Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Krisis Evergrande: Awal Mula Petaka, Utang Rp 4 Kuadriliun, dan Ruginya Ribuan Orang

Sekarang, Evergrande sedang ditangani oleh penasihat dari luar yang bertugas mengatasi utang sebesar lebih dari 400 miliar dollar (sekitar Rp 4.000 triliun).

Sebagai salah satu pengembang real estate terbesar, perusahaan ini mengeklaim memiliki lebih dari "1.300 proyek di 280 kota di China dan merupakan pelopor penyediaan rumah dengan dekorasi yang bagus".

Sektor properti di negara itu masih booming sampai tahun ini.

Permintaan real estate di kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Shenzhen, dan Guangzhou telah mendongkrak harga properti menjadi salah satu yang termahal di dunia.

Evergrande mengambil pinjaman demi pinjaman untuk memenuhi permintaan tersebut.

Tapi kemudian terjadi penurunan harga properti di kota-kota kecil menyusul adanya tindakan pemerintah setempat yang bertujuan membatasi pinjaman berlebihan di sektor real estate.

Para ekonom menyatakan potensi keruntuhan perusahaan itu "merupakan ujian terbesar yang dihadapi sistem keuangan China selama ini."

Ribuan investor, pemasok, dan karyawan Evergrande telah berharap agar pemerintah turun tangan membantu mendapatkan kembali uang mereka dari perusahaan ini.

Sampai sekarang, Beijing menolak tegas langkah mengambilalih masalah perusahaan itu.

Dikenal sebagai batas 'Tiga Garis Merah', aturan tersebut bertujuan untuk mengekang utang dan membuat sektor real estate lebih terjangkau bagi warga China pada umumnya.

"Kebijakan ini memaksa perusahaan untuk menawarkan diskon lebih besar demi menjaga arus kas mereka," jelas Mark Williams, kepala ekonom Capital Economics Asia.

Evergrande dikabarkan tidak mampu lagi melakukan pembayaran bunga pinjamannya.

Sejauh ini, pemimpin China di Beijing tampaknya enggan untuk menyelamatkan perusahaan itu, sehingga mengakibatkan ribuan orang mengalami kerugian dan sebagian hancur secara finansial.

"Hidup saya sudah hancur," ujar seorang karyawan kepada ABC di luar markas Evergrande di Shenzhen minggu lalu.

"Perusahaan kami nyaris bangkrut, tidak mungkin lagi bisa terus beroperasi," tambahnya.

"Perusahaan berutang lebih dari 1 juta dollae kepada kami," ujar wanita itu sebelum petugas keamanan Evergrande menghentikan wawancara.

Video tentang aksi protes karyawan Eevergrande beredar pada awal bulan ini. Laporan media menyebutkan perusahaan meminta 80 persen karyawannya menginvestasikan uang mereka ke Evergrande di saat krisis mulai meningkat.

Karyawan hanyalah salah satu dari kelompok yang dirugikan dalam keruntuhan yang dapat menyebar ke sektor lain perekonomian terbesar kedua di dunia ini.

Pada gilirannya akan menurunkan permintaan ekspor sumber daya alam dari negara lain seperti Australia.

Sama seperti sudah mati

Kelompok lain yang menuntut pembayaran adalah ribuan pemasok, yang telah menjual segala sesuatu ke Evergrande, mulai dari jasa pengecatan, pipa, hingga semen.

Dia telah menunggu sekitar enam bulan untuk pembayaran tagihan sebesar 5 juta dollae.

Seorang pemasok lain datang dari Shanghai untuk menagih sebesar 2 juta dollar.

"Evergrande mengatakan akan menggunakan propertinya sebagai jaminan pembayaran utang mereka kepada kami. Tapi itu properti sampah yang tidak dapat dijual oleh mereka, jadi kami pun tidak akan dapat menjualnya," katanya.

"Kami membutuhkan uang ini untuk melunasi kreditor dan bank. Tanpa uang tunai, kami sama saja seperti sudah mati," tambahnya.

Meskipun harga properti meroket di kota-kota utama China, namun kelebihan pasokan apartemen di kota-kota kecil dan kurang diminati telah membatasi permintaan untuk proyek-proyek Evergrande dan mengurangi penjualan.

Situasi semakin memburuk karena sekitar 1,4 juta pembeli apartemen yang konstruksinya belum selesai kini meminta kembali uang mereka.

Perusahaan jasa keuangan dalam kasus yang dipicu Lehman Brothers mengajukan klaim kebangkrutan pada akhir 2008, menyebabkan krisis keuangan global.

Para pakar memperingatkan "penularan" yang lebih luas bisa terjadi jika pengembang properti lain yang memiliki utang besar juga mulai gagal bayar seperti Evergrande.

Proyek konstruksi yang belum selesai adalah pemandangan yang relatif umum di beberapa kota di China karena pengembang kecil telah banyak yang bangkrut.

Bulan lalu, pihak berwenang di Kunming meruntuhkan 15 blok apartemen yang belum selesai melalui pembongkaran terkontrol.

Pemandangan seperti ini ditambah dengan adanya sekitar 65 juta apartemen kosong di seluruh negeri, telah lama memicu spekulasi anjloknya sektor properti China.

Namun sebagian besar analis menepis kasus Evergrande bisa memicu krisis keuangan global.

"Sejumlah pemberitaan yang menyebut kasus ini sebagai momen Lehman di China terlalu dilebih-lebihkan," kata sebuah analisa dari kelompok jasa keuangan Nomura.

"Para pengembang bermasalah ini, meskipun memiliki neraca yang relatif besar, bukanlah lembaga keuangan," katanya.

"Lembaga keuangan utama, di sisi lain, memiliki eksposur terbatas ke pengembang ini dan, karena mereka sebagian besar adalah perusahaan milik negara, dapat dengan mudah memperoleh dukungan langsung dari Beijing," jelasnya.

Evergrande adalah raksasa properti terbesar yang sejauh ini mengalami masalah serius dan telah kehilangan aset.

Manajer umum klub sepak bola itu menolak untuk menjelaskan keaslian surat tersebut.

Ini menandakan masa-masa sulit bagi klub yang mendominasi liga domestik China serta memenangkan Liga Champions Asia dua kali, dan tengah membangun stadion berkapasitas 100.000 penonton.

"Saya pikir (pemerintah China) ingin melangkah lebih jauh untuk menyelesaikan situasi ini," kata Patrick Wong, analis Bloomberg Intelligence di Hong Kong.

Patrick yakin pemerintah akan menemukan cara mencegah terjadinya krisis besar di sektor properti, tapi akan menghentikan bailout penuh yang bisa mengirim pesan beragam ke pengembang lain.

"Developer masih punya lahan dan proyek, jadi walaupun pembeli perorangan belum mau membeli sekarang, mungkin BUMN bisa membantu, tapi prosesnya lama," ujarnya.

"Ekonomi masih berjalan meskipun dalam jangka pendek akan kesulitan," tambah Patrick Wong.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.

https://www.kompas.com/global/read/2021/10/02/203602470/krisis-evergrande-awal-mula-petaka-utang-rp-4-kuadriliun-dan-ruginya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke