Sebab saat ini, virus yang mirip dengan Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) itu sudah menjangkiti lebih dari 2,4 juta orang di seluruh dunia.
Di tengah ketakutan akan mewabahnya Covid-19, sejumlah negara dengan pemimpin perempuan menuai pujian atas penanganan mereka.
Tidak hanya karena mereka menggelar tes secara massal, tetapi juga bagaimana mereka menyikapi wabah tersebut dengan penuh belas kasih.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut merupakan kiprah sejumlah 'Kartini" dunia dan bagaimana kepemimpinan mereka di tengah virus corona.
1. Jerman
Saat ini, Negeri "Bir" itu termasuk salah satu negara terdampak cukup parah karena wabah itu, berdasarkan data dari situs Worldometers.
Berlin melaporkan 146.777 kasus infeksi, dan berada di urutan kelima negara dengan jumlah penularan terbanyak di seluruh dunia.
Meski begitu, tingkat kematian Jerman tergolong rendah. Mereka hanya melaporkan 4.802 korban meninggal, atau sekitar 1,6 persen.
Bandingkan negara Eropa lainnya seperti Italia dengan rerata kematian 12 persen, atau Spanyol, Perancis, dan Inggris yang sama-sama mencatatkan 10 persen.
Begitu pula dengan AS sebagai negara dengan kasus infeksi dan kematian terbanyak dunia mencatatkan rata-rata kematian tiga persen.
Keberadaan Kanselir Angela Merkel, yang berkuasa sejak 2005, menjadikan Jerman sebagai negara dengan skala tes virus corona terbesar Eropa.
Merkel memerintahkan dilaksanakan 350.000 tes setiap pekan, sehingga mereka bisa mendeteksi gejala lebih cepat dan merawat secara efektif.
Selain itu, Merkel yang merupakan doktor bidang kimia kuantum juga menginstruksikan supaya ranjang di bagian perawatan intensif diperbanyak.
2. Taiwan
Ketika pertama kali menjabat pada 2016, Presiden Tsai Ing-wen langsung menuai perhatian dunia setelah menolak mengakui prinsip "satu china".
Kini di tengah merebaknya patogen dengan nama SARS-Cov-2 itu, dia juga menjadi perbincangan karena negaranya dianggap berhasil menangani wabah.
Hingga saat ini, Taiwan baru belaporkan adanya 422 kasus penularan positif Covid-19, dengan hanya enam orang dinyatakan meninggal.
Kolumnis The Guardian Arwa Mahdawi dalam ulasannya mengatakan, jumlah tersebut merupakan kesuksesan, mengingat kedekatan Taiwan dengan China.
Begitu wabah terjadi di kawasan tetangga, Presiden Tsai langsung menerapkan kontrol perbatasan, dengan Pusat Komando Kesehatan Nasional (NHCC) begerak cepat.
Pusat komando yang didirikan setelah wabah SARS itu langsung menanggapi potensi ancaman, menurut laporan terbaru dalam Journal of American Medical Association (JAMA).
Jason wang, profesor pediatri di Stanford Medicine menerangkan, Taiwan mengimplementasikan sedikitnya 124 tindakan untuk lima minggu ke depan.
"Kebijakan dan tindakan ini melanjutkan kontrol perbatasan, karena mereka menyadari itu saja tidak cukup," lanjut dokter di Taiwan tersebut.
Langkah-langkah awal yang sangat menentukan adalah melarang perjalanan dari banyak bagian China, menghentikan kapal pesiar berlabuh, dan menerapkan hukuman berat bagi yang melanggar aturan karantina rumah.
Pemerintah juga menggelar pengujian Covid-19 di seluruh pulau, termasuk kepada warga yang sebelumnya mempunyai riwayat pneumonia janggal.
Wabah berargumen, Taipei belajar dari pengalaman mereka ketika wabah SARS 2002-2003, untuk membentuk sistem kesehatan yang tanggap dan cepat di krisis berikutnya.
3. Selandia Baru
Saat ini, Negeri "Kiwi" melaporkan adanya 1.440 kasus konfirmasi infeksi virus corona, dengan 12 di antaranya dinyatakan meninggal.
Cukup rendahnya penyebaran pandemi salah satunya terjadi karena sikap cepat Perdana Menteri Jacinda Ardern dalam merespons patogen.
Maret lalu, dia langsung mengumumkan penutupan Selandia Baru selama empat pekan, dan menaikkan status darurat ke level empat.
Level empat berarti warga diminta tinggal di rumah, sekolah dan kampus ditutup, tidak ada pernikahan, dengan bisnis non-esensial dibekukan.
Tetapi, yang membuat Ardern mendapatkan kredit adalah bagaimana dia menyikapi penyakit tersebut dengan kejelasan dan kasih sayang.
Pasangan Negeri "Kiwi" yang tinggal di Gold Coast, Laney McLean dan suaminya, Murray, menyatakan Ardern sangat proaktif dan percaya diri dengan tindakannya.
Kemudian nada bicara sang PM yang tenang setiap kali memberikan keterangan pers membantu mendinginkan masyarakat selama krisis.
Dia mengakui bahwa kenaikan level empat dan keputusan menutup negara adalah kebijakan paling signifikan yang mereka alami di era modern ini.
Namun tanpa kebijakan tersebut, Jacinda Ardern menekankan bahwa puluhan ribu rakyatnya akan tewas. "Tetaplah kuat dan belas kasih," tutupnya.
Ini bukan kali pertama dia menuai pujian karena sikapnya tersebut. Sebelumnya, dunia memujinya saat tragedi Christchurch 15 Maret 2019.
Saat itu, teroris Australia bernama Brenton Tarrant melepaskan tembakan ke dua masjid saat Shalat Jumat, dan menewaskan 51 jemaah.
Insiden terburuk sepanjang sejarah Selandia baru itu disikapi Ardern dengan menyerukan bahwa semua rakyat adalah satu, tidak ada perbedaan.
Dia juga menegaskan tidak akan pernah menyebut nama si teroris, dan juga memutuskan skema pembelian senjata api kepada warganya.
4. Islandia
Populasi negara di kawasan nordik itu begitu kecil, hanya sekitar 400.000. Karena kecil, pemerintah bisa lebih efektif dalam menangani wabah.
Di bawah kendali Perdana Menteri Katrin Jakobsdottir, Reykjavik menawarkan tes virus corona secara gratis kepada warganya/.
Kebijakan tersebut berbeda dengan negara lain, di mana mereka terpaksa membatasi alat tes hanya kepada warga yang menunjukkan gejala.
Hasil dari kebijakan tersebut, warga Islandia sudah diperiksa lima kali lebih banyak dari pada masyarakat di Korea Selatan (Korsel).
Mereka bisa tetap melakukan pemantauan wabah tanpa harus melakukan kebijakan lockdown seperti menutup sekolah atau kampus, dilansir The Hill.
https://www.kompas.com/global/read/2020/04/21/105827170/belajar-dari-para-kartini-dunia-dalam-menangani-covid-19