LONDON, KOMPAS.com - Liverpool kehilangan status warisan dunia yang didambakan, setelah UNESCO menyalahkan pembangunan selama bertahun-tahun, yang menghilangkan nilai bersejarah dermaga Victoria.
Keputusan itu diumumkan oleh Tian Xuejun, ketua komite warisan dunia UNESCO, pada konferensi virtual yang diselenggarakan di China pada Rabu (21/7/2021).
Badan di bawah PBB itu menyimpulkan bahwa "nilai universal yang luar biasa" dari tepi pantai Liverpool telah dihancurkan oleh bangunan baru.
Ancaman penghapusan status itu telah menghantui Liverpool sejak 2012.
Sejak itu UNESCO memperingatkan bahwa pembangunan telah secara signifikan mengubah cakrawala kota, dan menghancurkan nilai warisan tepi lautnya.
Penurunan keaslian kota itu terjadi antara lain terjadi karena pembangunan stadion baru klub sepak bola Everton senilai 500 juta poundsterling (Rp 9,95 triliun).
Badan PBB itu juga mengatakan pembangunan seperti Liverpool Waters, proyek senilai 5,5 miliar poundsterling (Rp 109 triliun) oleh Peel Group.
Proyek itu dinilai mengubah lahan yang sebelumnya tidak digunakan, sehingga menyebabkan "kemerosotan serius dan kerugian yang tidak dapat diubah" pada nilai universal yang luar biasa di kawasan itu, bersama dengan "kehilangan signifikan terhadap keaslian dan integritas" wilayahnya.
Dikatakan bahwa sebagai akibat dari proyek-proyek ini, tepi laut telah “memburuk hingga kehilangan karakteristik”. Padahal itulah yang menjadi alasannya dimasukkan dalam daftar warisan dunia pada 2004.
Adapun proposal pembangunan stadion sepak bola tepi sungai baru Everton di dermaga Bramley-Moore, akan “menambah ancaman kerusakan dan kehilangan lebih lanjut” dari nilai sejarahnya.
Keputusan ini cukup memalukan bagi kota itu, karena Liverpool kini menjadi satu dari tiga tempat yang kehilangan “nilai kebudayaannya” dalam hampir 50 tahun.
Situs lain yang dihapus dari daftar warisan dunia UNESCO adalah Suaka Oryx Arab Oman (2007) dan lembah Dresden Elbe di Jerman (2009).
Liverpool telah menikmati status warisan dunia sejak 2004, dan menempatkannya di samping Taj Mahal dan Tembok Besar China.
Pengakuan itu diberikan atas perannya sebagai kekuatan perdagangan utama selama kerajaan Inggris berjaya dan karena keindahan arsitektur tepi lautnya.
Dengan label tersebut situs bersejarah mendapat akses ke pendanaan dan perlindungan konservasi PBB di bawah konvensi Jenewa jika terjadi perang. Termasuk promosi gratis karena ditampilkan dalam buku panduan wisata di seluruh dunia.
Tanah kosong vs stadion
Keputusan itu disambut dengan kekecewaan oleh para pemimpin kota Liverpool.
Joanne Anderson, walikota kota, mengatakan dia “sangat kecewa dan prihatin” dan dewan akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Dia mengatakan sudah satu dekade sejak UNESCO terakhir mengunjungi kota "untuk melihatnya dengan mata kepala sendiri".
Pihaknya "tidak dapat dipahami" jika UNESCO lebih suka melihat dermaga Bramley-Moore sebagai "tanah kosong telantar", daripada sebagai stadion sepak bola baru yang berkilau, yang akan menarik ratusan ribu pengunjung.
"Situs warisan dunia kami tidak pernah dalam kondisi yang lebih baik, setelah mendapat manfaat dari ratusan juta pon investasi di puluhan bangunan terdaftar dan ranah publik (sekitarnya)," klaimnya melansir Guardian pada Kamis (22/7/2021).
Steve Rotheram, Wali Kota metro wilayah kota Liverpool, mengatakan pencabutan itu sebagai “langkah mundur yang tidak mencerminkan kenyataan dari apa yang terjadi di lapangan."
"Keputusan yang diambil di sisi lain dunia oleh orang-orang yang melakukannya, tampaknya tidak memahami kebangkitan yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir,” protes Rotheram.
Dia mengatakan tempat-tempat seperti Liverpool tidak boleh dibiarkan dengan pilihan antara mempertahankan status warisan atau regenerasi dan mendatangkan pekerjaan.
Jayne Casey, merupakan co-creative director ibukota budaya Liverpool pada 2008, mengatakan pengumuman itu terasa menyedihkan dalam sejarah budaya kota yang membanggakan.
“Kami sudah lama menyadari bahwa pengembang memiliki banyak pengaruh di kota. Sampanye akan mengalir malam ini untuk mereka karena setiap bagian kecil dari tanah sekarang akan dibangun,” kata Casey, yang juga dianggap sebagai salah satu tokoh budaya paling berpengaruh di kota itu.
Casey mengaku mereka yang mendorong pengajuan Liverpool sebagai status warisan dunia telah “ditertawakan dari setiap bangunan” di kota itu 20 tahun yang lalu. Pasalnya kelalaian dan masalah sosial lainnya telah merusak daerah itu selama beberapa dekade.
Menurutnya, label itu memberikan prestise internasional pada Liverpool. Tetapi juga mempercepat ledakan pembangunan yang mencekik kehidupan artistik di kota.
“Liverpool telah berubah dari kota budaya menjadi kota yang hidup di tempat lain,” katanya.
Kelompok warisan budaya menggambarkan langkah itu sebagai momen memalukan bagi Inggris.
Pemerintahnya dituduh tidak berbuat banyak untuk melindungi situs bersejarahnya atas nama Liverpool, ketika UNESCO mengancam akan menghapusnya.
https://www.kompas.com/global/read/2021/07/22/161351270/liverpool-kehilangan-status-sebagai-situs-warisan-dunia-ini-alasan-unesco