Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Tembok Penghalang" Hubungan Diplomatik Indonesia-Israel

Isu itu langsung diklarifikasi Staf Khusus Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil menjelaskan bahwa Prabowo tidak pernah ikut membahas permasalahan normalisasi hubungan antara Tel Aviv dan Jakarta, baik secara formal maupun informal.

Normalisasi hubungan antara Indonesia dengan Israel agaknya menjadi isu sensitif yang mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, pernah mengangkat isu tersebut pada pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, 14 Desember 2021. Lagi-lagi, hal ini kembali diberitakan media yang sama, The Jerusalem Post. Meskipun demikian, pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia menegaskan, sikap Indonesia terhadap isu tersebut tetap sama.

Indonesia tegas dalam pendiriannya untuk tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel, serta tetap mendukung berbagai upaya demi kemerdekaan Palestina. Sikap tersebut juga didukung berbagai elemen masyarakat termasuk legislator di DPR, bahkan sejak pertama kali isu itu bergulir.

AS dapat dikatakan sebagai pihak yang paling gencar mengupayakan normalisasi hubungan antara Israel dengan berbagai pihak, terutama dengan negara-negara Timur Tengah. Pada Agustus 2020, melalui Perjanjian Abraham (Abraham Accords), AS berhasil menjadi jembatan bagi normalisasi hubungan antara Israel dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain. AS juga sukses berperan sebagai penyambung hubungan diplomatik antara Israel dengan Sudan, Maroko, dan Yordania.

Terkini, Arab Saudi membuka jalur penerbangan dan ruang udaranya bagi maskapai dan pesawat-pesawat dari wilayah Israel. Kebijakan ini dilakukan untuk memberikan ruang bagi minoritas muslim Israel melaksanakan ibadah haji di Arab Saudi. Hal ini terjadi juga tak lepas dari bantuan AS, meskipun Arab Saudi tetap menolak untuk menormalisasi hubungannya dengan Israel sejak keengganannya untuk menandatangani Perjanjian Abraham.

Lewat lawatannya ke berbagai negara di Timur Tengah, Presiden AS, Joe Biden, menyebut bahwa dibukanya wilayah udara Arab Saudi merupakan langkah awal menghangatnya hubungan Israel dengan dunia Arab. Biden menganggap Israel dan Arab Saudi merupakan negara mitra yang sama-sama dekat dengan AS.

Lantas, bagaimanakah dengan Indonesia? Apakah dengan semakin banyak terwujudnya normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan negara-negara Arab akan mendorong Indonesia untuk melakukan hal yang serupa?

Meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik secara resmi, Indonesia ternyata memiliki hubungan dagang dengan Israel bahkan sejak tahun 1970-an dan masih berlangsung hingga sekarang. Hubungan dagang Indonesia-Israel pada periode 1970-an lebih didominasi oleh sektor pertambangan, terutama komoditas batubara.

Nilai perdagangan antar kedua negara saat ini mencapai sekitar 550 juta dollar AS, di mana 84 persennya adalah ekspor dari Indonesia ke Israel. Indonesia banyak mengekspor produk-produk tambang dan pertanian, seperti batu bara, kayu, kertas, serta minyak sawit, sementara Israel mengekspor komoditas teknologi dan perangkat lunak siber ke Tanah Air.

Normalisasi hubungan diplomatik sebenarnya dapat berpotensi mendorong aktivitas ekonomi kedua negara lebih intens, dan mendukung pengembangan industri pertahanan dalam negeri dengan adanya transfer teknologi. Bahkan, AS pun pernah menyatakan akan ikut memberikan dana investasi tambahan bernilai tinggi apabila Indonesia mau menormalisasi hubungannya dengan Israel.

Namun, bukan perkara mudah untuk menormalisasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel. Sejatinya, gagasan untuk menormalisasi hubungan Indonesia-Israel sudah dilakukan sejak zaman Presiden Abdurrahman Wahid, tetapi gagal akibat tekanan politik dari pihak oposisi pemerintahan kala itu.

Pertama, amanat konstitusi yang secara jelas menyebutkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Hal itu menjadi landasan komitmen yang kuat bagi Indonesia untuk mendukung kemerdekaan Palestina. Menjalin hubungan dengan Israel tentunya akan semakin menjauhkan Indonesia dari komitmen awalnya.

Hal itu dipertegas Menteri Luar Negeri Indonesia yang menyebut akan tetap mendukung penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina berdasarkan two-state solution.

Kedua, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sebagian besar masyarakatnya mendukung kemerdekaan Palestina. Hal ini ditunjukkan dalam survei yang pernah dilakukan SMRC pada Mei 2021, yang menyebut 71 persen responden setuju bahwa Israel adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas konflik di Palestina.

Ketiga, sebagian kelompok muslim konservatif di Indonesia juga seringkali menyuarakan berbagai aksi solidaritas dengan Palestina. Contohnya, saat Presiden Donald Trump memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Jerusalem tahun 2018. Hal itu memicu aksi demonstrasi besar yang dilakukan di Monumen Nasional untuk mendukung Palestina dan memprotes tindakan Presiden Trump. Fenomena ini juga menunjukkan adanya resistensi domestik yang besar terhadap berbagai macam hal yang berbau Israel.

Keempat, secara legislasi dibutuhkan political will yang sangat besar agar Indonesia dapat membangun hubungan diplomatik dengan Israel. Meskipun pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini merupakan sebuah koalisi besar, yang proses legislasinya sangat memungkinkan untuk dapat mengakomodir berbagai kepentingan pemerintah seperti omnibus law ataupun undang-undang ibu kota baru, nyatanya sebagian besar partai politik di Indonesia juga tidak mendukung terjalinnya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel. Hal ini terjadi akibat dari besarnya tekanan domestik, serta ketakutan berbagai partai politik akan hilangnya dukungan dari masyarakat.

Indonesia perlu menerapkan strategi yang kalkulatif dengan memperhitungkan faktor internal maupun eksternal secara hati-hati dalam membangun hubungan diplomatik dengan suatu negara. Terkait Israel, Indonesia memiliki opsi untuk menerapkan strategi yang sama seperti hubungannya dengan Taiwan, dengan tetap mengakui kebijakan One China Policy.

Meskipun hubungan dagang dengan Israel dapat mendatangkan keuntungan yang signifikan, Indonesia perlu mengedepankan stabilitas politik dalam negeri demi mendukung berbagai kepentingan lainnya berdasarkan skala prioritas.

https://www.kompas.com/global/read/2022/07/20/062800370/-tembok-penghalang-hubungan-diplomatik-indonesia-israel

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke