Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendorong Pendekatan Advokasi dan Pendidikan dalam Isu RUU PPRT

Kompas.com - 18/06/2020, 20:56 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Pendidikan dapat menjadi kunci dalam meningkatkan kesejahteraan PRT (pekerja rumah tangga). Isu penting ini mengemuka dalam diskusi daring menyambut Hari PRT Internasional (16/6/2020) yang diadakan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Kowani.

Kekhawatiran pengesahan RUU PPRT (Rancangan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) terkait jenjang pendidikan minimal SMA yang dianggap membatasi PRT nantinya, sebenarnya justru menjadi pintu masuk untuk peningkatan kesejahteraan PRT yang didominasi perempuan.

"Dengan meningkatnya standar jenjang pendidikan, hal ini sebenarnya justru akan mendorong meningkatnya kesejahteraan dan juga skill dari pada PRT ini," jelas Giwo Rubianto Wiyogo, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) yang menjadi salah satu narasumber.

Baca juga: Dirjen Vokasi Buka Bantuan Pelatihan Kecakapan Kerja dan Wirausaha, Ini Tautannya

Penguatan pendidikan untuk kesejahteraan

Lebih jauh Giwo menyampaikan, rendahnya pendidikan PRT akan membuat posisi PRT menjadi rentan terhadap berbagai tindak eksploitasi dan bahkan kekerasan.

Menurutnya, selain advokasi di bidang hukum, pendidikan juga menjadi kunci untuk menghilangkan bahaya eksploitasi dan juga tindak kekerasan. Tidak hanya itu, menurutnya, pendidikan dapat menjadi pintu masuk untuk meningkatkan sejahteraan PRT.

"Jika pendidikan meningkat, skill meningkat otomatis ini akan menjadi nilai tambah bagi pekerja yang akan berdampak sejalan pada peningkatan penghasilan dari PRT," ujarnya.

Namun, yang menjadi tantangan, tambahnya Giwo, kurikulum di Indonesia masih terlalu umum dan belum mengarah pada peningkatan kualitas kompetensi seperti halnya negara lain.

Selain SMK, menurutnya, balai-balai pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang sebenarnya pernah dijalankan di Indonesia, dapat kembali ditingkatkan untuk memperkuat SDM Indonesia," ujarnya.

"Harapan kita, apa yang menjadi visi Presiden Jokowi di masa jabatan keduanya tidak ditinggalkan. Jangan hanya berfokus pada pemulihan ekonomi akibat Covid saja, namun juga perlu tetap membangun SDM Indonesia termasuk perempuan," tegasnya.

Isu perempuan dan PRT

Dalam kesempatan sama, Koordinator Nasional Jala PRT Lita Anggraini mengangkat 3 isu terkait pengesahan RUU PPRT. Ketiga hal terkait itu yakni; rekrutmen, perlindungan, dan relasi. Termasuk di dalamnya pengakuan bagi PRT sebagai "pekerja", bukan "pembantu".

"Ada 4,2 juta (PRT yang bekerja di dalam negeri) artinya dengan ada pengakuan berarti mengurangi angka pengangguran, menghapus diskriminasi, eksploitasi dan perbudakan," ujar Lita dalam bincang daring yang digelar Komnas Perempuan dan Kowani, Selasa (16/6/2020).

Baca juga: Gairahkan UMKM di Masa Pandemi Covid-19, Pertamina Gelar Pelatihan Daring Digital Marketing

"Pengakuan adalah suatu akses bagi pekerja rumah tangga bisa mengakses pelatihan," jelasnya.

Sedangkan bicara soal perlindungan adalah untuk kedua belah pihak yakni untuk PRT dan pemberi kerja, karena di dalam RUU PPRT diatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang seimbang.

Hal senada kembali disampaikan Giwo, “dengan adanya UU PRT, para PRT bisa mendapatkan perlindungan hukum. Para PRT kita jangan ditinggalkan dalam pembangunan SDM Indonesia."

"Jika pekerja asing saja diberi perlindungan. Maka selayaknya pula PRT kita mendapat keadilan dan perlindungan. Karena sebagai perempuan mereka ibu bangsa juga,” tegasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com