Ratusan pengikut fundamentalis Tablighi Jamaat dinyatakan positif corona setelah dites, sejak menghadiri pertemuan bulan lalu.
Namun, kelompok itu masih melanjutkan dakwahnya dari rumah ke rumah, dan terkadang tanpa memperhatikan pedoman physical distancing.
Dilansir dari AFP, gerakan Tablighi sempat mengadakan sebuah acara di luar Lahore di Pakistan timur, yang dihadiri sekitar 100.000 peserta.
Kemudian ribuan lainnya berkumpul di pertemuan terpisah di India dan Malaysia, bahkan walau risiko terjangkit virus corona masih membayangi.
Menteri Kesehatan Delhi Satyendar Jain menggambarkan, pertemuan di India -yang diadakan di markas global gerakan tersebut- sebagai "kejahatan berat".
Dalam beberapa hari terakhir, pihak berwenang di Pakistan dan India telah melakukan pencarian besar-besaran pada para peserta acara, lalu coba menguji atau mengkarantina mereka untuk memperlambat penyebaran Covid-19.
Di Pakistan sekitar 20.000 peserta Tablighi Jamaat sekarang dikarantina, dan lebih dari 600 positif corona.
Kemudian setidaknya 10 orang dari pertemuan di India meninggal karena Covid-19.
Seorang pejabat Kementerian Kesehatan India mengatakan, dari 4.067 kasus virus corona di India sekitar 1.445 di antaranya terkait dengan pertemuan itu.
Khurshid Naveed, anggota Dewan Ideologi Islam resmi Pakistan mengemukakan, sorotan ke peserta Tablighi Jamaat meningkat karena pertemuan dan kegiatan massal mereka.
"Mereka harus mempertimbangkan kembali kebijakannya. Negara-negara seperti Malaysia sangat simpatik terhadap mereka, tapi tidak akan begitu ke depannya," kata Naveed.
Sekitar 40 persen dari infeksi Covid-19 di Malaysia dikaitkan dengan acara Tablighi Jamaat, yang diadakan di dekat ibu kota Kuala Lumpur.
Selain acara Tabligh lokal, acara-acara di Pakistan, India, dan Malaysia juga dihadiri peserta dari negara lain.
Kasus di sejumlah lokasi lain -termasuk Gaza, Indonesia, Kamboja, dan Brunei- juga ada yang terkait dengan acara Tablighi Jamaat.
Seharusnya bisa dihentikan
Didirikan di India utara pada 1927, gerakan ini telah berkembang sejak kematian pendirinya, Mohammed ilyas Kandhlawi, pada 1944. Tablighi Jamaat kemudian memiliki jutaan pengikut.
Kelompok ini umumnya dianggap apolitis, tetapi pengaruh sosial dan budayanya telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir.
Moussa Khedimellah seorang sosiolog Perancis yang berspesialisasi dalam tabligh mengatakan, para pengikut gerakan tersebut menempatkan kepercayaan di atas sains, sama seperti beberapa orang di agama lain.
Kemudian Jaffar Ahmed seorang peneliti yang berbasis di Karachi mengatakan, pihak berwenang seharusnya berbuat lebih banyak untuk menghentikan pertemuan Tablighi Jamaat.
"Itu seharusnya bisa dicegah oleh pemerintah," katanya pada jurnalis AFP.
"Mereka seharusnya dihentikan di tempat kedatangan. Mereka seharusnya tidak diberi visa," lanjut Ahmed seraya mengatakan mereka bukan tipe orang yang akan memprotes.
Salah seorang jurnalis AFP menceritakan, minggu ini lima anggota Tablighi Jamaat mendatanginya di Pakistan. Dua orang tidak memakai masker, dan salah satunya menyodorkan tangannya untuk berjabat.
"Kemudian mereka menyuruh saya datang dan berdoa di masjid terdekat," kata wartawan itu. "Mereka memberi tahu saya bahwa hidup dan mati ada di tangan Allah."
Salah satu ulama Tablighi Jamaat bernama Naeem Butt, menolak organisasinya disalahkan terkait banyaknya kasus virus corona dari peserta Tablighi Jamaat.
Ia mengatakan pertemuan di Pakistan berakhir lebih awal setelah diminta pihak berwenang, tapi pada 12 Maret panitia menyalahkan cuaca hujan karena penutupan dini itu.
"Kami menghentikan kegiatan kami ketika pihak berwenang meminta kami," ucap Butt. "Virus ada di mana-mana, jadi mengapa menuduh kami?"
https://www.kompas.com/global/read/2020/04/10/141515870/ratusan-pesertanya-terjangkit-corona-tablighi-jamaat-disorot-tajam