Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Mahasiswa Indonesia Sudah Kreatif? Temukan Jawabannya di Sini!

Oleh: Arki Sudito dan Jihan Aulia Zahra (*)

Mahasiswa menjadi kasta paling tinggi dalam pembelajar di sekolah formal di Indonesia. Mahasiswa dianggap cerdas dan tangkas dalam menghadapi masalah. Mengasah pikiran dan ideologi hidup kerap dijalankan ketika menjadi mahasiswa.

Katanya, mereka-merekalah yang kemudian hari berperan mengabdi kepada masyarakat. Namun, apakah benar mahasiwa di Indonesia siap mengatasi masalah yang terjadi pada dirinya sebelum terjun memiliki peran besar di masyarakat?

Sebelum melanjutkan mengenai apakah mahasiswa Indonesia sudah kreatif, simak bagaimana pendidikan memiliki dampak namun juga berpengaruh dalam meningkatkan mahasiswa untuk berpikir kreatif di artikel: Peran Berpikir Kreatif di Pendidikan, Siasat Awal Menyelesaikan Masalah

Lalu, apa sebenarnya kreativitas itu? Mengapa seseorang penting untuk memilikinya? Dalam berbagai penelitian tentang kreativitas, masih terdapat perdebatan mengenai pemisahan antara tingkat kreativitas dengan gaya kreativitas.

Penelitian terdahulu melihat, kreativitas ditinjau sebagai tingkat kreativitas untuk menunjukkan kualitas dari kemampuan seseorang dalam berkreasi.

Dalam perkembangannya, pengukuran terhadap kreativitas dilakukan dengan melihat gaya kreativitas seseorang, bukan dari tinggi atau rendahnya kreativitas seseorang. Kemudian, pada tahun 1973, Michael Kirton mengembangkan konsep yang bernama creativity style.

Konsep ini memandang kreativitas bukan sebagai suatu tingkatan atau kapasitas yang dimiliki seseorang seperti penelitian-penelitian terdahulu, tetapi lebih merupakan cara atau gaya seseorang dalam menunjukkan kreativitasnya.

Berangkat dari teori yang dikemukakan Kirton inilah Growth Center bersama Klob.id melakukan survei terhadap lebih dari 6.000 mahasiswa di Indonesia untuk mencari tipologi-tipologi creativity style mereka.

Hasil menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah responden mahasiswa Indonesia memiliki tipologi snowflake. Artinya, 51,28 persen mahasiswa Indonesia merupakan tipe yang menyukai melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa.

Akan tetapi, mereka kurang berani mengambil risiko dan masih memiliki kebutuhan untuk diterima oleh kelompok sehingga mereka cenderung memilih pendekatan-pendekatan yang telah terbukti efektif pada situasi tertentu dan melakukan penyesuaian terhadap ide-idenya agar dapat memfasilitasi kebutuhan orang lain dan dapat diterima oleh pihak lain.

Kemudian di peringkat kedua, dengan jumlah 12,30 persen dari total populasi responden, mahasiswa Indonesia adalah adaptor, yakni mereka yang cenderung patuh terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku, selalu berupaya bekerja dengan penuh kehati-hatian dengan mementingkan presisi, keandalan dan akurasi, serta memastikan adanya penerimaan pihak lain.

Peringkat ketiga ialah mahasiswa Indonesia dengan tipe advocator dengan jumlah 11,32 persen. Tipe ini memiliki karakteristik suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa.

Mereka tidak puas dengan situasi yang berjalan rutin dan terdorong untuk melakukan pembaharuan dari situasi tersebut. Mereka juga tidak ragu berargumentasi untuk mendorong implementasi ide tersebut.

Akan tetapi, mereka kurang berani mengambil risiko atas hasil akhir yang tidak dapat diprediksi sehingga mereka cenderung memilih pendekatan-pendekatan yang telah terbukti efektif pada situasi tertentu.

Keempat, mahasiswa Indonesia memiliki tipologi creativity style sebagai innovator. Jumlahnya sebanyak 6,05 persen. Tipe innovator adalah mereka yang suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa dan lebih menyukai situasi yang tidak terstruktur.

Risiko ataupun dampak yang mungkin muncul tidak menjadi beban yang menghambat upayanya di dalam melakukan pembaharuan. Persetujuan dan penerimaan orang lain tidak menjadi hal utama bagi diri mereka.

Peringkat kelima tipologi creativity style mahasiswa Indonesia adalah ideator dengan jumlah 5,42 persen dari jumlah responden. Tipe ideator suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa.

Ia tidak puas dengan situasi yang berjalan rutin dan terdorong untuk melakukan pembaharuan dari situasi tersebut.

Akan tetapi, persistensi untuk memastikan implementasi dari ide-ide pembaharuan yang ia kembangkan cenderung kurang optimal karena ia ingin memastikan penerimaan pihak lain atas usulan perbaikan yang ia kemukakan.

Tipologi creativity style mahasiswa Indonesia selanjutnya adalah advisor dengan jumlah 5,15 persen. Tipe advisor sangat patuh terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku. Mereka mengembangkan solusi dengan melakukan penyesuaian terhadap pendekatan yang biasa dilakukan.

Mereka tidak takut melakukan kesalahan terkait ide-ide penyesuaian yang mereka tetapkan. Namun, persistensi untuk memastikan implementasi ide-ide pembaharuan yang mereka kembangkan cenderung kurang optimal.

Apabila ide-ide tersebut menghadapi perlawanan dari pihak lain, mereka cenderung melakukan penyesuaian terhadap ide-ide tersebut agar dapat memfasilitasi kebutuhan orang lain dan dapat diterima.

Pada peringkat ketujuh tipologi creativity style mahasiswa Indonesia dengan jumlah 4,73 persen adalah mereka dengan tipe insurgent. Tipe ini suka melakukan suatu hal dengan cara yang berbeda dari yang biasa.

Ide-ide baru yang mereka kembangkan lebih berfokus pada penyesuaian pendekatan yang selama ini digunakan dan mereka tidak ragu berargumentasi untuk mendorong implementasi ide tersebut.

Terakhir, tipe evaluator dengan jumlah 3,75 persen dari jumlah responden. Tipe evaluator memiliki arti bahwa mereka kurang menyukai tugas-tugas rutin dengan aturan dan prosedur kerja yang ketat.

Ide-ide baru yang mereka kembangkan lebih berfokus pada penyesuaian pendekatan yang selama ini digunakan, karena implementasi hal baru yang tidak terprediksi hasil akhirnya, membuat mereka kurang nyaman.

Meskipun demikian, tidak ragu berargumentasi untuk mendorong implementasi ide tersebut, walaupun perubahan yang mereka inisiasi masih terbatas pada penyesuaian sederhana dengan risiko yang minimal.

Kesimpulannya, sebagian besar mahasiswa Indonesia adalah snowflake. Pada dasarnya mereka suka dengan sesuatu yang berbeda dari biasanya.

Akan tetapi, butuh keberanian bagi mereka untuk mengambil risiko dan memilih pendekatan yang hasilnya dapat diterima lingkungan.

Biasanya, pendekatan yang digunakan terbukti lebih efektif dan pada situasi tertentu dapat memfasilitasi kebutuhan orang lain dan dapat diterima oleh pihak lain.

(*) Arki Sudito (Co-founder & CEO Growth Center) dan Jihan Aulia Zahra (Content Writer & Editor Growth Center), HR Business Accelerator - membantu individu menemukan dan mengembangkan potensi diri, agar menjadi versi terbaik diri mereka | Powered by Kompas Gramedia

https://www.kompas.com/edu/read/2021/09/04/141934271/apakah-mahasiswa-indonesia-sudah-kreatif-temukan-jawabannya-di-sini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke