Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyoal Dua Versi Tafsir Jurnal Internasional Bereputasi

Istilah “bereputasi” untuk jurnal internasional itu muncul dalam Permendikbud 92/2014, Permenpan RB 17/2013, dan Perbersama Mendikbud & Kepala BAKN 24/2014. Sejumlah peraturan itu mengelompokkan jurnal internasional menjadi dua, yaitu jurnal internasional dan jurnal internasional bereputasi.

Dua versi tafsir tentang "bereputasi"

Yang terjadi kemudian adalah ada dua versi tafsir terkait dengan istilah “bereputasi”. Kedua tafsir itu sama-sama dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Versi pertama, terdapat di dalam dokumen Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO-PAK) 2014 dan 2019. Dokumen kedua, terdapat di dalam Buku Panduan Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi Negeri (IKU-PTN).

PO-PAK 2014 dan PO-PAK 2019 menafsirkan "jurnal internasional bereputasi” sebagai jurnal internasional yang: (1) terindeks pada database internasional bereputasi, seperti Web of Science (WoS) dan/atau Scopus; 2) berfaktor dampak atau memiliki impact factor dengan nilai/skor tertentu yang ditetapkan Ditjen Dikti yang berasal dari ISI Web of Science (Thomson Reuters) atau Scimago Journal Rank (SJR); 3) diakui Ditjen Dikti Kemdikbudristek dan terdaftar di SINTA.

Jika salah satu dari tiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka jurnal internasional tersebut walaupun terindeks pada database internasional bereputasi, tetapi tidak memiliki faktor dampak yang ditetapkan serta tidak diakui oleh Ditjen Dikti Kemdikbudristek dan tidak terdaftar di SINTA, hanya akan diakui sebagai jurnal internasional dan bukan jurnal internasional bereputasi.

Termasuk dalam kategori jurnal internasional (tetap bukan bereputasi) adalah jurnal-jurnal internasional yang terindeks pada database DOAJ, CABI, atau Copernicus.

Di sisi lain, Panduan IKU-PTN menafsirkan jurnal internasional bereputasi sebagai bagian dari IKU 5 (hasil kerja dosen digunakan oleh masyarakat atau mendapat rekognisi internasional). Di dalam dokumen tersebut, “bereputasi” dimaknai sebagai jurnal (ilmiah) yang: (1) terindeks global atau terindeks pada database jurnal ilmiah bereputasi tinggi, serta (2) terdaftar di SINTA.

Dijelaskan pula, jurnal internasional yang terindeks bereputasi global dan terdaftar di SINTA adalah SCOPUS, Web of Science (WoS), Microsoft Academic Research (MAR), DOAJ, CABI, International Copernicus Index (ICI), EBSCO (Dirjen Dikti, 2021).

Daftar pengindeks bereputasi global itu bersifat dinamis dan akan terus diperbaharui sejalan dengan perkembangan terbaru lembaga-lembaga pengindeks internasional bereputasi.

Pada versi IKU-PTN, jurnal “bereputasi” tidak memasukkan parameter faktor dampak atau impact factor; dan menambahkan DOAJ, CABI, Copernicus, dan EBSCO sebagai lembaga-lembaga pengindeks global/internasional bereputasi, yang pada versi PO-PAK hanya sebagai pengindeks internasional (bukan bereputasi).

Sekalipun sudah ada landasan yuridis-formal terkait dengan tafsir resmi “jurnal ilmiah internasional bereputasi”, tampaknya polemik dan kontroversi di kalangan akademisi masih terus berlanjut. Apalagi kemudian ada dua versi tafsir yang berbeda secara substantif antara PO-PAK vs IKU-PTN.

Mantan Dirjen SDM Kemristekdikti, Ali Gufron Mukti, pernah menyatakan bahwa publikasi jurnal ilmiah internasional tidak harus terindeks Scopus, bisa juga terindeks lainnya. Scopus bukan satu-satunya pengindeks publikasi internasional bereputasi, dan tentu saja ada kelemahannya.

