Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Harusnya Produk Singkong Dimakan Utuh, Guru Besar IPB Beri Alasannya

KOMPAS.com - Tepung tapioka terbuat dari singkong. Jika diolah tentu akan menjadi berbagai menu atau camilan. Seperti bolu ubi, cenil, cireng dan lain-lain.

Tetapi, singkong sebagai bahan dasar itu sendiri juga enak untuk dimakan. Bahkan juga punya manfaat bagi tubuh kita.

Menurut Guru Besar Ilmu Pangan IPB University Prof. Fransiska Rungkat, konsumsi tepung tapioka saja dapat berkaitan dengan penyakit degeneratif atau Penyakit Tidak Menular (PTM).

Padahal, singkong seharusnya dapat mengatasi dua masalah sekaligus terkait kesehatan dan ketahanan pangan. Namun, pengolahan singkong melalui proses pemurnian dapat mengganggu kesehatan.

Hanya mengandung karbohidrat

Hasil pengolahan produk-produk murni seperti tepung tapioka tidak mengandung gizi apapun kecuali karbohidrat.

"Konsumsi pangan murni yang sudah tidak mengandung serat dan komponen bioaktif seperti tepung-tepung yang sudah dimurnikan itu sangat berhubungan dengan penyakit-penyakit degeneratif atau penyakit modern yang ada sekarang ini," terangnya dikutip dari laman IPB, Jumat (29/4/2022).

Dikatakan, pola makan tinggi karbohidrat berhubungan erat dengan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung hingga alzheimer. Risiko penyakit ini bisa ditekan melalui regulasi pemerintah yang mengatur ketersediaan pangan sehat.

Singkatnya, angka kasus diabetes, penyakit jantung dan kanker dapat ditekan. Sehingga masyarakat harus memperhatikan asupan makanan agar tidak tergiring pada PTM. Karena faktanya, angka kasus PTM di Indonesia semakin meningkat.

"Masyarakat harus memahami prinsip penting dari makanan sehat. Yakni harus terdiri dari nabati atau berasal dari tumbuhan sebagai fokus sumber gizi," katanya.

Kemudian harus dikonsumsi dalam bentuk utuh, artinya tidak mengalami banyak proses pengolahan yang menghilangkan komposisi gizinya.

"Sedang yang ketiga harus alami, artinya sedapat mungkin tidak mendapat bahan-bahan sintetik. Serta harus bervariasi, jenis umbi-umbian lain harus juga dimasukkan ke dalam menú makanan," imbuhnya.

Adapun proses pengolahan singkong dalam produksi tapioka melalui tahap pemerasan, pengendapan dan penyaringan. Pada tahap pemerasan ini terjadi pemisahan pati dari komponen singkong lainnya.

Serat, senyawa, bioaktif, vitamin dan mineral sebagian terbuang, sebagian tertinggal pada onggok. Proses ini menghasilkan tepung pati/tapioka yang bersifat tidak utuh akan menghasilkan produk tidak utuh.

Bisa turunkan angka ketergantungan beras

Karenanya, ia berpendapat jika nasi dapat digantikan dengan singkong 20 persen saja maka dapat turut menurunkan angka ketergantungan beras dan mengatasi ketahanan pangan.

Terlebih singkong kaya akan vitamin dan mineral. Di dalamnya juga terdapat serat larut yang mengandung beta glucan dan memiliki aktivitas antikanker yang tinggi.

Sedang beberapa inovasi singkong oleh peneliti IPB University juga telah dipublikasikan. Salah satunya produk bernama Cassava Chunk, singkong rebus steril siap saji.

Harus ada pengembangan teknologi optimasi bagi suhu dan waktu yang sesuai untuk menjamin ketahanan dan keamanan produk.

Ia menjelaskan bahwa produk Cassava Chunk sudah dipublikasi sebagai produk pangan alternatif sumber karbohidrat pengganti nasi.

Produk ini terbuat dari singkong pilihan dan diolah secara alami dengan proses minimal tanpa bahan pengawet dan rasanya legit. Produk lainnya adalah Cassava Fries, singkong goreng siap saji yang dibuat seperti french fries.

"Dengan adanya produk-produk seperti ini mungkin masih banyak produk (singkong) yang bisa dikembangkan. Tetapi mudah-mudahan produk-produk ini bisa merebut hati banyak masyarakat kita sehingga bisa menggantikan nasi (dengan singkong), setidaknya untuk sarapan dan cemilan," jelasnya.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/04/29/153130071/harusnya-produk-singkong-dimakan-utuh-guru-besar-ipb-beri-alasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke