perang dingin pun usai dan Amerika Serikat tampil sebagai penguasa tunggal dunia yang diberi gelar negara super power.
Disisi lainnya, persekutuan antar negara bermunculan, antara lain Uni Eropa, Uni Afrika, ASEAN dan lain sebagainya.
Hubungan antar-bangsa dalam wadah regional tidak selalu otomatis menjadi sebuah pakta militer, seperti ASEAN misalnya.
Akan tetapi tetap saja hubungan antar-bangsa yang bernaung dalam satu wadah sebuah organisasi akan menjadi pertimbangan dalam konteks gelar pertahanan keamanan sebuah negara.