Karena itu Gufron menyarankan dosen dan profesor dapat menggunakan indeks lainnya, selama indeks tersebut mengindeks jurnal-jurnal internasional yang bereputasi. Bisa juga JJ Thomson kemudian Copernicus atau yang lain, asalkan jurnalnya bereputasi” (Media Indonesia, 6/3/2018).

Jurnal internasional yang terindeks Scopus (dan WoS) memang menjadi acuan Kemdikbudristek untuk kenaikan jabatan ke lektor kepala atau profesor. Akan tetapi, ada beberapa jurnal terindeks Scopus yang setelah ditelusuri tim Kemdikbudristek ternyata tidak memenuhi syarat sebagai jurnal bereputasi.

Fakta menunjukkan, sejumlah jurnal yang terindeks Scopus terdeteksi sebagai jurnal predator (predatory journal) berdasarkan versi Jeffrey Beall; atau jurnal tersebut sudah dihentikan statusnya oleh Scopus/Scimago Journal Rank (coverage discontinued atau cancelled) karena sejumlah alas an (native-proofreading.com)

Polemik dan kontroversi ini pernah menghiasi ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), terkait dengan pengajuan kenaikan jabatan fungsional seorang dosen FMIPA UI untuk jadi guru besar (profesor).

Perbedaan tafsir itu akhirnya berujung pada penolakan usulan yang bersangkutan (Putusan MK 20/PUU-XIX/2021). MK setuju dan tidak mempersoalkan tafsir dan pemaknaan “bereputasi” ala PO-PAK sebagai syarat khusus kenaikan jabatan fungsional seorang dosen ke profesor (guru besar).

MK hanya merekomendasikan agar proses review dilakukan secara terintegrasi antara TIM PAK PT dengan Kementrian. Artinya, artikel tidak perlu ditinjau ulang oleh reviewer perguruan tinggi (PT) dan/atau kementerian, sepanjang telah ditentukan daftarnya oleh kementerian dan daftar tersebut diperbarui secara regular.

Akan terus memicu polemik

Terbitnya parameter “bereputasi” dalam IKU-PTN yang berbeda dengan PO-PAK, diprediksi akan kembali menuai polemik dan kontroversi di kalangan dosen dan perguruan tinggi. Fakta ini juga memunculkan sejumlah pertanyaan. Apakah parameter “bereputasi” yang digunakan memang harus berbeda sesuai dengan peruntukannya, antara parameter untuk “kenaikan jabatan dosen”, dan parameter untuk “indeks kinerja PT?”

Bukankah yang diukur dan dijadikan indikator evaluasi adalah kinerja dosen dalam hal publikasi ilmiah? Ataukah perbedaan ini murni merupakan sebuah “kekhilafan” di dalam merumuskan penjelasan "bereputasi" di dalam IKU-PTN? Ataukah, memang ada revisi atas tafsir/penjelasan “baru” terkait makna dari bereputasi, seperti yang terdapat pada dokumen Panduan IKU-PTN?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan dan diklarifikasi Ditjen Dikti Kemdikbudristek. Mengingat selama ini para dosen dan PT sudah sangat familiar dengan tafsir “bereputasi” yang terdapat di dalam PO-PAK.

Jika tafsir dan penjelasan kata bereputasi di dalam IKU-PTN merupakan hal baru dan terkini, sebaiknya ada penjelasan dan klarifikasi pihak Ditjen Dikti Kemdikbudristek. Namun, yang pasti, setidaknya dalam pemahaman penulis, tidak mungkin ada dua versi tafsir yang berbeda atas satu istilah/nomenklatur yang sama. Sekalipun obyek dan peruntukannya berbeda (untuk kenaikan jabatan fungsional vs indikator kinerja PT).

https://www.kompas.com/edu/read/2023/01/06/070000171/menyoal-dua-versi-tafsir-jurnal-internasional-bereputasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke