Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Buntut Ledakan Beirut, Segudang Borok Lebanon Terkuak

Sebab sebelumnya Lebanon telah dihantam krisis ekonomi, yang mendorong puluhan ribu orang terjerumus ke jurang kemiskinan dan memicu protes besar-besaran untuk menentang pemerintah.

Krisis ekonomi itu bahkan sudah terjadi sebelum pandemi virus corona melanda.

Ada apa dengan ekonomi Lebanon?

Jumlah utang Lebanon adalah yang tertinggi ketiga di dunia, jika dibandingkan dengan selisih uang yang dihasilkannya.

BBC pada Rabu (5/8/2020) melaporkan, pengangguran di Lebanon mencapai 25 persen dan hampir sepertiga penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

Akhir tahun lalu juga terungkap apa yang analis sebut sebagai skema piramida efektif yang disponsori negara, atau skema Ponzi, yang dijalankan oleh bank sentral.

Bank sentral meminjam dari bank-bank komersial dengan tingkat bunga di atas pasar guna membayar kembali utangnya sekaligus mempertahankan nilai tukar mata uang Lebanon dengan dolar AS.

Akibatnya masyarakat frustrasi atas kegagalan pemerintah menyediakan kebutuhan pokok.

Pemadaman listrik terjadi tiap hari, kekurangan air bersih, layanan kesehatan publik yang terbatas, dan koneksi internet yang konon terburuk di dunia.

Banyak orang menyalahkan elite penguasa yang mendominasi dunia politik selama bertahun-tahun, telah menimbun kekayaan dan tidak melakukan perubahan besar dalam menyelesaikan masalah negara.

Mengapa gelombang protes meningkat?

Pada awal Oktober 2019, kekurangan mata uang asing membuat pound Lebanon kehilangan nilai terhadap dollar untuk pertama kalinya dalam dua dekade.

Ketika importir gandum dan bahan bakar minta dibayar dalam dollar, serikat pekerja melakukan pemogokan.

Di pertengahan Oktober 2019, pemerintah mengusulkan pajak baru untuk tembakau, bensin, dan telepon dari aplikasi seperti WhatsApp, guna mendapat lebih banyak pemasukan.

Namun reaksi keras dari rakyat Lebanon membuat rencana itu dibatalkan.

Puluhan ribu orang turun ke jalan yang mengawali mundurnya Perdana Menteri Saad Hariri.

Aksi protes itu melibatkan semua sektarian, yang merupakan fenomena langka sejak perang saudara di Lebanon pada 1975-1989. Akibatnya, roda kehidupan Lebanon terhenti.

PM Hassan Diab yang baru diangkat kemudian mengumumkan Lebanon akan gagal menyicil utang luar negeri untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Dikatakannya, cadangan uang mata asing sudah mencapai tingkat "kritis dan berbahaya", lalu dana yang tersisa dibutuhkan untuk membayar barang impor vital.

Pandemi memperburuk keadaan

Setelah kematian Covid-19 pertama dan lonjakan kasus, lockdown diberlakukan pada pertengahan Maret untuk mencegah penyebaran virus corona.

Di satu sisi itu meredakan aksi unjuk rasa, tetapi juga membuat krisis ekonomi makin parah dan menguak ketidakmampuan sistem kesejahteraan sosial Lebanon.

Banyak tempat usaha terpaksa memberhentikan staf atau mempekerjakan mereka tanpa dibayar; kesenjangan antara nilai pound Lebanon pada nilai tukar resmi dan pasar gelap kian melebar, dan bank pun memperketat kontrol modal.

Kesulitan ekonomi yang meningkat memicu kerusuhan baru. Pada April seorang pemuda ditembak mati oleh tentara dalam demo yang berlangsung ricuh di Tripoli, dan beberapa bank dibakar.

Sementara itu pemerintah akhirnya menyetujui rencana pemulihan yang diharapkan dapat mengakhiri krisis ekonomi, dan mendapat bantuan dari International Monetary Fund (IMF) untuk paket dana talangan senilai 10 miliar dollar AS (Rp 147,12 triliun, kurs Rp 14.700/dollar AS).

Kemudian saat lockdown dilonggarkan pada Mei, harga beberapa bahan makanan masih naik dan perdana menteri memperingatkan Lebanon berisiko mengalami "krisis pangan besar".

"Banyak orang Lebanon tidak membeli daging, buah-buahan, dan sayuran lagi, mungkin juga bakal sulit membeli roti," tulis Hassan Diab di Washington Post.

Kenapa krisis sangat keras menghantam Lebanon?

Kebanyakan analis menunjuk pada satu faktor kunci, yakni sektarianisme politik atau kelompok yang menjaga kepentingan mereka sendiri.

BBC memberitakan, Lebanon secara resmi mengakui 18 komunitas agama, yakni 4 Muslim, 12 Kristiani, sekte Druze, dan Yudaisme.

Kursi pimpinan di tiga lembaga politik utama yaitu presiden, ketua parlemen, dan perdana menteri, dibagi antara tiga komunitas terbesar: Kristen Maronit, Islam Syiah, dan Islam Sunni menurut perjanjian sejak 1943.

Total 128 kursi parlemen juga dibagi rata antara Kristen dan Islam (termasuk Druze).

Keragaman agama inilah yang dituding jadi sasaran empuk campur tangan kekuatan eksternal, seperti yang terlihat dengan dukungan Iran terhadap gerakan Syiah Hezbollah, yang dipandang sebagai kelompok militer dan politik terkuat di Lebanon.

Upaya itu mereka lakukan secara legal maupun ilegal.

Lebanon berada di peringkat 137 dari 180 pada Indeks Persepsi Korupsi Transparency International 2019. Semakin bawah peringkat artinya semakin buruk.

Badan pengawas mengatakan, korupsi "meresap ke semua lapisan masyarakat" di Lebanon, dengan partai politik, parlemen, dan polisi dianggap sebagai "lembaga paling korup di negara itu".

Dikatakan pula, sistem pembagian kekuasaan sektarian itulah yang mendorong jaringan patronase dan menghambat sistem pemerintahan Lebanon.

https://www.kompas.com/global/read/2020/08/09/120136770/buntut-ledakan-beirut-segudang-borok-lebanon-terkuak

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke