Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Kekurangan 30.000 Dokter Spesialis

Kompas.com - 10/04/2023, 13:27 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Disparitas pemenuhan dokter spesialis masih terjadi di seluruh Indonesia.

Akibatnya, dengan perhitungan target rasio 0,28:1.000, maka saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar 30.000 dokter spesialis.

Baca juga: UGM Beri Bantuan Pendidikan Lewat Beasiswa Adaro 2023

"Kita membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk memenuhi jumlah dokter spesialis tersebut dengan asumsi jumlah penyelenggara prodi dokter spesialis sebanyak 21 dari 92 fakultas kedokteran dengan menghasilkan lulusan spesialis sekitar 2.700 tiap tahun," ucap Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes, Arianti Anaya mengutip laman UGM, Senin (10/4/2023).

Selain kekurangan jumlah dokter spesialis, kata Arianti, saat ini persebarannya pun belum merata karena 59 persen masih berada di Pulau Jawa.

Sementara wilayah Indonesia bagian timur jumlah dokter spesialis masih terbatas.

Prof. Herkutanto dari Fakultas Kedokteran UI menilai sulitnya seleksi dan proses Program Pendidikan Dokter Spesialis juga menjadi hambatan bagi dokter yang ingin meneruskan pendidikannya.

"Negara harus bisa melihat pentingnya dokter spesialis saat ini bagi masyarakat. Sama halnya dengan produksi tenaga militer, perlu ada penanganan berbeda dibandingkan pendidikan lain karena ini terkait langsung dengan keselamatan masyarakat dan bangsa," kata Prof. Herkutanto.

Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), Dr. Setyo Widi Nugroho mengatakan, untuk bisa mendorong produksi tenaga medis bukan perkara mudah.

Karena, bagaimanapun terdapat proses panjang untuk menghasilkan tenaga medis yang berkualitas.

Baca juga: 10 SMA Terbaik di Surabaya, Acuan PPDB 2023

Adanya peningkatan produksi, tentu tidak mengesampingkan aspek kredibilitas.

"Kami terinspirasi dari Health Education of England (HEE), bahwa untuk melakukan suatu produksi, kita harus meyakinkan bahwa jumlah tenaga kerja harus tepat jumlahnya, tepat keterampilannya, dan memberikan pelayanan yang baik, serta mampu beradaptasi dengan teknologi," jelas Setyo Widi.

Berdasarkan masalah tersebut, maka dalam pandangan Prof. Ratna Sitompul yang merupakan representasi Pokjanas Academic Health System menyatakan, maka Rancangan Undang-Undang Omnibus Law perlu dipertimbangkan kembali dampaknya terkait penyelesaian problematika yang ada.

Oleh karena itu, dalam policy brief yang dirancang, terdapat Academic Health System yang berperan penting mendorong produksi tenaga kesehatan.

Baca juga: Kisah Stepanie Arum, Putuskan Pindah Profesi dari Dokter Jadi Guru

"Kami berharap, fakultas kedokteran yang terjalin dalam AHS dapat membantu fakultas kedokteran lain yang belum memiliki spesialisasi tertentu karena berbagai keterbatasan. Dengan begitu, kami harap produksi tenaga kerja, khususnya dokter spesialis ini dapat meningkat," tukas Prof. Ratna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com