Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta militer. Sebagian besar negara dilanda pertempuran.
Lebih dari 2.300 orang tewas akibat tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa sejak kudeta, yang menurut kelompok hak asasi manusia termasuk penghancuran desa, pembunuhan massal di luar proses hukum, dan serangan udara terhadap warga sipil.
"Pola respons masyarakat internasional terhadap kengerian ini tidak berubah," kata Thomas Andrews, dikutip dari kantor berita AFP.
"Dan karena itu, tidak ada tekanan yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan apa pun dalam perilaku junta militer."
Ia menyebutkan, hal ini tidak dapat dimengerti oleh orang-orang dari bangsa yang dulu bernama Burma tersebut.
"Dunia mengecewakan rakyat Myanmar, bagi saya tidak ada pertanyaan apa pun," lanjut Andrews, seraya mengecam Dewan Keamanan PBB yang disebutnya tidak bertindak.
"Ada kekosongan kepemimpinan, di sini di PBB dan komunitas internasional," tambahnya.
Dia menggarisbawahi ada hubungan antara junta dan Rusia, serta mengakui bahwa resolusi Myanmar yang menjatuhkan sanksi atau embargo penjualan senjata akan diveto.
"Lalu apa yang kita lakukan? Apakah kita hanya mengangkat tangan?" tanya Andrews.
"Apa yang saya dorong untuk negara-negara anggota lakukan dan apa yang saya dorong mereka secara individu dan apa yang saya dorong mereka lakukan hari ini adalah untuk membentuk koalisi negara-negara yang bersedia berdiri dengan dan untuk rakyat Myanmar," ujar diplomat itu.
Dia mengemukakan bahwa veto Rusia di Dewan Keamanan PBB tidak mencegah banyak negara menghukum Moskwa dengan sanksi karena menyerang Ukraina.
Andrews pun mendesak masyarakat internasional untuk tidak memperburuk keadaan dengan memberikan legitimasi pada pemilihan umum yang diumumkan oleh junta, yang ia sebut sebagai lelucon. Dia memberi contoh India yang mempertahankan hubungannya dengan junta Myanmar.
Dia juga mengkritik Malaysia karena mendeportasi pencari suaka Myanmar kembali ke negara asal mereka.
https://www.kompas.com/global/read/2022/10/28/064300670/pbb--dunia-mengecewakan-rakyat-myanmar