KOMPAS.com - Natto baru-baru ini populer di kalangan masyarakat Indonesia. Makanan asal Jepang ini terbuat dari kedelai yang difermentasi dengan bakteri khusus.
Cita rasa hidangan mirip seperti fermentasi kacang pada umumnya, tapi teksturnya berlendir dan lebih berbau.
Baca juga:
Sebelum sepopuler sekarang, natto telah melalui perjalanan yang panjang dalam keeksisannya. Lebih jauh, berikut sejarah natto yang menarik untuk diketahui.
Ada beberapa teori yang menjelaskan sejarah natto. Salah satu cerita yang populer sekelompok prajurit dari Kota Mito.
Dilansir dari Live Japan, pada 1083 komandan militer Minamoto no Yoshiie dan pasukannya tinggal di bagian timur laut prefektur yang dekat dengan Kota Mito.
Kala itu, mereka merebus kedelai sebagai pakan kuda. Lalu, supaya mudah disimpan dan dibawa kedelai tersebut lantas dibungkus dengan jerami padi.
Sayangnya saat wadahnya dibuka mereka menemukan bahwa kedelai tersebut sudah terfermentasi. Jadi, teksturnya menjadi lengket dan berserabut.
Baca juga:
Karena penasaran, para prajurit lantas mencoba dan menikmati fermentasi kedelai tersebut. Tak disangka rasa fermentasi kedelai ini enak.
Kemudian, mereka pun memberikannnya kepada jenderal mereka, Minamoto no Yoshiie. Berkat cita rasanya yang unik, jendral Minamoto no Yoshiie pun menyukainya.
Ia menyebut makanan ini dengan nama 'natt?' (??) berasal dari frase Jepang "kacang untuk umum".
Sementara itu, dalam cerita lainnya dikatakan bahwa natto sudah ada sebelum abad ke-7. Dalam cerita ini, Pangeran Shotoku (574-622 M) dikatakan sebagai penemu natto.
Namun penemuaannya pun mirip seperti cerita sebelumnya, yakni bermula dari ketidaksengajaan membungkus kedelai rebus dengan jerami pada.
Karena Shotoku merupakan penganut Budha yang taat, maka natto pun lalu disajikan sebagai komponen inti dalam makanan vegan untuk umat Budha.
Baca juga: